Positive News from Indonesia

Mayjen Farid Makruf: Simfoni Hidup Sang 'Prabu Brawijaya'

Kamis, 06 Juli 2023 - 06:22 | 102.05k
Subscribe TIMES TV KLIK

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ketika pagi berembus lembut membawa serinai hari baru, Mayjen Farid Makruf, Pangdam V Brawijaya, bertambah usia setahun lagi dalam silsilah umurnya. Hari ini, 6 Juli 2023.

Genap 54 tahun usianya membersamai raga dalam setiap perjuangan tretan kelahiran Bangkalan, Madura ini. Tepat 54 tahun pula usia itu mencetak sosok laki-laki yang  pemberani dan patriotik.

Advertisement

"Sebagai laki-laki harus berani tanggung jawab dan minta maaf." Kata-katanya di depan Bonek itu terus berdendang, merasuk, meresapi. Berdendang dalam irama keberanian. Dalam melodi tanggung jawab seorang Farid Makruf. 

Martin Luther King Jr., sang maestro dalam orchestra keberanian, sekali waktu merias catatan, "The ultimate measure of a man..." bukan saat kenyamanan merangkul, atau kemudahan menari di telapak tangan. Tapi saat tantangan mewarnai pentas, kontroversi menggerus nada. Di situlah kita temukan sosok Farid Makruf, di antara celah-celah dentingan simfoni hidup.

Besar di Lingkungan Pejuang

Jebolan Akmil 1991 ini dibesarkan di tempat kepahlawanan menjadi roti sehari-hari. Sang ayah seorang pejuang. Tentu didikannya tak jauh dari kata itu.

Di lingkungannya sejak kecil, Farid menyerap nilai-nilai perjuangan. Jiwanya pun mengeras. Seperti kulit drum yang siap dipukul oleh palu hidup. 

Keberanian. Tanggung jawab. Diajarkan, dibentuk, diserap. Lalu menjadi resonansi dalam setiap irama kehidupannya.

Sebagaimana sosok Prabu Brawijaya, sang Raja Majapahit yang juga ditempa dengan keberanian dan kesetiaan, begitu pula Mayjen Farid ditempa di kehidupannya.

Mayjen Farid Makruf, Pangdam V Brawijaya, memegang pentungan kekuasaan. Tapi seperti kata Voltaire dalam partitur hidup, "With great power..." ikut tersemat tanggung jawab. 

Farid Makruf tahu ini. Dan, ia pun bermain melodi ini dalam setiap detik penampilannya.

Namun sosok Farid Makruf bukan sekadar prajurit yang membabi buta dalam harmoni perang. Dia adalah sastrawan. Budayawan. Penyair kehidupan. 

"Culture is the widening of the mind and of the spirit," petikan nada dari komposer Nehru, merupakan irama yang selalu dia mainkan. Farid Makruf menghargai ini. Memahami ini. Menjiwai setiap notnya.

Ia memainkan sisi humanis kecerdasan emosionalnya di mana pun berpijak. Di Palu, ia menulis dan menyemai sosok pahlawan Tadulako dalam karya monumental "Tadulako". Di Poso, ia menghirup aroma kultur di sana dengan membuat buku "Poso".

Tahun berganti, seperti pergantian partitur dalam konser kehidupan. Mayjen Farid Makruf terus bermain. 

Bermain dalam pelayanan. Dalam tanggung jawabnya. Seperti kata Christopher Reeve, "A hero is..." menyuguhkan ketabahan melawan rintangan. Menyatu dalam simfoni kehidupan. Dan, Farid Makruf adalah pahlawan dalam irama itu.

Melodi Keberanian

Hari ini kita merayakan ulang tahunnya. Bukan sekadar penambahan not dalam partitur umurnya. Tapi juga warisannya. Warisan melodi keberanian. Harmoni tanggung jawab. 

Seperti nada yang pernah disadur MacArthur, "The soldier above all others prays for peace...", Farid Makruf, sang prajurit sejati, menyuarakan doa dan perjuangan dalam simfoni perdamaian.

Alunan nada zaman kita sekarang serba cepat. Penuh tantangan. Maka, pesan Farid Makruf tentang keberanian, tanggung jawab, menjadi semakin relevan. 

Jika, Nelson Mandela pernah memainkan nada, "Courage is not the absence of fear..." untuk mengatasi rasa takut. Harmoni kehidupan itu pula yang dilakoni Farid Makruf.

Dia menunjukkan keberanian lain dalam harmoni hidupnya. Keberanian untuk berempati. Memahami. Menghargai perbedaan. Berkomitmen pada kebenaran. Menyuarakan nada-nada keadilan dalam lantunan hidupnya. Keberanian untuk hidup dengan tujuan.

Friedrich Nietzsche pernah menabuh drum filosofisnya, "He who has a why to live..." Farid Makruf memiliki alasan. Alasan yang kuat untuk hidup. Untuk berjuang. Alasan tersebut menggetarkan setiap struktur kehidupannya, menjadi komposisi hidup yang tak pernah padam.

Irama Indah dalam Simfoni Hidup

Hari ini, saat cahaya kemeriahan ulang tahun Farid Makruf menari, mari kita merenung. Mari kita menghargai. Mari kita belajar dari setiap not dan irama yang dimainkan Farid Makruf. Dari keberaniannya yang menggetar memecah sunyi. Dari tanggung jawabnya yang bertalu-talu seperti alunan suara biola dalam orkestra kehidupan. Mari kita berusaha untuk mengikuti jejak irama hidupnya.

Kita mungkin takkan pernah bisa menjadi Mayjen Farid Makruf. Takkan pernah bisa memainkan simfoni hidupnya yang begitu megah. 

Tapi kita bisa belajar dari setiap not yang ia mainkan. Dari setiap irama yang ia dendangkan. Kita bisa belajar untuk menjadikan hidup kita sendiri sebagai symphony yang tak kalah indahnya.

Hari ini, mari kita menghargai simfoni hidup Farid Makruf. Mari kita belajar dari symphony keberanian dan tanggung jawabnya. Mari kita berusaha untuk menciptakan simfoni hidup kita sendiri, berdasarkan jejak langkah yang telah ia tunjukkan.

Saat kita menutup babak ini dari simfoni hidup kita, marilah kita menyesap kata-kata Winston Churchill: "The price of greatness is responsibility." Inilah harga yang dibayar oleh Farid Makruf untuk kebesaran dan dedikasinya. Untuk setiap not, setiap irama yang ia mainkan dalam simfoni hidupnya. Untuk setiap perjuangan dan dedikasi yang terpatri dalam partitur hidupnya.

Selamat ulang tahun, Bang Mayjen Farid Makruf, sang 'Prabu Brawijaya'. Terima kasih untuk simfoni hidup yang telah Panjenengan mainkan. Terima kasih untuk pelajaran hidup yang telah Panjenengan sampaikan melalui setiap not dan irama dalam simfoni hidup Panjenengan. 

Semoga perjuangan dan dedikasi Panjenengan terus menjadi inspirasi bagi kita semua. Semoga simfoni hidup Panjenengan terus mengalun, terus berdentang, terus menjiwai dunia. (khoirul anwar)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES