Kopi TIMES

1 Abad Nu; Refleksi Gerakan Mendigdayakan Nahdliyin

Rabu, 01 Februari 2023 - 15:03 | 125.85k
Mushafi Miftah, Aktivis dan Kader Muda NU Jawa Timur dan Pengajar di Universitas Nurul Jadid, Paiton
Mushafi Miftah, Aktivis dan Kader Muda NU Jawa Timur dan Pengajar di Universitas Nurul Jadid, Paiton
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tepat pada tanggal 7 Februari 2023 atau 16 Rajab 1944 H organisasi kemasyarakat terbesar di Indonesia dan dunia, Nahdlatul Ulama (NU) telah memasuki usia yang ke 100 tahun atau satu abad menurut hitungan kalender hijriyah. Sedangkan menurut hitungan kalender Masehi, usia NU baru 97 tahun.  Di usianya yang sudah sangat senja itu, hidmat NU masih konsisten pada agama, bangsa dan negara. Artinya, NU sebagai jamíyah diniyah dan ijtimaíyah tetap eksis dalam mentransformasikan nilai-nilai agama dan faham ahlussunnah wal jamaah.

Peran NU sebagai organisasi keagamaan, terbilang sukses. Bahkan, sejak lahirnya pada tahun 1926, hingga saat ini anggota NU sudah mencapai 50 % dari umat Islam yang ada di Indonesia. Gerakan NU di bidang keagamaan (diniyah) sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh seluruh elemen bangsa. Dalam rentang waktu 100 tahun, NU telah banyak memberikan kontribusi positif bagi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Bahkan, kemerdekaan Indonesia dan lahirnya Pancasila sebagai asas tunggal dan UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dari peran NU.

Advertisement

Akan tetapi keberhasilan NU dalam menjaga keutuhan Indonesia dan gerakan di bidang keagamaan, tidak berbanding lurus dengan keberhasilannya dalam membangun sosial ekonomi yang beroreintasi pada kualitas hidup warga nahdliyin. Padahal dalam strukturnya, NU telah dilengkapi dengan perangkat atau lembaga-lembaga yang bertugas menangani masalah-masalah sosial ekonomi dan politik. Akan tetapi dalam realitasnya, warga NU selalu kalah aspek sosial, ekonomi dan politik. Bahkan, di era digital ini, NU juga tampak kelabakan menghadapi derasnya arus digitalisasi.

Realitas Warga Nahdliyin

Semua pakar mengakui bahwa salah satu kelemahan NU, adalah di bidang sosial ekonomi. Hal ini terlihat dari realitas sosial ekonomi dan Sumberd Daya Manusia (SDM) warga NU (Nahdliyin) yang berada di pinggiran kota atau pedesaan. Umumnya, ekonomi mereka menengah ke bawah. Bahkan, bukan hanya warga NU-nya yang lemah secara ekonomi tapi pengurus NU, terutama yang berada di tingkat Majelis Wakil Cabang (MWC) ataupun Ranting. Realitas ini hampir terjadi dan dialami mayoritas Nahdliyin di Indonesia.

Dalam pengamatan saya, fenomena itu terjadi karena selama ini program-program NU banyak beroreintasi pada wilayah keagamaan dan sosial politik yang bersifat seremonial, sedangkan sosial ekonomi dan peningkatan SDM cenderung mendapatkan porsi yang relatif kecil. Padahal jika kita melihat semangat awal berdirinya NU ialah diinspirasi oleh tiga harakah atau gerakan yaitu; Nahdlatul Wathan (Gerakan Cinta Tanah air), Tashwirul Afkar (Gerakan Intelektual dan Pemikiran) dan Nahdlatut Tujjar (Gerakan Ekonomi).

Namun demikian, implmentasi tiga pondasi utama berdirinya NU tersebut tidak berjalan secara seimbang, yang dominan justru kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial dengan dana yang besar. Sementara di bidang pembedayaan atau peningkatan kualitas hidup warga nahdliyin cenderung terabaikan.  Sehingga, kondisi sosial ekonomi dan SDM warga nahdliyin masih rendah walaupun usia NU sudah memasuki satu abad. Keterbelakangan dan kemiskinan masih tetap menjadi identitas nahdliyin.

Secara kuantitas, NU memang termasuk organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia ataupun dunia. NU tidak hanya ada di Indonesia, tapi juga memiliki cabang di berbagai negara. Ini menunjukkan bahwa NU merupakan organisasi yang tidak hanya bersifat nasional tapi juga berlevel internasional. Namun, ironisnya kebesaran nama NU ini tidak disertai dengan kualitas hidup warganya atau nahdliyin. Kemiskinan dan keterbelakangan masih menyeliputi warga NU, terutama yang berada di pinggiran kota atau desa.

Refleksi Gerakan

Semangat ber-NU warga Nahdliyin di pinggiran Kota memang tidak bisa diukur dengan materi. Mereka selalu antusias dalam menyambut event-event NU walaupun berada dalam keterbatasan ekonomi. Bahkan, mereka rela dan ikhlas iuran baik berupa materi dan tenaga dalam setiap acara-acara NU. Salah satu contoh, para pengurus MWC dan Ranting NU, rela iuran untuk menyewa Bus agar bisa hadir ke acara satu abad NU di Stadion Delta Sidoarjo. Akan tetapi pointnya, bukan itu, NU sudah berusia satu abad, pilihannya ada dua membiarkan warga NU dalam keterbelakangan dan kemiskinannya atau keluar dari keterbelakangan menuju warga NU yang berkembang dan sejahtera?

Jika pilihannya keluar dari keterbelakangan dan kemiskinan itu, maka saat ini adalah momentumnya.  Menyongsong atau menyambut abad kedua NU, diperlukan sebuah refleksi gerakan. Kondisi sosial ekonomi dan SDM nahdliyin yang berada di akar rumput harus menjadi perhatian serius pengurus NU. Warga NU yang umumnya dari kalangan petani, buruh tani, buruh pabrik dan pedagang-pedagang kecil harus menjadi konsen NU dalam program pembedayaan sosial ekonomi dan SDM nahdliyin. Begitu juga dengan pengurus NU di tingkat bawah yang masih lemah secara ekonomi.

Tagline “mendigdayakan NU, menjemput abad kedua menuju kebangkitan baru” dalam satu abad NU ini harus menjadi semangat kearah pembenahan NU secara komprehensif. Artinya, NU boleh hanya besar secara kuantitas tapi juga digdaya dan kehidupan nahdliyin kualitas. Sudah saatnya NU meminimalisir kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial, seperti apel, kirab, jalan sehat dan lain sebagainya dan diganti dengan program-program yang dapat mengangkat derajat dan kualitas hidup nahdliyin.

Jika sosial ekonomi dan SDM nahdliyin kuat, akan semakin memperkuat gerakan kebangsaan dan keagamaan NU yang mejadi arus utama gerakan NU. Sebaliknya, jika ekonomi dan SDM nahdliyi lemah, akan mudah tergadaikan dengan ideologi lain. Ketika ideologi NU tergadaikan maka eksistensi NU pun juga terancam.

Oleh karena itu, dalam memasuki abad kedua ini, NU perlu merumuskan blu print atau rencana strategis (Renstra) pemberdayaan Nahdliyin di bidang sosial ekonomi dan SDM yang mencover kepentingan Nahdliyin yang ada di pedesaan. Agar program-program NU bidang sosial ekonomi dan SDM tepat sasaran dan dirasakan oleh nahdliyin. Sehingga kedepan NU tidak hanya besar dan digdaya secara organisatoris tapi juga kehidupan Nahdliyin-nya berkualitas. Wallahu A’lam.

 

*) Mushafi Miftah, Aktivis dan Kader Muda NU Jawa Timur dan Pengajar di Universitas Nurul Jadid, Paiton

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES