Peristiwa Daerah

PMII Pacitan Desak Perbaikan Ekosistem Perikanan, Soroti Dominasi Tengkulak

Kamis, 01 Mei 2025 - 18:15 | 9.46k
PMII Pacitan saat bergerak menggeruduk kantor Dinas Perikanan setempat di Hari Buruh 2025. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
PMII Pacitan saat bergerak menggeruduk kantor Dinas Perikanan setempat di Hari Buruh 2025. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITAN – Puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Pacitan atau PMII Pacitan menggelar aksi audiensi di Kantor Dinas Perikanan, Kamis (1/5/2925), bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional. 

PMII menyampaikan sembilan tuntutan mendesak terkait persoalan akut yang membelit nelayan di Pacitan.

Advertisement

Ketua PMII Pacitan, Al Ahmadi, menyebut bahwa ribuan nelayan di wilayah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kabupaten Pacitan selama ini terjebak dalam sistem yang eksploitatif. Pemerintah daerah dinilai membiarkan kondisi tersebut tanpa intervensi nyata.

“Alih-alih membangun kemandirian ekonomi nelayan, pemerintah justru membiarkan ekosistem pasar ikan dikuasai jaringan tengkulak,” tegas Al Ahmadi dalam forum.

Menurutnya, nelayan kecil selama ini tidak punya pilihan selain menjual hasil tangkapan ke tengkulak, karena telah lebih dulu berutang biaya operasional.

 Akibatnya, harga ikan sepenuhnya dikendalikan tengkulak, sementara kehadiran pemerintah untuk menstabilkan harga dinilai nyaris tidak ada.

PMII juga menyoroti minimnya infrastruktur pendukung seperti cold storage di TPI. Akibat ketiadaan fasilitas penyimpanan dingin, saat musim tangkap melimpah, nelayan terpaksa menjual ikan dengan harga murah karena takut cepat membusuk.

“Pacitan sebagai salah satu penghasil ikan laut terbesar kedua di Jawa Timur seharusnya punya strategi untuk menjaga stabilitas harga. Tapi ini tidak tampak,” ujar Al Ahmadi.

PMII-Pacitan-a.jpg

Sistem lelang di TPI juga dinilai hanya simbolik. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan tidak benar-benar dilelang secara terbuka, melainkan langsung diangkut oleh pembeli besar tanpa transparansi harga dan tanpa pencatatan resmi. Hal ini membuka celah terjadinya kebocoran retribusi daerah.

PMII juga mengangkat isu penangkapan benih lobster (benur) yang dinilai penuh permainan oknum dan tidak transparan. Meski benur ditangkap oleh nelayan kecil, keuntungan justru dinikmati pemodal besar. Proses retribusi pun tidak jelas dan rentan manipulasi.

“Komoditas bernilai tinggi seperti benur tidak boleh dibiarkan jadi ajang permainan. Pemerintah harus hadir mengatur dan menertibkan,” imbuhnya.

Selain itu, kesenjangan teknologi dan keterbatasan akses informasi juga dianggap memperparah kondisi nelayan. Banyak nelayan lanjut usia tidak mendapatkan informasi cuaca atau harga pasar secara akurat karena belum tersedia sistem informasi terbuka di pelabuhan atau TPI.

PMII menilai pemberdayaan nelayan selama ini masih bersifat seremoni belaka. Padahal, regenerasi pelaku usaha budidaya laut juga masih minim karena tidak adanya pelibatan pemuda.

“Kita butuh anak muda pesisir untuk masuk sektor ini. Kalau tidak, sektor budidaya akan mati pelan-pelan,” tandasnya.

Ironisnya, sebagian besar produk hasil laut dari Pacitan masih dijual mentah ke luar daerah. Proses pengolahan dan hilirisasi justru dilakukan di luar Pacitan. Akibatnya, nilai tambah ekonomi tidak dinikmati masyarakat lokal.

Sembilan Tuntutan Resmi
Dalam forum tersebut, PMII menyampaikan sembilan tuntutan kepada Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan, antara lain:

1. Mengakhiri dominasi tengkulak dan membangun kemandirian ekonomi nelayan.
2. Membangun cold storage di setiap TPI untuk menjaga harga ikan saat panen raya.
3. Mereformasi sistem lelang di TPI agar adil dan transparan.
4. Mencegah pemborosan hasil tangkapan dengan membangun unit pengolahan hasil laut (UPH).
5. Menertibkan dan memperjelas retribusi benur agar tidak jatuh ke tangan oknum.
6. Menyediakan sistem informasi pasar dan cuaca yang mudah diakses nelayan.
7. Memberikan pelatihan teknologi kelautan secara berkelanjutan, bukan seremoni.
8. Melibatkan pemuda dalam sektor budidaya laut untuk regenerasi.
9. Mendorong berdirinya industri pengolahan ikan di desa dan kecamatan sebagai bentuk hilirisasi.

Audiensi ditutup dengan penyerahan dokumen resmi tuntutan kepada Dinas Perikanan. PMII menegaskan akan terus mengawal isu ini hingga ada langkah konkret dari pemerintah daerah.

“Kami tidak akan berhenti sampai ada perubahan nyata. Ini bukan hanya tentang nelayan, tapi tentang masa depan ekonomi pesisir Pacitan,” pungkas Al Ahmadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Pacitan, Bambang Marhendrawan juga tak alergi kritik. Ia menyebut tuntutan PMII sebagai dorongan untuk bekerja lebih baik.

“Terimakasih sahabat-sahabat PMII Pacitan. kritikan ini cambuk bagi kami untuk memperbaiki kinerja ke depannya,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES