Plus Minus Pj Kepala Daerah Maju Pilkada 2024 Menurut Pengamat

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Sejumlah penjabat (Pj) kepala daerah memilih maju dalam kontestasi politik Pilkada 2024. Baik sebagai calon bupati atau walikota. Beberapa Penjabat atau Pj sudah mengundurkan diri agar bisa berkontestasi pada Pilkada serentak ini.
Salah satunya Pj Bupati Bondowoso, Bambang Soekwanto. Ia mengundurkan diri karena bakal maju Pilkada 2024. Bahkan sudah ada gabungan partai politik yang secara terbuka menyatakan akan mengusung mantan ASN Lumajang tersebut.
Advertisement
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddik (UIN KHAS) Jember, Dr. Wildani Hefni, MA menjelaskan, bahwa ada banyak motivasi Pj kepala daerah maju Pilkada 2024.
Salah satunya Pj kepala daerah merasa memiliki keuntungan karena pernah menjabat, sehingga mereka merasa memiliki modal selama satu atau dua tahun menjabat.
Lebih daripada itu, Pj kepala daerah mengetahui ceruk elektoral. Sehingga dia punya pengetahuan yang cukup luas dalam memahami sistem dan menyusun strategi pemenangan.
“Selain itu, sudah ada tim yang dijalankan. Selain juga ada hasil survei. Keuntungan peran elektoral kemudian didapatkan, misalnya potensi untuk meraup dukungan pemilih milenial yang punya segmen cukup besar mudah didapatkan," terang Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember tersebut.
Pj yang maju Pilkada kata dia, pasti sudah memiliki kalkulasi politik dan melewati berbagai pertimbangan. Apalagi mereka yang berstatus ASN harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Sebagaimana surat Kementerian Dalam Negeri, ASN yang maju Pilkada harus mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN) paling lambat 40 hari sebelum pendaftaran pasangan calon.
Adapun pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan dibuka KPU pada 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan per 22 September 2024.
Dr. Wildani juga memaparkan, keuntungan elektoral yang didapatkan Pj maju Pilkada yakni bisa meningkatkan elektabilitas.
Sebab selama menjabat, Pj kepala daerah mudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat. Seperti membuka acara, meninjau kegiatan dan semacamnya. Baik kegiatan itu berdampak langsung atau hanya sekadar mengglorifikasi dirinya.
Melalui kegiatan tersebut, Pj dapat meningkatkan ketertarikan publik, citra kandidat, dan mengetahui respon calon pemilih.
Sebenarnya lanjut dia, secara amunisi politik Pj ini sudah menang. Sementara yang non Pj belum tahu seperti apa respon masyarakat.
“Sudah ada modal kekuatan sosial, karena sudah menjadi pimpinan,” terang alumni program Doktor jurusan Pemikiran Politik Islam tersebut.
Meskipun harus mundur dan tidak lagi bisa sosialisasi melalui kegiatan kedinasan, tetapi proses mundurnya Pj hanya hitungan bulan sehingga tidak banyak mengurangi bangungan politiknya.
“Popularitas telah dikantongi. Karena itu, elektabilitasnya juga kuat. Jika elektabilitas kuat, ya tetap kuat, walaupun kedepannya akan ditentukan oleh mesin politik yang akan bekerja. Ketika dia mundur, sudah punya basis-basis kekuatan yang sudah dibangun. Selain itu, sudah bisa dipastikan, soliditas tim pemenangannnya juga kuat,” jelas dia.
Pj kepala daerah yang maju Pilkada sudah memiliki amunisi. Baik SDM, modal sosial hingga penyiapan anggaran saat pertama kali menjabat. Berbeda jika seorang Pj tersebut bukan dari tempat dia menjabat, atau ditugaskan dari kabupaten/kota lain.
“Resiko Pj maju Pilkada adalah potensi adanya penyalahgunaan politik elektoral,” jelas dia.
Ditanya apakah seorang Pj bisa disebut ‘nebeng’ APBD untuk promosi gratis? Menurutnya, hal itu bisa saja terjadi. Tetapi untuk menyebut begitu harus ada bukti.
“Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Serba mungkin. Akan tetapi, untuk persoalan bisa maju atau tidak, hal itu bergantung pada negosiasi untuk mendapatkan tiket dari partai politik atau gabungan partai politik” imbuh dia.
Bahkan lanjut dia, bukan tidak mungkin ASN yang selama ini terlihat memberikan support saat Pj menjabat justru berbalik arah atau tidak mendukungnya saat Pilkada nanti.
“Pilihan seseorang tidak melulu karena persoalan struktural. Tidak ada kepastian mantan anak buahnya memilih mantan atasannya. Pilihan bisa saja dipengaruhi kemampuan calon dalam meyakinkan masyarakat dengan janji-janji politiknya,” tegas alumni the Australian National University (ANU), Australia itu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |