Desain Arsitektur Bangunan Jangan Sampai Abaikan Kelestarian Lingkungan

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Seorang arsitek memiliki tanggung jawab besar untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan atas desain arsitektur sebuah bangunan yang dibuatnya. Desain bangunan yang tak peka dan tak ramah lingkungan, turut menjadi ‘dosa’ sang arsitek yang menjadikan karya itu tak pantas diterapkan karena mengancam masa depan lingkungan.
“Desain bangunan yang menjadi persoalan saat ini salah satunya seringkali sangat minim resapan tanah, sehingga air yang menetes selalu mencari jalannya di permukaan dan mengakibatkan banjir,” kata Syarifah Ismailiah Alatas, ketua Panitia Seminar Karya Pameran Arsitektur Indonesia (Sakapari) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta 2019 di Auditorium FTSP UII Jalan Kaliurang KM 14 Sleman Yogyakarta, Sabtu (26/1/2019).
Advertisement
Menurut Syarifah, yang menjadi pekerjaan rumah bersama bagi para arsitektur adalah menjaga lingkungan ke depan. Misalnya bagaimana membuat arsitektur yang minim tapak. Baik untuk rumah berbiaya murah ataupun mahal.
“Minim tapak artinya meminimalisir kerusakan di alam itu, tidak menutupi semua permukaan tanah,” tambah dosen arsitek UII ini di sela dialog ArchitecTalk #8 yang digelar sebagai pembuka rangkaian pekan Sakapari UII 2019.
Syarifah mengatakan selama kurun waktu 2018, setidaknya ada empat peristiwa kerusakan alam yang terkait dengan arsitektural yang tak ramah lingkungan.
“Bencana itu mau tak mau juga karena ‘kelalaian’ arsitek, jadi talkshow ini sebagai otokritik bagi kalangan arsitek, sudah melakukan desain yang benar atau belum,” papar Syarifah.
Pekan Sakapari 2019 yang digagas Program Studi Arsitektur UII dan Ikatan Aristek Indonesia (IAI) dihadiri sedikitnya 250 peserta. Mereka berasal dari kalangan arsitektur, baik mahasiswa dan akademisi berbagai daerah. Yang terjauh berasal dari Makasar dan Jakarta.
“Para peserta ini kami ajak untuk berfokus menyoroti tentang ‘Sustainability in Architecture’ atau arsitektur yang berkelanjutan atau lestari,” papar Syarifah.
Salah satu narasumber yang dihadirkan yakni aristek kenamaan Yu Sing yang merupakan arsitek yang mendedikasikan ilmu dan keterampilannya murni untuk dunia arsitektur, tidak mengkotak-kotakkannya berdasarkan status ekonomi.
“Pak Yu Sing selama ini dikenal sebagai arsitek yang turut memperhatikan kelestarian lingkungan, yang seminimal mungkin tapak, tapakan bangunan sesedikit mungkin menutupi tanah untuk resapan air,” kata Syarifah.
Yu Sing telah menorehkan berbagai karya arsitektur, termasuk rumah murah, yang telah mendapat berbagai penghargaan. Karya Yu Sing sebagai ‘Arsitek Rumah Murah’ telah dikenal di berbagai wilayah Indonesia di Jawa, Kalimantan, hingga Papua. Harga rumah yang dibangunnya di bawah Rp 300 juta dan jika anggaran membangunnya kurang dari Rp 25 juta, Yu Sing akan menggratiskan jasa arsitekturnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : TIMES Yogyakarta |