Politik

Tuduh Pemerintahan Jokowi Batil, SBY Dianggap Tak Negarawan

Minggu, 18 September 2022 - 22:27 | 43.05k
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono/SBY (FOTO: Youtube Partai Demokrat)
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono/SBY (FOTO: Youtube Partai Demokrat)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan alasannya memberi respons terhadap Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menuding Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan curang di Pemilu 2024. 

Menurutnya, SBY jauh dari sifat seorang negarawan ketika membuat tudingan Pemerintahan Jokowi batil. Hasto menjelaskan, tuduhan SBY disampaikan di depan forum resmi yakni rapat pimpinan nasional Partai Demokrat. 

Dalam rapat demikian, kata Hasto, semua yang disampaikan seharusnya didasarkan oleh politik kebenaran, bukan didasarkan fitnah atau ambisi, atau berbagai informasi yang tidak tepat. 

"Apa yang Pak SBY sampaikan, mendengar dan menyatakan ada tanda-tanda Pemilu 2024 tidak jujur. Sekiranya kenegarawanan beliau dikedepankan. Tentu saja apa yang beliau dengar dan ketahui itu dapat disampaikan kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang netral, yang juga pada proses pemilihannya, Partai Demokrat juga menyampaikan suaranya," ujar Hasto, Minggu (18/9/2022).

SBY juga menuding pemerintahan Jokowi akan membuat skenario dua pasangan calon saja di Pilpres 2024. Padahal, kata Hasto, seluruh pengamat politik, dan Ketua Umum NasDem Surya Paloh, menyampaikan analisisnya bahwa Pemilu 2024 paling tidak ada 3 atau 4 calon. 

"Dan kemudian tiba-tiba Pak SBY sudah menghakimi bahwa sepertinya Presiden Jokowi melakukan pengaturan ada dua pasangan calon," ungkap pria asal Yogyakarta tersebut.

Hasto.jpgSekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (FOTO: Hasbullah/TIMES Indonesia)

Padahal, lanjut Hasto, soal pengajuan calon presiden-calon wakil presiden, diatur dalam undang-undang yang berbasis pada UUD 1945. Saat ini, UU mengatur adanya ambang batas pencalonan atau presidential threshold, yakni 25 persen raihan suara di pemilu atau gabungan parpol yang meraih 20 persen kursi di Parlemen. 

"Dan ini merupakan bagian ketentuan yang disepakati bersama termasuk pada masa kepemimpinan Pak SBY," tegas Hasto.

Dijelaskan, sistem pemilu dibangun demi membangun pemerintahan yang efektif. Bahwa presiden dan wapres terpilih tidak hanya memiliki basis elektoral yang sangat kuat dari rakyat. Tapi juga basis dukungan kursi di parlemen yang memungkinkan pemerintah terpilih dapat mengambil keputusan-keputusan yang objektif. "Karena ada dukungan minumum sebesar 20 persen kursi di DPR," imbuh Hasto.

Hasto lalu menyontohkan pentingnya hal itu. Ketika di periode pertama pemerintahannya, Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla, membutuhkan 1,5 tahun hanya untuk mengonsolodasikan pemerintahan. Sebab, saat itu, terjadi mobilisasi kekuasaan di Parlemen oleh parpol yang bukan pendukung Jokowi-Jusuf Kalla. "Ini tentu saja menjadi kecelakaan dalam demokrasi. Bahkan ini menjadi tsunami dalam demokrasi," kata Hasto.

Karena itulah, kata Hasto, apa yang disampaikan SBY merupakan tuduhan tanpa fakta. Seakan-akan nantinya di 2024, pasangan calon yang maju di Pilpres akan diatur dan ada skenario seolah oposisi tidak bisa mencalonkan diri.

"Itu kan menunjukkan suatu kekhawatiran yang berlebih tanpa fakta. Kita bisa memahami bagaimana seorang ayah mendorong anaknya, misalnya. Tapi harus melihat mekanisme konstitusional yang ada. Bahwa ketentuan presidential threshold merupakan ketentuan yang sah secara konstitusi dan tidak boleh diganggu gugat," urai Hasto.

"Karena sudah berulang kali dilakukan Judical Review dan kemudian Mahkamah Konstitusi menetapkan betapa pentingnya Presidential Threshold untuk memastikan agar pemerintahan berjalan efektif, memiliki basis yang kuat, dan stabilitas politik pemerintahan itu," imbuh dia.

Hasto menyayangkan seorang SBY menuduh semua hal tanpa fakta itu, dan bahkan memberi cap 'batil' kepada Pemerintahan Presiden Jokowi.

"Berkaitan dengan apa yang beliau sampaikan dengan tuduhan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, dengan kata-kata batil, dengan kata-kata jahat, itu juga jauh dari kenegarawanan Pak SBY. Jauh dari bagaimana politik ini memerlukan suatu keadaban," tegas Hasto.

Skenario Pilpres 2024 Hanya 2 Pasangan Calon

Saat acara Rapimnas Partai Demokrat di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis-Jumat (15-16 September 2022), SBY menyatakan kesiapannya turun gunung karena adanya tanda-tanda kecurangan pada Pemilu 2024. Menurutnya, ada upaya untuk mengatur pilpres hanya diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres.

"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," ucapnya.

"Konon akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," kata SBY menambahkan yang disambut sorak Sorai para kader Demokrat yang hadir di acara itu. 

Pernyataan SBY tersebut lantas direspon PDI Perjuangan. Hasto Kristiyanto sebagai sekjen partai meyatakan, pernyataan SBY yang menuding Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan curang di Pemilu 2024 sangat disayangkan, dan jauh dari kata kasatria. (*)
 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES