Politik

Pasca Pemilu 2024, Akademisi Prediksi 2 Parpol Ini Bakal Jadi Oposisi di Koalisi Pemerintah

Jumat, 23 Februari 2024 - 17:19 | 40.51k
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Dr Mochtar Haboddin S.IP., MA. (FOTO: Istimewa)
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Dr Mochtar Haboddin S.IP., MA. (FOTO: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Proses Pemilu 2024 telah rampung dilakukan. Kini masyarakat hanya tinggal menunggu pengumuman resmi hasil rekapitulasi. Meski begitu, banyak pihak yang sudah yakin bahwa yang menang dalam Pilpres 2024 ini adalah Paslon nomor urut 2, Prabowo -Gibran. Hal itu mengacu pada hasil quick count yang seluruhnya memenangkan Prabowo- Gibran dengan perolehan suara sekitar 56-58 persen.

Hasil itu, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya, Dr Mochtar Haboddin S.IP., MA sudah bisa memprediksi siapa yang akan masuk pemerintahan dan siapa yang berpotensi menjadi oposisi.

Advertisement

Dia menuturkan, secara teoritis, seseorang yang kalah akan menjadi oposisi sementara yang menang, akan memimpin pemerintahan.

“Namun kalau bicara konteks Indonesia, akan tetap ada partai politik yang selalu menjaga dan mengawasi supaya keseimbangan dalam pemerintahan terjaga. Tapi kenyataannya bisa dilihat sudah ada konsolidasi yang lebih cepat dilakukan oleh sang pemenang daripada yang kalah,” ujarnya, Jumat (23/2/2024).

Alumni Universitas Gajahmada ini memprediksi hanya dua partai politik yang berada di luar pemerintahan. Yaitu PDIP dan PKS.

“Boleh jadi yang masih konsisten bagi saya yang megang tagline perubahan boleh lah PKS di sisi satu, dan di sisi lain ada PDIP. Tetapi, di luar dua partai itu boleh jadi akan tergoda dengan politik, karena orang berada di luar kekuasaan itu sebenarnya tidak bagus, untuk konteks Indonesia ya,” imbuhnya.

Dia mencontohkan partai-partai besar yang berpengalaman seperti Golkar selalu melirik pemerintahan. Bahkan Mochtar menyebut, partai tertentu rela tidak mencalonkan ketuanya demi melihat siapa yang memiliki peluang untuk menang.

“Golkar ini tahu betul kalau misalnya di luar kekuasaan itu rasanya tidak nyaman. Apalagi tahun 2029 boleh jadi pertarungannya akan lebih sengit karena pemain baru, boleh jadi dari sisa-sisa kemarin yang muncul, atau dari calon-calon baru, entah dari partai atau non-partai,” tegasnya.

Peneliti di bidang inovasi pemerintahan ini menilai di Indonesia ada pemisah antara ideologi dan realita yang ada.

“Karena kita tidak jelas ideologinya, ya sudah akhirnya apa. Loncat kanan, loncat kiri. Ditawari jadi menteri, ya sudah loncat lagi,” jelas Mochtar.

Dia menduga komposisi Menteri pada cabinet 2024-2029 akan diisi oleh ketua partai. Ini karena yang paling memungkinkan  untuk tidak menjadi oposisi dan jadi bagian dari pemerintahan adalah diambil ketua-ketua partainya dan diberi jabatan.

“Itu yang saya lihat 5 tahun terakhir, bahwa yang punya potensi resistensi, yang punya potensi untuk melawan dan bergerak sebagai oposisi, dirangkul semuanya dan ditawarkan kekuasaan,” tegasnya.

Di akhir wawancara, Mohtar Habodin mengutip pendapat Kuntowijoyo perihal kekuasaan.

“Jadi, kekuasaan itu menggiurkan, dan kekuasaan itu selalu diperebutkan. Kalau kata Kuntowijoyo, siapa sih yang tidak butuh kekuasaan? Semua orang butuh kekuasaan,” pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES