Wisata

Diplomasi Budaya Yadnya Kasada Bromo Menjadi Panggung Pelestarian Tradisi Leluhur

Jumat, 13 Juni 2025 - 15:00 | 11.27k
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dikukuhkan sebagai Warga Kehormatan Suku Tengger. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dikukuhkan sebagai Warga Kehormatan Suku Tengger. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kabut tipis menyelimuti lautan pasir Bromo, ketika suara mantra mengalun lembut dari bibir para dukun adat Tengger. Di tengah lanskap sakral Gunung Bromo, ritual Yadnya Kasada Bromo kembali digelar pada 10–11 Juni 2025. Namun tahun ini, ritual suci itu tidak hanya menandai pengorbanan spiritual masyarakat adat, tetapi juga menegaskan dukungan nyata pemerintah terhadap keberlanjutan budaya lokal.

Melalui rangkaian acara bertajuk "Sembah Kasada Bhumi Hila-Hila Tengger: Seuntai Harapan Masyarakat Bhumi Hila-Hila dalam Yadnya Kasada", Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia tampil langsung sebagai mitra masyarakat adat dalam menjaga dan mengembangkan tradisi.

Advertisement

Budaya-2.jpgSendra Tari Joko Anteng dan Roro Seger di pembukaan Yadnya Kasada Bromo. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)

Hadir dalam prosesi ini antara lain Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Dirjen Perlindungan Kebudayaan Tradisi Restu Gunawan, serta Direktur Bina Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Syamsul Huda.

Kebudayaan Adalah Pilar Ketahanan Bangsa

Kehadiran Fadli Zon tidak sekadar sebagai tamu undangan. Dalam sambutannya di hadapan para dukun adat, pemangku budaya, dan pejabat daerah, ia menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan tengah merancang ulang peta kebijakan budaya nasional dengan menempatkan masyarakat adat sebagai aktor utama.

“Yadnya Kasada ini bukan hanya seremoni adat. Ia adalah living tradition yang merepresentasikan sistem ekologi, ekonomi, dan spiritual masyarakat. Negara tidak boleh hadir setahun sekali, tetapi harus menjadi mitra setiap hari,” kata Fadli Zon di sela-sela prosesi pengukuhan dirinya sebagai warga kehormatan Tengger.

Fadli menekankan tiga pilar utama kebijakan kebudayaan ke depan yang disampaikan langsung kepada para sesepuh Tengger. Kementerian akan mengawal percepatan RUU Masyarakat Adat bersama DPR, dan mendorong skema pengakuan hukum berbasis Peraturan Daerah.

Mulai 2026, Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan Kemendikbudristek untuk menyisipkan kurikulum muatan lokal berbasis budaya adat—termasuk modul Kasada sebagai pembelajaran lintas nilai.

Fadli berkomitmen mengalokasikan porsi lebih besar dari Dana Indonesiana untuk mendukung kegiatan tahunan budaya asli seperti Kasada, serta pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis adat.

“Kita jangan malu belajar dari masyarakat adat. Mereka sudah lama hidup selaras dengan alam, pangan, dan sesama. Inilah ilmu yang tidak diajarkan di ruang kelas,” ujar Fadli, yang juga dikenal sebagai budayawan dan peneliti sejarah nusantara.

Budaya Adat Masuk Prioritas Strategis Nasional

Menurut data Kementerian Kebudayaan tahun 2024, hanya 32% masyarakat adat di Indonesia yang telah mendapatkan pengakuan formal melalui SK Bupati/Wali Kota atau Perda. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang menerima alokasi dana langsung untuk kegiatan budaya tahunan.

“Kasada adalah contoh sukses bagaimana budaya adat bisa hidup dan menghidupi. Tapi tidak semua komunitas punya akses seperti Tengger. Inilah tugas kami, agar semua bisa berdiri sama tinggi,” tegas Fadli Zon.

Ia juga mengumumkan bahwa mulai 2025, pemerintah pusat akan membuka skema Hibah Adat Nusantara, dana insentif bagi komunitas adat yang konsisten menjaga tradisi, lingkungan, dan nilai lokal.

Di sisi lain, sebanyak 78 komunitas adat kini telah terdaftar dalam program Basis Data Kebudayaan Nasional. Pemerintah menargetkan angka ini naik menjadi 150 komunitas hingga akhir 2026.

Pelestarian yang Diinstitusikan

Direktorat Bina Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat serta Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan Tradisi berperan penting dalam mewadahi kegiatan adat tersebut. Dukungan mereka diwujudkan dalam beragam agenda, mulai dari Pameran Pangan Lokal dan Kuliner Tradisional Tengger, Gelar Kesenian Khas Tengger, Dialog Budaya, hingga pengukuhan warga kehormatan masyarakat Tengger kepada tokoh nasional.

Budaya-3.jpgPengukuhan warga kehormatan Suku Tengger dalam pembukaan Yadnya Kasada Bromo. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)

“Kehadiran Menteri Kebudayaan dalam acara ini adalah bentuk nyata dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya dan penguatan peran masyarakat adat di Indonesia, khususnya untuk generasi muda,” ujar Syamsul Huda, usai dikukuhkan sebagai warga kehormatan suku Tengger bersama Fadli Zon.

Menghormati Leluhur, Menguatkan Masa Depan

Upacara Yadnya Kasada memiliki akar sejarah dalam legenda Roro Anteng dan Joko Seger, pasangan leluhur masyarakat Tengger. Pengorbanan putra bungsu mereka, Raden Kusuma, yang dilarung ke kawah Bromo demi kesejahteraan desa, menjadi simbol ketulusan dan pengabdian kepada masyarakat. Hingga kini, masyarakat Tengger melestarikan nilai tersebut melalui larung sesaji ke kawah Gunung Bromo setiap tahun.

“Ritual Yadnya Kasada melambangkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Masyarakat melarung hasil bumi dan ternak sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa—atau bagi Suku Tengger, disebut Hong Pukulun,” jelas Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam pidatonya, Selasa (10/6/2025).

Lebih dari itu, Fadli menambahkan bahwa Yadnya Kasada juga menjadi ruang ekspresi spiritual dan sosial, termasuk dalam mendorong ketahanan pangan dan semangat berbagi.

“Ini bukan sekadar adat, tapi juga ajang solidaritas sosial. Hasil bumi yang dilibatkan melambangkan harapan atas panen yang subur dan kehidupan yang seimbang,” imbuhnya.

Pengakuan Adat dan Rekomendasi Konferensi 2024

Prosesi Sembah Kasada Bhumi Hila-Hila Tengger juga menjadi panggung penting untuk menindaklanjuti hasil Konferensi Dukun Pandita 2024, yang menghasilkan tiga rekomendasi utama. Mulai dari Pengakuan dan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat Tengger. Pelibatan aktif masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi dan pariwisata di Bromo, dan Fasilitasi program pemajuan budaya dari kementerian dan dinas terkait.

Bupati Probolinggo, H. Mohammad Haris, yang juga turut dikukuhkan sebagai warga kehormatan Tengger, menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Probolinggo telah menyiapkan berbagai instrumen hukum untuk mendukung rekomendasi tersebut.

“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat adat tidak sekadar menjadi ornamen budaya, tetapi pelaku utama dalam menjaga dan mengembangkan identitas mereka,” tegas Haris.

Langkah tersebut diselaraskan dengan pendekatan ekowisata dan konservasi berbasis kearifan lokal yang kini menjadi prioritas dalam pembangunan kawasan Bromo.

Spiritualitas, Ekologi, dan Ketahanan Pangan

Menurut Fadli Zon, Yadnya Kasada tidak dapat dilepaskan dari konteks ketahanan pangan lokal. Hasil pertanian Tengger, seperti jagung, kentang, dan aneka sayuran, selain menjadi persembahan spiritual, juga menopang perekonomian lokal.

“Tradisi ini juga menjadi instrumen untuk menjaga ketahanan pangan dan memastikan keberlanjutan ekologis. Melalui Kasada dan tradisi lainnya seperti Unan-Unan, Entas-Entas, dan Karo, masyarakat Tengger merawat filosofi hidup yang terhubung antara manusia, alam, dan Tuhan,” pungkasnya.

Tradisi Sebagai Pilar Peradaban

Fadli Zon mengingatkan bahwa tanpa intervensi nyata, banyak budaya adat akan tinggal nama. “Tahun lalu, kita kehilangan 3 ritual adat karena tidak ada regenerasi dan dukungan. Jika kita diam, kita akan kehilangan lebih banyak,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh hanya hadir saat festival, tetapi juga harus memastikan ada regenerasi pelaku budaya (pandita, dukun adat, seniman lokal), ada alokasi dana tahunan untuk komunitas adat, dan ada lembaga adat yang dilibatkan dalam pembangunan desa dan pariwisata.

Di akhir kunjungannya, Fadli menyebut bahwa Kasada harus menjadi model nasional: “Di sinilah Indonesia lahir setiap tahun. Kita harus belajar bahwa kekuatan bangsa bukan di gedung tinggi, tapi di desa-desa yang menjaga nilai-nilai ini sejak zaman leluhur.

Dari tengah Lautan Pasir Bromo, suara gamelan mengalun, mengiringi prosesi larung sesaji di bawah langit malam. Yadnya Kasada tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga mengingatkan kita bahwa masa depan kebudayaan Indonesia bergantung pada kolaborasi antara negara dan masyarakat adat.

Dalam sinergi itu, Bromo bukan lagi sekadar destinasi wisata alam, tetapi altar kebangsaan, tempat di mana spiritualitas, pelestarian, dan kebijakan budaya berjalan seiring. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES