Pendidikan

Banyak Anak di Banyuwangi Tak Mau Sekolah Akibat Jadi Korban Bullying

Kamis, 06 April 2023 - 16:58 | 303.72k
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani saat menyemangati ML, siswi yang menjadi korban bullying. (Foto: Laila Yasmin/TIMES Indonesia)
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani saat menyemangati ML, siswi yang menjadi korban bullying. (Foto: Laila Yasmin/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Memori kelam akan tragedi yang menimpa bocah yatim yang masih duduk di bangku SD, masih terngiang jelas di benak masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur. Berita duka tersebut sangat mengiris hati bagi siapapun yang mendengarnya.

Si bocah akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya dan meruntuhkan harapan orang tuanya lantaran depresi yang dipicu oleh perilaku bullying dari teman sebayanya. Kasus ini menunjukkan bahwa bullying bukanlah masalah yang dapat diabaikan begitu saja.

Advertisement

Bullying atau tindakan intimidasi terhadap seseorang telah menjadi masalah sosial yang terus menerus menghantui masyarakat. Bullying terjadi di mana saja, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tindakan intimidasi ini dapat berupa penghinaan, ejekan, pengucilan, hingga tindakan kekerasan fisik. Bullying tidak hanya mempengaruhi korban langsung, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik korban.

Sayangnya, seringkali tindakan bullying dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan lucu oleh pelakunya. Padahal, tindakan ini dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental korban. Hal ini juga dapat menghambat proses belajar dan tumbuh kembang anak.

Di Banyuwangi, Jawa Timur, banyak anak yang putus sekolah karena menjadi korban bullying. Mereka merasa takut dan tidak aman di lingkungan sekolah karena sering diintimidasi dan diejek oleh teman sebayanya.

Beberapa anak bahkan mengalami trauma dan mengalami gangguan emosional yang serius. Masalah ini menjadi semakin memprihatinkan karena mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Salah satu kasus yang terjadi di Banyuwangi adalah ML, seorang siswi kelas sembilan di sekolah swasta yang putus sekolah karena kerap menjadi korban bullying. Sudah hampir dua bulan ML absen dari tempat belajar. Ia mengaku tidak percaya diri karena sering diejek oleh teman-temannya.

Hal ini membuat Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, merespon dengan mengunjungi ML di rumahnya yang sederhana untuk memberikan motivasi dan dorongan agar ia dapat kembali ke sekolah.

“Diejek sama teman, malu,” katanya ketika ditanya oleh Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani saat menjenguknya di rumahnya yang sederhana, Kamis (6/4/2023).

“Sudah dua bulan ini, saya tidak kembali ke sekolah,” imbuhnya lirih dengan mata tak berkedip.

Kondisi ekonomi keluarganya yang terhitung pra sejahtera itu, membuatnya minder. Lebih-lebih dengan kondisi kedua orangtuanya yang mengalami sakit. Perpaduan dua hal tersebut, menyebabkannya tak memiliki kepercayaan diri di sekolahnya.

Mendengar pengaduan demikian, Ipuk memotivasi ML untuk terus bersekolah. Bullying yang diterimanya tidak boleh merenggut masa depannya.

“Kalau ada yang nge-bully lagi, laporkan ke guru. Jangan takut. Nanti Pak Guru-nya, saya bilangin agar menjaga kamu,” ungkap Ipuk

Pada kesempatan tersebut, Ipuk juga menyerukan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk bahu-membahu menghentikan perundungan di lingkungan sekolah.

“Stop bullying. Tidak boleh ada lagi perundungan di sekolah. Sekolah harus jadi tempat yang nyaman bagi anak-anak kita untuk belajar,” tegas Ipuk.

Untuk itu, ungkap Ipuk, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi terus memperkuat berbagai program untuk mengikis tiga dosa pendidikan. Mulai dari bullying, kekerasan, hingga intoleransi.

“Kami terus dorong Dinas Pendidikan untuk memperkuat fungsi pendampingan guru melalui program Pojok Curhat di setiap sekolah. Selain itu, juga dilakukan Peran Parenting untuk meningkatkan kesepemahaman antara guru dan wali murid, serta berbagai upaya preventif lainnya,” kata Ipuk.

Selain itu, Banyuwangi juga menyiapkan beragam program pembiayaan pendidikan guna membantu meringankan beban pendidikan. Mulai dari beasiswa kuliah, uang saku dan bantuan transportasi tiap hari untuk pelajar, hingga bantuan biaya hidup untuk pelajar rentan putus sekolah.

Untuk program uang saku, di mana pelajar SD mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA Rp20.000 per hari. Demikian pula bantuan uang transportasi, para pelajar SD mendapatkan Rp10.000 per hari, SMP Rp15.000 per hari, dan SMA Rp20.000 per hari.

“Ini untuk menstimulus anak-anak agar tetap mau sekolah. Terkadang, meskipun biaya pendidikannya telah ditanggung, mereka tetap enggan ke sekolah karena selama di sekolah tidak punya uang saku. Sehingga mereka sulit bersosialisasi dengan teman-temannya. Malu, minder dan kemudian tidak mau sekolah,” jelas Ipuk.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Suratno memastikan bahwa siswi ML tersebut bakal kembali sekolah lagi.

“Kami akan melakukan pendampingan secara intens agar adik ML ini bisa kembali sekolah,” pungkasnya.

Bullying di sekolah adalah masalah yang sering kali diabaikan dan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah terjadi. Padahal, dampak yang ditimbulkan dari bullying sangatlah besar dan berbahaya. Tak hanya mempengaruhi kesehatan mental dan fisik korban, tetapi juga menciptakan lingkungan sekolah yang tidak aman dan tidak nyaman bagi semua siswa. Untuk itu, perlu ada upaya yang lebih serius untuk memerangi bullying di sekolah

Diperlukan kolaborasi antara Pemerintah dan sekolah-sekolah untuk mengatasi masalah bullying di dunia pendidikan. Diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif, mulai dari edukasi tentang pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan, hingga tindakan tegas terhadap pelaku bullying. Para guru dan staf sekolah juga harus dilatih untuk mengenali tanda-tanda bullying dan menangani masalah ini dengan tepat.

Ketika anak-anak tidak mau sekolah karena menjadi korban bullying, hal ini bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan mudah. Diperlukan kerja sama dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua siswa. Hanya dengan upaya bersama, masalah bullying di sekolah bisa diatasi, dan anak-anak dapat belajar dengan tenang dan sejahtera sehingga mereka dapat berkembang secara optimal tanpa ada rasa takut atau khawatir.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES