Survey CoreLogic: Harga Hunian di Sydney dan Melbourne Diprediksi Tumbuh
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Head of Consumer Researcher Finder, Graham Cooke, mengungkapkan hasil survey termutakhirnya atas 40 ekonom dan ahli yang dilakukan bersama-sama dengan CoreLogic. Hasil survey tersebut mengungkapkan bahwa kota Sydney dan Melbourne di Australia yang saat ini mengalami lock down akan mengalami kenaikan harga properti masing-masing sebesar 8 dan 9 persen dalam 12 bulan ke depan.
“Rata-rata pemilik hunian di Sydney, dengan hanya duduk-duduk dan tidak melakukan apa-apa, menghasilkan lebih dari rata-rata penghasilan rumah tangga di Sydney dalam pendapatan tahunan hanya melalui ekuitas rumah mereka,” kata Graham Cooke, Senin (20/9/2021).
Advertisement
Finder sendiri adalah sebuah situs perbandingan yang beroperasi di 83 negara dan memiliki lebih dari 400 karyawan, dengan 9,7 juta pengunjung per bulan di seluruh dunia.
Ini adalah situs perbandingan yang paling banyak dikunjungi di Australia.
Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata harga hunian di Sydney akan tumbuh sebesar AUS$76.619 menjadi AUS$1.070.917 pada Juli 2022.
Dan di Melbourne, mereka akan tumbuh sebesar AUS$64.014 menjadi AUS$817.114.
Sementara di Perth dan Brisbane, harga akan naik sebesar 8%, atau masing-masing sebesar AUS$42.498 dan AUS$47.342.
"Kebijakan lock down sejatinya tidak memiliki banyak pengaruh selama 12 bulan terakhir atau lebih pada harga properti," ungkap Cooke.
Tetapi, tambahnya, pencabutan kebijakan tersebut akan memiliki efek percepatan. Kami telah melihat efek tersebut ketika sektor pinjaman menjadi lepas landas saat lock down dicabut.
“Oleh karena itu, saya berharap kenaikan harga properti yang telah kita lihat akan terus dipercepat ketika lock down yang saat ini masih berlangsung dicabut," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Sales and Marketing Director Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo, mengatakan, hal ini tentu saja berdampak positif terhadap permintaan akan hunian khususnya apartemen dari pasar Indonesia.
Dampak yang ditimbulkan tersebut dapat terlihat dari jumlah inquiries dari pasar Indonesia yang relatif stabil dengan rataan mencapai 100 inquiries setiap bulannya yang kami dapatkan melalui saluran pemasaran secara daring dengan mengoptimalkan platform media sosial”
“Dan ini bukan kali pertama bagi kami bersinggungan dengan teknologi daring karena ketika kami meluncurkan ARTIS di Indonesia, kami mempergunakan fasilitas telewicara virtual untuk berinteraksi dengan para calon konsumen kami," benernya.
Namun ada yang menarik bagi Tyas. Yakni adanya pergeseran tipe pembeli dari pasar Indonesia yang saat ini didominasi oleh owner-occupiers dalam 3 bulan terakhir.
“Pada semester pertama tahun 2021 qualified leads yang kami dapatkan didominasi oleh first time buyers/investors dimana mereka banyak yang tertarik dengan proyek off the plan seperti ARTIS di Melbourne dan Mastery by Crown Group di Sydney," jelasnya.
Sementara pada Juni - September 2021, didominasi oleh owner-occupiers yang lebih banyak tertarik dengan proyek siap huni seperti Waterfall by Crown Group di kota Sydney yang selama ini dikenal sebagai ‘The Greenest Address in Waterloo.
Peningkatan inquiries juga terjadi untuk proyek The Grand Residences Tahap I yang diperkirakan akan rampung pada bulan Oktober 2021.
“Kami melihat hal ini terjadi karena meskipun Australia sedang mengalami lockdown, namun institusi-institusi pendidikan tinggi di Australia sudah bersiap untuk buka kembali, sehingga banyak pembeli yang membutuhkan hunian yang siap huni," kata Tyas.
Suku bunga pinjaman KPA di Australia saat ini juga menjadi salah satu daya tarik bagi pembeli dari Indonesia, yaitu 3,5% - 3,9% per tahun untuk floating rate. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |