In Memoriam KH Chamzawi (6): Resonansi Kebaikan Seorang Guru
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hari ini 40 hari KH Chamzawi, rois syuriah PCNU Kota Malang, wafat. Banyak kenangan dari para santri, sahabat, kolega, dan teman almarhum. Mereka akan menuliskan in memoriam secara bersambung. Tulisan keenam dari Khoirul Anwar, Wakil Ketua PCNU Kota Malang, pengurus LTN PBNU
***
Advertisement
Pagi itu berbeda. Dalam kemurnian matahari yang baru saja membuncah, langit Kota Malang berkisah tentang hari yang penuh dengan cahaya dan harapan. Pada 16 Agustus 2023, suara berwibawa di ujung telepon sana menjawab ruangan kalbu. Seakan memberi isyarat awal dari rangkaian peristiwa yang akan mengguncang kami, warga Nahdliyin Kota Malang.
Jam menunjukkan pukul 07.00. Di ujung sambungan telepon adalah Kiai Chamzawi, rois Syuriah PCNU Kota Malang, yang telah mengukir kisah dalam kehidupan banyak orang. Termasuk saya.
Suara beliau yang hangat dan familiar memenuhi ruangan. Membawa pesan dari hari yang akan datang. “Insyallah Mas. Besok setelah dari balai kota ya,” janji beliau, dengan nada yang selalu memancarkan kebijaksanaan dan kedamaian.
Ya, pagi itu Kiai Chamzawi menyampaikan akan hadir pada doa bersama HUT ke-8 TIMES Indonesia keesokan harinya, 17 Agustus 2023. Tiap tahun beliau selalu hadir dan turut mendoakan di hari media kami dilahirkan.
Namun, takdir memiliki rencana lain. Di tengah kehangatan pagi itu, kegelapan mendadak turun. Mengubah jalan cerita kita semua. Gus Is (KH Dr Israqunnajah), ketua Tanfidziyah PCNU Kota Malang, mengabarkan berita yang menggugah kegelisahan dalam hati. Berita yang seperti guntur di tengah kecerahan pagi.
"Yai Chamzawi kritis. Ke sini Mas."
Seketika, seolah waktu berhenti. Detik menjadi jam. Saya merasa terdorong untuk berlari melampaui batas kecepatan biasa. Tanpa ragu, saya bergegas menuju Klinik UIN Malang, tempat di mana sang Kiai sedang berjuang melawan waktu.
Kesalehan dan Ketulusan
Dalam perjalanan dari kantor TIMES Indonesia ke Klinik UIN Malang pikiran saya melayang. Merenung di sela kemacetan perempatan ITN hingga Jalan Gajayana.
Mata dan pikiran menerawang jauh. Mengenang sosok luar biasa ini. Sosok yang telah berjalan bersama kami dalam perjalanan. Yang telah memberikan begitu banyak pelajaran, cinta, dan kebaikan.
Kiai Chamzawi, sosok yang mencerminkan kesalehan dan ketulusan dalam setiap aspek kehidupannya. Beliau adalah pribadi yang sabar. Beliau tidak pernah membiarkan kemarahan mengaburkan kebijaksanaannya.
Santun dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Beliau adalah citra dari seorang yang sholih. Seorang ulama yang tidak membedakan antara si kaya atau si miskin. Si tua atau si muda. Bagi beliau, semua adalah sama. Semua adalah umat yang harus diayomi dengan penuh kasih sayang.
Namun, bagi saya, Kiai Chamzawi adalah lebih dari sekedar sosok yang baik. Beliau adalah visi dari kebaikan itu sendiri. Seorang pengayom Nahdliyin dan 800 ribu warga Kota Malang yang dengan sabar dan ketelatenan luar biasa. Selalu berupaya membawa cahaya ke dalam kehidupan orang lain.
Melalui kata-kata dan tindakan beliau, Kiai Chamzawi telah membuka pintu-pintu kebaikan. Menunjukkan kepada kami jalan untuk menjadi lebih baik. Langkah yang lebih murni dalam niat dan tindakan.
Pesan beliau masih bergema di telinga saya. Pesan yang pernah beliau sampaikan dengan begitu bijaksana. "Pokoke kabarkan sing apik Mas. Beribadahlah dengan dan lewat media Sampean. Podo ae karo dadi yai. Sampean kudu dadi yai-ne informasi."
Pesan ini adalah pengingat, sebuah tugas suci yang beliau titipkan kepada saya, untuk menjadi "yai" dari dunia informasi. Untuk membawa kebaikan melalui media yang kami kelola.
Benar kata Abu Bakar Ash shiddiq, bahwa; "Orang mukhlis adalah mereka yang berbuat baik dengan tulus, bukan karena ingin dipuji." Ini adalah potret dari Kiai Chamzawi. Sosok yang menjalankan kebaikan dengan tulus, tanpa pernah mencari pujian atau pengakuan dari dunia.
Pesan Abadi Sang Kiai
Pikiran langsung berhenti saat saya turun dari kendaraan. Dekapan waktu seolah mengecil saat saya menapaki koridor Klinik UIN Malang. Setiap langkah saya sarat dengan harapan dan doa. Berharap bahwa berita buruk itu hanyalah mimpi.
Namun realitas kerap kali tak seindah impian. Di salah satu ruangan, saya melihat kerumunan keluarga, santri, para pengurus PCNU, sahabat dekat Yai Chamzawi di UIN Malang. Wajah-wajah yang terlihat lesu dan mata yang terasa berat.
Saya masuk ke ruangan itu. Melihat sang Kiai, yang selama ini selalu memancarkan cahaya dan semangat, kini terbaring lemah dengan beberapa dokter berusaha membaca jantungnya.
Meski demikian, aura kedamaian masih melingkupi wajah beliau. Bahkan dalam keadaan seperti ini, beliau tetap menjadi sumber ketenangan bagi banyak orang di sekelilingnya.
Kembali pikiran melayang. Sambil terus menatap beliau seperti orang tidur pulas namun jantung terus dipacu, kenangan bersama beliau pun muncul lagi.
Bagaimana beliau selalu hadir di acara puncak HUT TIMES Indonesia setiap tahun. Bagaimana beliau dengan penuh kesabaran memberikan petunjuk dan nasihat kepada kami semua. Suaranya yang lembut dan penuh hikmah selalu menjadi sumber inspirasi bagi kami.
Beliau selalu mengingatkan kami tentang pentingnya kesabaran dan tulus dalam menjalani hidup. "Dunia ini penuh ujian," kata beliau suatu ketika. "Tetapi dengan kesabaran dan keyakinan, kita akan menemukan jalan yang benar," sambung beliau.
Kiai Chamzawi juga selalu mengajarkan kami untuk tidak membedakan antara orang. "Setiap orang memiliki nilai di mata Allah," ujarnya. "Kita harus memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan kasih sayang."
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Suara Gus Is membuyarkan lamunan saya. Beliau telah kapundhut. Tangis kami pecah.
MasyaAllah! Kehilangan Kiai Chamzawi memang sangat menguras air mata. Namun kami tahu bahwa beliau telah pergi ke tempat yang lebih baik. Tempat di mana beliau akan mendapatkan kebahagiaan abadi.
Ketika seseorang meninggalkan dunia, bukan harta atau kekayaannya yang akan diingat, tetapi kebaikan dan pengaruh positif yang telah diberikannya kepada dunia. Itu adalah gambaran sempurna dari Kiai Chamzawi. Seorang ulama yang hidupnya adalah cerminan dari kebaikan dan kesabaran.
Dalam gemuruh air mata, saya merenung. Merenung tentang betapa berharganya setiap momen yang kami habiskan bersama beliau. Tentang betapa pentingnya menghargai waktu dan orang-orang yang kita cintai. Tentang bagaimana kehidupan ini begitu singkat. Dan, bagaimana kita harus selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam setiap kesempatan yang kita miliki.
Seiring berjalannya waktu, kenangan tentang Kiai Chamzawi akan terus hidup dalam hati kami. Meskipun beliau sudah tiada, namun semangat dan ajarannya akan terus menginspirasi kami. Menjadi sumber kekuatan dan penerang dalam perjalanan hidup kami. Dan dengan itu, kami tahu bahwa Kiai Chamzawi akan selalu bersama kami, membimbing kami melalui setiap langkah dan tantangan yang akan datang.
Melanjutkan Perjuangan
Kantor NU Jl Hasyim Asy'ari 21 sepeninggal Kiai. Pagi yang sunyi. Kota Malang terasa berbeda. Hilang salah satu pilar keagamaannya.
Sebuah kehilangan yang mendalam. Tapi, seperti beliau ajarkan, kita harus kuat. Melanjutkan perjuangan. Dengan keikhlasan.
Satu hari setelah Kantor PCNU Jl Hasyim Asy'ari 21 ditinggal Kiai Chamzawi, suasana masih terasa haru.
Saya melangkah masuk. Mengamati sejenak. Banyak wajah yang familiar di sana. Ada pengurus NU dan pegawai harian. Wajah-wajah yang juga pernah mendengar nasihat beliau. Bersama, kita merasakan kehilangan.
Mata saya menangkap sebuah foto. Foto beliau masih segar. Hidup! Ekspresinya tenang. Penuh harapan. Penuh semangat. Foto yang seolah berbisik: "Lanjutkan perjuanganku."
Tiba saatnya berdoa. Doa bersama. Setiap kata penuh makna. Memohonkan tempat terbaik untuk beliau. Agar amal baiknya diterima. Agar kita diberi kekuatan.
Berita wafatnya tersebar cepat. Media sosial dibanjiri ucapan duka. Setiap orang memiliki cerita. Cerita bersama Kiai Chamzawi. Cerita yang menginspirasi.
Banyak yang berkata, "Beliau adalah cahaya." Ada yang bilang, "Penuntun dalam kegelapan."
Semua sepakat: beliau adalah sosok istimewa.
Tiba-tiba, sebuah pesan lama muncul di pikiran saya. Pesan dari beliau: "Jadi yai-ne informasi." Simpel. Mendalam. Tugas yang harus dilanjutkan.
Seiring hari berlalu, kita mulai menyadari. Bukan tentang berapa lama kita hidup. Tapi seberapa dalam kita memberi makna.
Kiai Chamzawi telah memberikan makna. Kini, giliran kita.
Hidup berlanjut. Dengan harapan baru. Dengan semangat baru. Terinspirasi oleh sang Kiai. Kiai Chamzawi, takkan pernah terlupakan.
Sugeng tindak guru, sahabat, Kiai, dan panutan kami. Surga tempat Panjenengan. Alfatihah! (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |