Ekonomi

LG Mundur dari Proyek Baterai EV Rp142 Triliun, Indonesia Beralih ke Huayou

Kamis, 24 April 2025 - 14:36 | 10.32k
Logo LG. (ANTARA)
Logo LG. (ANTARA)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah gencarnya upaya Indonesia menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik global, kabar mengejutkan datang dari salah satu proyek strategis nasional. LG Energy Solution (LGES), raksasa baterai asal Korea Selatan, memutuskan mundur dari megaproyek pengembangan baterai kendaraan listrik senilai Rp142 triliun di Indonesia.

Keputusan ini diumumkan secara resmi pada pertengahan April 2025. Padahal, proyek tersebut merupakan bagian dari Indonesia Grand Package—kesepakatan besar yang ditandatangani pada 2020 oleh pemerintah Indonesia dengan sejumlah perusahaan besar dari Korea Selatan, termasuk LGES dan Hyundai Motor Group.

Advertisement

“LG keluar bukan karena mereka tidak ingin investasi, tapi karena ada perhitungan bisnis yang tidak lagi menguntungkan,” ujar Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada wartawan dalam konferensi pers di Jakarta, 22 April lalu.

Menurut Bahlil, LGES tetap akan mempertahankan keterlibatannya dalam proyek HLI Green Power—pabrik baterai hasil kerja sama LGES dan Hyundai yang telah mulai beroperasi di Karawang. Namun, untuk megaproyek hulu-hilir baterai EV di kawasan industri Indonesia Battery Corporation (IBC), LGES menarik diri secara penuh.

Langkah ini sontak memunculkan berbagai spekulasi. Ada yang menyebutnya sebagai bentuk kehati-hatian LG terhadap dinamika regulasi di Indonesia. Ada pula yang menilai mundurnya LG sebagai sinyal melemahnya minat investasi Korea Selatan terhadap proyek hilirisasi nikel Indonesia.

“Ini bukan soal perizinan. Tapi ada perubahan strategi global perusahaan, dan kami menghormatinya,” kata Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Masuknya Pemain Baru dari Tiongkok

Sebagai respons cepat, pemerintah tidak tinggal diam. Dalam kurun seminggu setelah pengumuman LGES, Menteri Bahlil mengumumkan nama baru pengganti: Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd, perusahaan tambang dan pengolah nikel asal Tiongkok.

“Kami tidak bisa menunggu. Huayou masuk untuk menyelamatkan proyek ini. Peletakan batu pertama akan dilakukan sebelum akhir tahun,” ujar Bahlil.

Huayou memang bukan pemain baru. Mereka telah lama memiliki operasi pengolahan nikel di Morowali dan Weda Bay. Masuknya Huayou ke proyek baterai terintegrasi ini sekaligus memperkuat dominasi Tiongkok dalam rantai pasok mineral strategis di Asia Tenggara.

Namun, peralihan ini tak serta merta tanpa kritik. Beberapa pihak mempertanyakan transparansi dan urgensi penggantian investor, serta dampaknya terhadap struktur kepemilikan dan transfer teknologi.

“Yang kita khawatirkan adalah dominasi satu negara dalam industri strategis nasional. Kita harus belajar dari kasus kereta cepat,” kata Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Dinamika di Balik Layar

Proyek baterai EV ini bukan sekadar soal investasi besar. Ia menyangkut kepentingan jangka panjang Indonesia dalam rantai nilai global. Sejak 2020, pemerintah mendorong hilirisasi nikel sebagai andalan baru ekspor, sekaligus batu loncatan untuk industrialisasi energi bersih.

LGES sebenarnya telah menandatangani nota kesepahaman untuk membangun pabrik dari hulu (penambangan dan pemurnian) hingga hilir (produksi baterai) bersama IBC. Nilai investasinya ditaksir mencapai lebih dari US$9 miliar.

Namun sejak 2023, progres proyek ini mulai tersendat. Sumber internal di IBC menyebutkan bahwa LGES keberatan dengan sejumlah regulasi lokal terkait pengolahan limbah dan porsi kepemilikan.

“LG sempat meminta jaminan tambahan terkait insentif pajak dan proses ekspor. Tapi permintaan itu sulit dipenuhi pemerintah karena sudah melampaui koridor hukum nasional,” kata seorang pejabat senior di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang enggan disebut namanya.

Potret Ketahanan Proyek Nasional

Meski LGES mundur, pemerintah menegaskan proyek tetap berjalan. Direktur Utama IBC, Toto Nugroho, menyatakan bahwa semangat hilirisasi tidak akan surut.

“Kami menyayangkan LG mundur, tetapi proyek baterai tetap jalan. Huayou membawa teknologi, dana, dan komitmen jangka panjang,” katanya kepada wartawan dalam acara forum EV nasional di Bandung.

Dari sisi teknis, proyek ini akan terus mencakup kegiatan ekstraksi nikel, pemurnian, pembuatan prekursor dan katoda, hingga perakitan baterai. Kawasan industri di Halmahera dan Batang disebut-sebut sebagai lokasi utama produksi.

Ke Mana Arah Industri EV Indonesia?

Dengan mundurnya LG dan masuknya Huayou, peta industri kendaraan listrik Indonesia pun kembali mengalami pergeseran. Jika sebelumnya proyek EV Indonesia lebih bertumpu pada aliansi Korea Selatan, kini Tiongkok menjadi pemain utama, selain CATL yang lebih dulu menguasai sebagian besar lini produksi.

Apakah ini berdampak positif? “Tergantung bagaimana kita mengelola kontrol negara. Kalau kita hanya jadi penyedia bahan mentah dan tidak menguasai teknologi, ya sama saja,” kata Bhima Yudhistira.

Kekhawatiran tersebut menjadi catatan penting bagi pemerintah. Dalam waktu dekat, Kementerian Perindustrian dijadwalkan menggelar diskusi tertutup dengan akademisi dan praktisi untuk mengevaluasi arah kebijakan industri EV pasca-keluar LGES.

Keputusan LGES mundur dari proyek baterai EV di Indonesia menunjukkan betapa dinamisnya lanskap investasi global. Namun lebih dari itu, kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa membangun industri strategis nasional bukan semata soal menandatangani MoU atau menarik dana asing.

Perlu kejelasan regulasi, transparansi, keberpihakan terhadap kepentingan nasional, serta kemampuan mengelola geopolitik industri.

“Jangan sampai proyek besar ini hanya menjadi tempat berlalu lalangnya investor asing, tanpa meninggalkan transfer teknologi dan nilai tambah yang nyata bagi Indonesia,” ujar Faisal Basri, ekonom senior Universitas Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES