Peristiwa Internasional

Donald Trump Sementara Dilarang Injakkan Kaki di Inggris, Ini Penyebabnya

Minggu, 02 Maret 2025 - 18:10 | 15.49k
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy ketika ketika diterima Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. (FOTO: Daily Mail)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy ketika ketika diterima Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. (FOTO: Daily Mail)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Para politisi dan pemimpin militer di Inggris menyerukan untuk sementara Presiden AS, Donald Trump dilarang menginjakkan kakinya di negara mereka.

Seruan itu menyusul omelan Trump yang mempermaluman Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy kepada dunia lewat saluran TV di Washington, Jumat (27/2/2025).

Advertisement

"Tunda pengaturan hingga Presiden Amerima Serikat memberikan jaminan tentang keamanan Ukraina," kata para politisi dan pemimpin militer Inggris.

"Kunjungan kenegaraan Donald Trump ke Inggris harus dibatalkan karena omelannya yang mempermalukan Presiden Zelensky kepada dunia," tambah serangkaian tokoh masyarakat terkemuka tadi malam.

Presiden Trump dan Wakilnya, JD Vance mengeroyok Presiden Ukraina dengan caci maki dan menuduhnya 'berjudi dengan Perang Dunia Ketiga', Jumat kemarin. 

Hal itu terjadi hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri Inggris, Sir Keir Starmer mengundang Donald Trump untuk kunjungan seremonial kedua yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Inggris atas nama Raja Charles.

Namun, seperti dilansir Daily Mail, para politisi dan pemimpin militer Inggris menyerukan agar pengaturan tersebut ditunda hingga Trump memberikan jaminan tentang keamanan Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.

Para ahli kerajaan pun tegas memperingatkan bahwa kunjungan Trump ke Inggris berisiko mempermalukan raja. 

Seorang sumber yang dekat dengan Presiden Trump tadi malam mengatakan, akan sangat tidak bijaksana bagi Inggris untuk membatalkan undangan tersebut. Raja Charles juga bersiap menggelar karpet merah untuk Volodymyr Zelensky di Sandringham hari ini. 

Perdana Menteri Inggris juga menyambut Volodymyr Zelensky dengan pelukan di Downing Street kemarin yang disambut sorak sorai dari publik yang menyaksikan dan berjanji kepadanya bahwa ia mendapat 'dukungan penuh' dari Inggris. 

Perdana Menteri Inggris juga bersiap menerima para pemimpin dari Prancis, Jerman, Italia, serta negara-negara lain pada pertemuan puncak krisis di Lancaster House di London hari ini.

Volodymyr Zelensky sendiri kemarin juga sudah berulangkali menyatakan terimakasihnya kepada Trump atas 'dukungannya' kemarin.

Tetapi Zelenskyy menambahkan dengan tegas, bahwa pihaknya  adalah yang menjalani perang ini di Ukraina. "Ini adalah perjuangan untuk kebebasan kami, untuk kelangsungan hidup kami," tegasnya.

Pemimpin Reformasi Inggris, Nigel Farage, yang juga sekutu Trump, turut mengkritik perilaku Presiden Trump.  "Pertengkaran di Gedung Putih sangat disesalkan dan akan membuat Putin merasa seperti pemenang," katanya.

Kesepakatan damai sangat penting dan Ukraina membutuhkan jaminan keamanan yang tepat.

Raja, yang pertama kali bertemu dengan Zelensky pada tahun 2023 di Istana Buckingham , sebelumnya telah menyatakan dukungannya terhadap Ukraina, dengan mengatakan negara itu telah mengalami 'agresi yang tak terlukiskan' menyusul 'serangan tak beralasan' dari Rusia.

Selama bertengkar di Ruang Oval, Presiden AS dituduh bertindak seperti pengganggu ketika dia mengatakan kepada mitranya dari Ukraina itu untuk menerima kesepakatan dengan Rusia 'atau kami keluar'. 

Kepada Zelenskyy, Donald Trump mengatakan, tidak cukup hanya berterima kasih atas dukungan AS, sebelum ia mengusir Zelenskyy untuk meninggalkan Gedung Putih. 

Setelah menerima undangan kunjungan kenegaraan ke Inggris, Kamis kemarin, Trump mengatakan bahwa itu akan menjadi sebuah 'kehormatan'. Ia berujar  bahwa Charles adalah 'pria yang tampan, pria yang luar biasa'.

Namun menteri dalam negeri bayangan, Alicia Kearns, tadi malam mengatakan: 'Kunjungan kenegaraan seharusnya diberikan kepada sekutu yang paling terhormat, bukan untuk menjilat.' 

"Tidak ada kunjungan kenegaraan yang boleh dilakukan sebelum keteguhan komitmen AS terhadap sekutunya terjamin. Yang Mulia tidak seharusnya menanggung beban kegagalan diplomatik Keir," ujarnya.

Ia menyebut bentrokan di Ruang Oval sebagai 'tontonan yang merendahkan martabat' dan 'perundungan performatif terhadap penonton AS' oleh Trump

"Zelensky itu datang ke Washington untuk berjuang demi kelangsungan hidup rakyatnya, rakyat yang tidak bersalah sedang dibunuh oleh seorang imperialis dan diktator yang biadab," tambahnya.

Namun sumber Trump mengatakan menarik kembali undangan tersebut akan 'sangat tidak bijaksana dengan ancaman kecuali Inggris ingin menghapus semua niat baik yang dihasilkan oleh perjalanan Perdana Menteri Inggris.

Pidato di Gedung Parlemen

Trump menganggap Raja Charles adalah pria yang luar biasa dan sangat menantikan untuk bertemu dengannya dan anggota senior Keluarga Kerajaan lainnya saat ia melakukan perjalanan bersejarahnya.

Selama kunjungan tersebut, rencananya  Trump akan diundang untuk menyampaikan pidato di kedua gedung Parlemen, sebuah kehormatan yang tidak pernah ia dapatkan dalam kunjungan sebelumnya tahun 2019.

Namun tadi malam seorang anggota parlemen meramalkan akan ada 'lautan kursi kosong' sebagai bentuk protes, jika Trump datang.

Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk kunjungan kenegaraan tersebut dan banyak sumber mengatakan kunjungan tersebut harus ditunda sampai Inggris dan AS memiliki pandangan yang sama mengenai Ukraina.

Mantan Menteri Pertahanan Tobias Ellwood, seorang warga negara gabungan Inggris dan Amerika, mengatakan, tidaklah tepat untuk menempatkan Raja dalam posisi menjamu Presiden jika kebijakan luar negeri AS bergeser dari dukungan jangka panjangnya terhadap Ukraina dan menuju keselarasan dengan tujuan keamanan Rusia.

Dickie Arbiter, juru bicara mendiang Ratu Inggris mengatakan, sulit untuk membatalkan undangan kepada sekutu Inggris. "Saya rasa satu-satunya pilihan adalah menunda sampai Pemerintah merasa tepat," katanya.

Mantan kepala MI6, Richard Dearlove, setuju. "Mereka tidak harus segera mengatur kunjungan kenegaraan. Mereka harus membiarkan keadaan tenang dulu," ujarnya. Jika Trump begitu mengagumi keluarga kerajaan, disebutkan masih ada peluang untuk mencoba membangun kembali jembatan.

Mantan pemimpin Partai Konservatif, Michael Howard mengatakan, akan menjadi 'sangat sulit' bagi Raja mengingat perilaku 'memalukan' Donald Trump dan JD  Vance. "Tapi kadang-kadang kita harus melakukan hal-hal yang tidak kita sukai untuk mencoba mendapatkan sesuatu bagi negara kita," katanya.

"Kita harus melihat apakah kita bisa memoderasi perilaku pemerintahan yang mengerikan ini. Kunjungan kenegaraan mungkin merupakan salah satu cara kita bisa memberikan sedikit pengaruh," tambahnya.

Anggota parlemen dari Partai Buruh, George Foulkes mengatakan, kunjungan tersebut harus ditunda setelah perilaku keterlaluan Donald Trump itu  Ia menambahkan,  bahwa hal diplomatik yang harus dilakukan adalah agar Raja mendapati dirinya sibuk selama beberapa bulan ke depan.

Mantan komandan Angkatan Darat, Hamish de Bretton-Gordon, mengatakan, pendekatan Trump dan Vance yang tidak berperasaan, pengecut dan arogan serta sikap mereka yang tampak membahagiakan Putin merupakan masalah besar. 

"Saya yakin Raja tidak akan mau menerima Trump]  yang saat ini tampaknya lebih berpihak pada kejahatan daripada kebaikan," ujarnya.

Namun, pakar konstitusi Sir Vernon Bogdanor mengatakan, pertemuan itu harus tetap dilaksanakan. "Akan menjadi penolakan yang belum pernah terjadi sebelumnya jika membatalkannya dan akan merugikan kepentingan kita," katanya.

Namun kabar terakhir dari kantor Perdana Menteri Inggris tadi malam menegaskan bahwa kunjungan kenegaraan itu akan tetap dilaksanakan meski para politisi dan pemimpin militer meminta jadwal kunjungan Donald Trump ke Inggris itu ditunda sampai ada jaminan keamanan bagi Ukraina yang sedang diinvasi Rusia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES