Ringannya Berpuasa Bagi orang yang Beriman

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Puasa sering dianggap sebagai ibadah yang berat, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Tidak semua orang menyambutnya dengan bahagia karena harus menahan lapar, dahaga, dan berbagai hal yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala puasa. Namun, Al-Qur’an, dengan keindahan balaghahnya, justru menghadirkan kewajiban puasa dengan cara yang terasa ringan dan penuh ketenangan.
Allah SWT berfirman: یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Advertisement
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Dalam ayat ini, ada beberapa pilihan kata yang membuat kewajiban puasa terasa ringan secara psikologis. Pertama, penggunaan kata "kutiba" (كُتِبَ), yang berarti "diwajibkan", berasal dari akar kata "kataba" (كتب) yang berarti "menulis". Secara balaghah, penggunaan kata ini lebih lembut dibandingkan kata "wujiba (وُجِبَ), "furida" (فُرِضَ), atau "ulzima" (أُلْزِمَ) yang terasa lebih tegas dan berat. Penggunaan fi'il "madhi" "majhūl" (kata kerja lampau dalam bentuk pasif) dalam kata "kutiba" juga membuat ayat ini terdengar lebih menenangkan, seolah kewajiban itu telah ditetapkan dengan penuh kelembutan.
Kedua, susunan ayat ini juga memberikan efek psikologis yang menarik. Kata "‘alaykum" (عَلَیۡكُم) didahulukan sebelum "as-shiyām" (الصِّیَام), sehingga pembaca atau pendengar merasa dipanggil secara langsung dengan penuh perhatian sebelum disebutkan perintah puasanya. Menurut pakar balaghah, seperti Yusuf Alyawi, susunan ini membuat kewajiban terasa lebih ringan.
Ketiga, Ayat ""كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبْلِكُم" ("sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu") menunjukkan bahwa puasa bukanlah beban yang hanya diberikan kepada umat Islam, tetapi juga kepada umat-umat sebelumnya. Hal ini menghilangkan perasaan berat, karena manusia cenderung merasa lebih ringan ketika mengetahui bahwa beban yang mereka pikul juga dipikul oleh orang lain.
Terakhir, ayat ini ditutup dengan harapan yang menggembirakan: "لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ" ("agar kamu bertakwa"). Penggunaan kata "la‘alla" (لعل) yang bermakna harapan memberikan motivasi bahwa puasa bukanlah sekadar kewajiban, tetapi jalan menuju ketakwaan yang mulia. Ketika seseorang memiliki harapan akan manfaat besar dari suatu ibadah, maka pelaksanaannya akan terasa lebih ringan dan menyenangkan.
Demikianlah keindahan uslūb balāghī dalam ayat ini. Al-Qur’an bukan hanya memberikan perintah, tetapi juga menyampaikan pesan dengan cara yang memudahkan dan menenangkan hati. Puasa, yang mungkin awalnya terasa berat, dalam perspektif Al-Qur’an menjadi ibadah yang ringan dan penuh berkah.
Wallahu A‘lam.
*) Penulis adalah Dr KH Halimi Zuhdy, Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun Malang, ketua RMI PCNU Kota Malang, dosen UIN Malang.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |