Pakar Hukum UIN KHAS Jember: Bawaslu Bondowoso dan Pelapor Bisa Kena Pidana Penyebaran Hoaks
TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Bawaslu Kabupaten Bondowoso menerbitkan surat mandat klarifikasi kepada tiga Panwascam atas dugaan pelanggaran. Surat tersebut tertanggal 6 Desember 2024 dan ditandatangani Ketua Bawaslu Nani Agustina.
Dalam surat tersebut ada dugaan orang meninggal tetapi mencoblos. Bawaslu melampirkan nama-nama pemilih di sejumlah TPS yang disebut meninggal dunia.
Advertisement
Namun setelah dilakukan penelusuran, sejumlah nama yang disebut meninggal dunia oleh Bawaslu ternyata masih hidup.
Bahkan sudah ada dua warga yang mengklarifikasi bahwa informasi dalam surat Bawaslu itu tidak benar alias hoaks.
Pengamat Hukum Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Achmad Hasan Basri menjelaskan, terkait dugaan adanya daftar pemilih yang dinyatakan meninggal dunia padahal masih hidup itu perlu perhatian khusus.
Apalagi pernyataan tersebut dirilis berdasarkan surat resmi sebuah lembaga dalam hal ini Bawaslu Bondowoso.
Jika memang apa yang disampaikan Bawaslu itu tidak sesuai kenyataan dan itu merupakan laporan masyarakat, maka seharusnya pengecekan syarat materiil sebuah laporan dilakukan dengan serius.
“Klarifikasinya mesti akurat sebelum data itu dirilis,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (10/12/2024).
Jika memang kendala di lapangan yang mengharuskan adanya data riil dan keterangan secara tertulis, maka harus berkoordinasi dengan pihak terkait.
“Karena jika terjadi salah data pada saat rilis kan bisa merugikan Bawaslu dan korban,” terang dia.
Kejadian ini kata dia, juga perlu ditanggapi dengan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Apakah petugasnya keliru data atau pelapor yang keliru data.
“Bisa jadi ada dugaan memberikan keterangan yang tidak benar. Bisa ke pidana urusannya,” jelas dia.
Jika data ini merupakan laporan masyarakat, maka pelapor bisa dikenakan penyebarluasan berita bohong atau yang berkaitan dengan dokumen palsu.
“Bawaslu jika tidak terima bisa melanjutkan proses ini ke pihak berwajib,” terang dia.
Sedangkan untuk Bawaslu bisa menindaklanjuti secara internal kenapa bisa keliru merilis data, apakah pemeriksaan syarat materiil tidak detail valid.
“Kan laporan, setelah itu ditindaklanjuti dengan kajian,” imbuh dosen Fakultas Syari'ah UIN KHAS Jember ini.
Korban juga bisa menindaklanjuti persoalan ini dengan penyebarluasan berita bohong. Apalagi kalau suratnya dirilis melalui media elektronik maka bisa kena ITE.
“Kalau penyebaran melalui WA bisa. Apalagi WA grup. Maka pelapor dan Bawaslu juga bisa kena,” paparnya.
Jika surat tersebut bermuatan tuduhan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang bisa dipidana berdasarkan Pasal 27A UU 1/2024 ITE.
Adapun yang dimaksud dengan menyerang kehormatan atau nama baik adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Diberitakan sebelumnya, melalui surat resmi Bawaslu menyebutkan sejumlah pemilih di beberapa TPS meninggal dunia.
Diantara warga yang disebut meninggal yakni Supandi Desa Bandilan Kecamatan Prajekan, dan warga Desa Ramban Wetan Kecamatan Cermee atas nama Siwani.
Kedua warga tersebut telah membantah dugaan Bawaslu Bondowoso, dan mengklarifikasi bahwa mereka masih hidup dan menyalurkan hak pilihnya di TPS.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |