Partai Demokrat Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilihan Umum (Pemilu) Nasional dan Pemilu Daerah, DPP Partai Demokrat melalui Badan Riset & Inovasi Strategis (BRAINS) mengemukakan pandangannya.
Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat Ahmad Khoirul Umam mengatakan adanya sejumlah kelebihan maupun kekurangan dari putusan MK terkait pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah tersebut.
Advertisement
Ahmad Khoirul Umam menjelaskan, keunggulan pemisahan pemilu nasional dan Pemilu lokal berdasarkan putusan MK diantaranya dapat meningkatkan fokus dan kualitas pemilu lokal dan masyarakat bisa lebih fokus mengevaluasi dan memilih kepala daerah dan wakil rakyat di daerahnya, berdasarkan kebutuhan lokal, bukan sekadar ikut arus nasional.
“Dengan pemisahan, isu-isu lokal tidak akan lagi tertutup oleh dinamika politik pemilu nasional, utamanya Pilpres. Karena itu, ini menuntut inovasi kelembagaan partai dan pendekatan yang lebih adaptif terhadap aspirasi masyarakat akar rumput di berbagai daerah,” jelas Ahmad Khoirul Umam dalam keterangan persnya yang diterima TIMES Indonesia, Sabtu (27/6/2025).
Tidak hanya itu saja, lanjutnya, keunggulan pemisahan pemilu nasional dan daerah juga mengurangi kompleksitas Pemilu serentak 5 surat suara, seperti pada Pemilu 2019 dan 2024, yang terbukti lebih kompleks, memicu kelelahan pemilih dan juga petugas, serta mempersulit pengawasan terjadinya praktik jual beli suara dalam skala massal.
“Pemisahan ini dapat mengurangi beban teknis penyelenggaraan pemilu, dimana risiko kegagalan distribusi logistik bisa ditekan. Hal ini juga bisa memperbaiki kualitas pengawasan dan partisipasi politik publik, sehingga potensi konflik terkait rekapitulasi suara hasil Pemilu bisa dihindarkan,” sebutnya.
Ahmad Khoirul Umam menerangkan, pemisahan Pemilu nasional dan lokal ini juga memungkinkan kaderisasi partai yang lebih terstruktur. “Partai bisa mengembangkan strategi berbeda untuk kandidat nasional dan lokal, dan memaksimalkan kaderisasi yang lebih spesifik dan berbasis kebutuhan daerah,” terangnya.
Tidak hanya keunggulan saja, beberapa tantangan juga muncul imbas dari pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah seperti munculnya fragmentasi siklus politik nasional versus lokal yang selama ini, Caleg nasional dan Caleg lokal selalu bekerja sama untuk menggarap basis konstituen di masing-masing Dapil.
“Jika pemilu nasional dan lokal dipisah, hal itu akan memberatkan kerja-kerja Caleg nasional yang harus menjangkau pemilih dalam skala besar di wilayah territorial daerah pemilihan yang luas, tanpa dukungan Caleg lokal dan mesin politiknya yang mengakar. Lagi-lagi, hal ini bisa menciptakan politik biaya tinggi,” jelasnya.
Tantangan lainnya membuka ruang evaluasi mendasar terhadap sinkronisasi sistem presidensial dan sistem desentralisasi. Ketika pusat dan daerah seringkali berjalan tak lagi seirama dalam siklus politik dan kebijakan publik, maka pemisahan pemisahan rezim Pemilu nasional dan lokal ini berpotensi memperdalam garis pemisah koordinatif antara pusat dan daerah.
“Corak sistem federalisme akan jauh lebih kuat, mengingat kepala daerah dan DPRD dipilih dalam satu paket dinamika politik lokal yang sama. Untuk itu, perlu ada kebijakan transisional yang mampu menjamin kohesivitas sistem pemerintahan nasional secara keseluruhan,” sebutnya.
Terakhir, dengan pemilu yang terpisah, tantangannya adalah memperpanjang siklus ketegangan politik yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial, politik dan pemerintahan. Selain itu, ketidaksinkronan pelantikan pejabat nasional dan daerah juga bisa menimbulkan masalah koordinasi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan lintas level.
Ahmad Khoirul Umam menyebutkan, untuk kesekian kalinya, putusan MK ini kembali membuka ruang perdebatan lama, sebab, partai-partai politik di parlemen lah yang notabene sebagai aktor politik dan pelaku demokrasi, yang bisa mempertimbangkan, memilih dan memutuskan design sistem politik dan model berdemokrasi terbaik di Tanah Air.
“Karena itu, partai-partai politik di parlemen dan juga pemerintah perlu menyusun peta jalan perbaikan sistem politik dan kepemiluan yang lebih matang. Supaya aturan-aturan penting seperti ini tidak mudah berubah-ubah, terlebih di masa-masa in jury time jelang momentum politik yang menentukan,” tandasnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |