Jutaan Sarjana Muslim Belum Paham Ibadah Shalat, Gus Nasrul Buka Suara

TIMESINDONESIA, PACITAN – Di tengah gemerlapnya dunia pendidikan tinggi Indonesia, terdapat satu realita yang amat memprihatinkan. Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, masih banyak sarjana, calon sarjana Muslim, dan para dosen ternyata belum memahami tata cara shalat dengan benar.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu), Dr KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA, dalam khutbah Jumat di Masjid Agung Baitul Makmur, Kabupaten Jepara, pada 9 Agustus 2024.
Advertisement
"Contoh kecilnya di kampus-kampus, kita sering menemukan pemandangan yang sangat memprihatinkan. Banyak sarjana, dosen, dan mahasiswa yang belum mengerti betul syarat dan rukun dalam salat," ujar Gus Nasrul, yang juga merupakan doktor Maqashid Syariah lulusan Universitas Al-Qurawiyin Maroko.
Gus Nasrul menyebutkan, bahwa masih banyak dari mereka tidak mengetahui cara rukuk, sujud, dan takbiratul ihram yang benar. Banyak juga kasus mahasiswa yang berambut gondrong, saat sujud semua, dahinya tertutup rambut.
"Maka tidak syah sujudnya," tegas kiai yang juga penasehat TKN Prabowo - Gibran saat Pilpres 2024 itu.
Dia mencontohkan, banyak dosen perempuan dan mahasiswi yang tidak mengenakan mukena saat shalat, melainkan hanya memakai pakaian kuliah seperti celana setengah betis, atau rok, dan tanpa kaos kaki, secara otomatis kelihatkan betis kaki hingga pergelangan tangannya.
"Padahal, itu merupakan bagian dari aurat yang harus ditutupi. Jika aurat terbuka, otomatis shalatnya tidak sah," lanjut Gus Nasrul, yang juga merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri itu.
Gus Nasrul juga menyoroti bagaimana banyak mahasiswa dan mahasiswi yang saat shalat mengenakan pakaian ketat, sehingga ketika rukuk atau sujud, sebagian aurat mereka seperti bagian pinggang belakang atau bahkan pantatnya terbuka.
"Ini adalah hal-hal kecil yang sering terabaikan, namun sangat penting dalam menentukan sah atau tidaknya salat," tegas Gus Nasrul doktor Maqashid Syariah Summa Cumlaude alumnus Universitas Al-Qurawiyin Maroko.
Selain permasalahan dalam shalat, Gus Nasrul juga mengungkapkan keprihatinannya terkait pemahaman tentang fikih haid, nifas, dan istihadhah di kalangan mahasiswi.
Menurutnya, banyak mahasiswi yang belum bisa membedakan antara darah haid dan darah istihadhah, terutama ketika darah haid terputus-putus.
"Padahal, perbedaan ini sangat penting karena berkaitan dengan kewajiban atau tidaknya seorang Muslimah untuk shalat," jelas Gus Nasrul, yang juga menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Jawa Tengah.
Lebih jauh, Gus Nasrul menegaskan bahwa meskipun seseorang tidak harus menjadi ahli agama, setiap Muslim wajib mempelajari dasar-dasar ibadah, utamanya tata cara wudhu, salat, puasa, dan ibadah lainnya.
"Kita diperbolehkan bercita-cita menjadi ahli di bidang apapun, entah itu teknik, kedokteran, atau arsitektur. Namun, yang terpenting adalah harus menguasai bekal pokok dalam beribadah kepada Allah SWT," tutur Gus Nasrul, yang juga Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antar Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti rendahnya kemampuan membaca Al-Fatihah dengan tajwid yang benar di kalangan sarjana Muslim. "Padahal, membaca Al-Fatihah dengan tajwid yang benar adalah salah satu syarat sahnya salat," tambah Gus Nasrul yang juga aktif sebagai penceramah berbagai provinsi di Indonesia itu.
Fenomena ini, ditegaskan Gus Nasrul, tidak hanya terjadi di perguruan tinggi umum, tetapi juga di perguruan tinggi Islam. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, ini adalah musibah besar bagi bangsa kita," ujarnya dengan nada prihatin.
Di samping itu, Gus Nasrul pun mengajak seluruh umat Muslim, khususnya para orang tua, untuk lebih memperhatikan ibadah anak-anak mereka.
"Kita harus membimbing dan mengarahkan generasi muda kita agar tidak hanya unggul dalam skill kerja, tetapi juga dalam beribadah kepada Allah SWT, sebagai bekal hidup kekal di akhirat," pungkasnya.
Pesan yang disampaikan oleh Gus Nasrul ini menjadi pengingat bahwa pendidikan tinggi bukan hanya tentang mengasah kecerdasan intelektual, tetapi juga tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati dan kekal di akhirat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |