Wisata

Wisata Lombok di Tengah Gempa: Alhamdulillah, Gili Trawangan Hidup Lagi

Selasa, 11 September 2018 - 23:25 | 234.52k
Gerbang pintu masuk Lombok Utara yang ambruk. (Foto-Foto: Makruf/CoWasJP)
Gerbang pintu masuk Lombok Utara yang ambruk. (Foto-Foto: Makruf/CoWasJP)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MATARAM – Mengunjungi lokasi wisata Lombok pasca gempa memang sempat deg-degan. Namun ternyata semua ketakutan sirna. Berikut catatan ringan Makruf, owner Pena Semesta dan mantan wartawan Radar Surabaya.

***

Advertisement

Senin (10/9) sekitar pukul 09.00 WITA (Waktu Indonesia Tengah), kami meninggalkan Puri Indah Hotel, Subak, Jalan Subak, Kotamadya Mataram, menuju Giri Trawangan. Mobil Elf kami yang disopiri Muhamad Ali, guide merangkap sopir meluncur ke kawasan Lombok Utara yang terparah kena dampak gempa. Bagaimana perjalanan ke pusat gempa? Berikut laporannya:

Mobil kami melaju meninggalkan hotel ke kawasan Lombok Utara. Perjalanan diawali menyusuri jalanan Kodya  Mataram. Dalam perjalanan, di depan RS Siti Hajar, berdiri tenda pengungsi  oranye bertuliskan BNPB. Terus melaju dan melintasi tanah lapang. Setiap tanah lapang di kota ini selalu ada tenda-tenda baik besar maupun kecil.

gilitrawangan.jpg

Kami juga melihat beberapa sekolah yang para siswanya belajar di pelataran dengan mendirikan tenda-tenda. ''Para guru takut terjadi gempa. Para siswanya lebih aman belajar di luar gedung sekolah.'' kata Pak Ali, panggilan Muhamad Ali.

Dan, apakah tenda-tenda di tanah lapang dihuni para pengungsi dari Lombok Utara? ''Tidak. Penghuni  tenda-tenda itu warga kota Mataram sendiri. Mereka takut kejatuhan bangunan rumahnya dan lebih aman tinggal di tenda,'' kata Pak Ali, panggilan guide kami.

Di kawasan kota, juga terlihat ada beberapa hotel terkena dampak gempa. Salah satunya Hotel Golden Palace, Jalan Sriwijaya, Mataram.  Mulai gempa 5 Agustus 2018 sampai sekarang ini, hotel masih meliburkan karyawannya. Hotel yang lebih dari 10 lantai itu gedungnya retak-retak. 

Hotel Aston In juga kena dampak. Tapi hanya retak kecil dan tetap buka. Satu dari empat menara Masjid Islamic Center, masjid terbesar di Lombok,  retak. ''Bila malam hari, hanya satu menara yang lampunya mati. Itu menara yang retak. Menara itu untuk objek wisata. Saya biasa mengajak wisatawan naik menara dan infaqnya 5000 saja,'' kata Pak Ali.

Tsunami Hoax, Motor Dijarah 

Mobil kami akhirnya tiba di Kota Ampenan di ujung Lombok.  Disebut kota ujung Lombok karena kota ini mendekati pantai. ''Di Ampenan ini, warga Lombok dan keturunan Cina hidup rukun di dunia sampai di akherat. Ketika hidup, mereka rukun bertetangga. Ketika meninggal, makamnya juga berjajar rukun. Jadi kalau ada makam Cina, sebelahnya ada makam warga Muslim Lombok,'' ujar Pak Ali.

Ketika gempa 5 Agustus, ada berita terjadi tsunami. Warga Ampenan panik. Mereka segera meninggalkan rumahnya tanpa memikirkan hartanya. ''Padahal berita itu hoax. Akibatnya, banyak motor warga  raib dijarah maling. Ini pelajaran,'' kata Pak Ali. 

laut.jpg

Tak terasa, mobil sudah melintasi JTS (Jembatan Tinggi Sebelah). Masuk wilayah Lombok Barat bagian Utara. Yakni kawasan Senggigi. ''Kawasan Senggigi ini merupakan sentra wisata pantai di Lombok. Di sini banyak club-club malam. Bila malam hari, ramai sekali. Tapi setelah gempa, kondisinya sepi. Karena banyak hotel tutup akibat gempa,'' kata Pak Ali.

Hotel-hotel berbintang terkena  gempa. Salah satunya Sheraton Senggigi. Hotel ini masih tutup, meskipun terlihat para karyawan tetap masuk kerja. Mengapa? Mereka gotong royong membersihkan puing-puing reruntuhan gempa.  

“Tidak semua hotel berbintang tutup. Hotel KIla Senggigi, bintang empat masih buka,'' kata Pak Ali.

Masuk Lombok Utara

Mobil  terus melaju dan memasuki batas akhir wilayah Lombok Barat, setelah  melintasi Katamaran Hotel dan Jeva Klui Hotel. Kedua hotel ini atapnya juga rontok terkena gempa.  Tak lama, mobil Elf kami memasuki wilayah Lombok Utara. Disambut pintu gerbang yang roboh akibat gempa. "Selamat Datang di Kabupaten Lombok Utara.'' 

Memasuki Lombok Utara, sepanjang jalan, di kiri kanan jalan. terlihat rumah-rumah warga hancur. Rata dengan tanah. Banyak tenda berdiri di depan rumah-rumah yang hancur. Sebagian besar rumah itu milik rakyat jelata. Itu dilihat dari struktur bangunan-bangunannya yang kecil. Jalannya semakin menanjak dan sedikit berkelok-kelok.

teluknara.jpg

Di tanah lapang juga banyak tenda berdiri. Di sini juga terlihat banyak relawan stand by di tenda-tenda. ''Hampir semua provinsi di Indonesia mengirimkan relawan dan donatur,'' kata Pak Ali.

Di kawasan Lombok Utara tidak banyak ditemui hotel berkelas seperti kawasan Senggigi. Karena kontur tanahnya berbukit dan jalan menanjak. Itu karena kawasan Lombok Utara berada di kaki Gunung Rinjani. 

''Dan, pantai-pantai di kawasan Utara di Lombok--bukan Gili-- ini pasirnya hitam. Karena lokasinya di kaki gunung itu. Saya sebut Lombok beda dengan Gili. Gili itu di luar Lombok. Istilah Gili dari bahasa Sasak artinya pulau kecil di tengah laut. Kalau di Bali istilahnya Nusa,'' kata Pak Ali. 

Ketika akan tiba di Malimbu, Malaka, Lombok Utara, ada Amars vati Hotel yang  investornya dari India. Hotel itu lebih dari 10 lantai dan akan buka. Karena gempa hotel tersebut tutup. Ada retak-retak di tembok hotel. ''Investornya disebut-sebut Shahrukh Khan, aktor India,” kata Pak Ali. Kami sempat melintasi hotel tersebut.

Tiba di belokan Malimbu, kami berhenti sebentar dan berfoto di depan papan nama Malaka. Di jalan itu, ketika saya cek memang tepian jalan ada retakan-retakan memanjang akibat gempa. Dulu sebelum gempa, kawasan ini ramai. Banyak mobil parkir di tepi jalan untuk menuju bukit Malimbu melihat tepian pantai Senggigi. Tapi kemarin sepi, hanya satu mobil terparkir.

Mobil kami melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 11.30 WITA, kami tiba di Pelabuhan Teluk Nara. Kantor Pelabuhan Teluk Nara bagian depannya hancur. Pelabuhan Nara ini adalah kawasan penyeberangan ke Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.

Kami segera menuju ke dermaga speed boat Sasaku. Pemiliknya asal Bali. Dermaga ini sepi. Padahal bila weekend, sebelum gempa, ramai sekali. Anjungan beton dermaga hancur kena gempa. Terpaksa, speed boat ditarik dan didekatkan ke tepian agar penumpang bisa naik.

Ada dua speed boat disiapkan. Bila naik speed boat, perjalanan menyebrang ke Gili Trawangan sekitar 15 menit. Bila pakai slow boat, sekiar 30 menit. Rombongan dibagi dua naik speed boat. Setelah itu, speed boat melaju dengan kecepatan tinggi ke Gili Trawangan.

Speed boat berguncang-guncang karena hantaman lambung kapal yang berkecepatan tinggi dengan ombak. Byar..! Byar..! Laju speed boat terkadang zig-zag untuk menghindari ombak besar. ''Bila tidak ingin berguncang, duduk di belakang sendiri," ujar Pak Ali

Gili Trawangan Normal Sejak 3 Hari Lalu

Speed boat kami tiba di Gili Trawangan. Karena gempa, anjungan dermaga yang terbuat beton hancur dan tenggelam. Kami terpaksa mendarat di jembatan ponton--bukan tong, tapi lembaran plastik tebal persegi empat berukuran 2 x 2 meter yang didesain untuk jembatan terapung.

Kami satu per satu turun di atas jembatan itu, dan berjalan sambil menjaga keseimbangan agar tidak tercebur ke laut. Panjang jembatan ke darat sekitar 10 meter. 

Alhamdulilah, kami tiba di darat dan menginjakan kaki di Pulau Gili Trawangan yang masih perawan (maksudnya masih sepi) pasca Gempa.

Kami disambut papan nama "Welcome to Gili Trawangan" yang di belakangnya ada bekas bangunan hancur. Terlihat bule-bule sliweran di jalanan pulau. Ada yang jalan kaki,  mengendarai sepeda angin, dan naik cidomo. Terlihat juga turis lokal. Aktivitas pulau mulai hidup.

Apa cidomo? ''Cidomo adalah transportasi utama selain sepeda di Gili Trawangan. Cidomo itu cikar, dokar, dan motor. Cidomo itu kalau di Jawa, andong. Uniknya di pulau ini, andong itu pakai ban mobil dan ditarik kuda,'' kata Pak Ali.

Kata Pak Ali, bila di Lombok mobil orang kaya minimal Innova. Kalau di Gili Trawangan adalah cidomo yang harganya juga senilai Innova. Ingin tahu harganya? "Sekitar Rp 300 juta harga cidomo lengkap dengan kuda penariknya. Tapi di Gili Trawangan, cidomo bisa menghasilkan minimal Rp 2 juta sehari sebelum gempa. Mau tahu, buktikan sendiri,'' kata Pak Ali.   

Aktivitas di pulau ini mulai hidup sebenarnya  sejak seminggu lalu. Dan,mulai terlihat ramai sejak tiga hari lalu. ''Banyak turis asing berdatangan secara berkelompok baik dari Lombok atau langsung dari Bali dengan kapal," ujar Pak Ali. 

Para turis asing ini sebelumnya sudah mau masuk, Tapi karena tidak ada rumah makan buka, mereka urung. ''Dan, seminggu lalu, pembersihan sudah hampir selesai. Restoran banyak buka. Mereka mulai masuk,'' tambahnya.  
Dengan jalan kaki, kami menuju sebuah restoran untuk tempat makan siang. Kami sepakat makan siang pukul 13.00 WITA. Karena belum waktunya makan siang, kami diberi waktu oleh guide Pak Ali untuk eksplorasi pulau sampai pukul 14.30 WITA.

Rekan-rekan segera sewa sepeda untuk keliling pulau. Tarif sewanya Rp 25 ribu sekali pakai dan bila sepuasanya Rp 50 ribu. Mereka langsung bersepeda keliling  pulau dengan waktu tempuh 45  menit sampai 1 jam.

Dulu Sehari Rp 3 Juta, Kini Rp 600 Ribu

Kami sekeluarga memilih sewa cidomo. Berapa tarifnya? "Rp. 300 ribu, pak. Biasanya maksimal tiga penumpang. Berhubung sepi, silakan pak empat orang naik,'' ujar Hasan, kusir cidomo.
Kami segera naik cidomo mengelilingi pulau. Tak lupa, saya setting video di hp android untuk merekam kondisi pulau pasca gempa. 

Dalam perjalanan, saya melihat sudah banyak turis asing masuk ke Gili Trawangan. Mereka ada yang jalan kaki, bersepeda mengelilingi pulau. Dari raut wajahnya normal saja dan tidak ada rasa takut. ''Para turis asing itu tidak takut gempa. Mereka hanya takut bom,'' kata Hasan.

Hasan bercerita, setelah gempa pada 5 Agustus, penduduk lokal dan turis asing dievakuasi keluar pulau. ''Tapi seminggu kemudian, para turis asing balik ke pulau.  Itu karena mereka sebagian besar pemilik hotel dan restoran di sini,'' kata Hasan sambil mengemudikan cidomonya.

Dalam perjalanan itu, saya lihat banyak hotel, home stay dan restoran di pulau ini rusak berat, bahkan ada yang rata tanah. Tempat usaha itu banyak yang tutup dan karyawannya menganggur. Tapi ada hotel yang mengerahkan karyawan untuk bersih-bersih reruntuhan.

Hasan mengatakan incomenya menurun dratis pasca gempa.''Sebelum gempa, saya bisa menghasikan uang Rp. 3 juta sehari dengan memakai tiga kuda secara bergantian setiap empat jam. Tapi setelah gempa, penghasilan saya turun jadi Rp 600 ribu sehari. Tapi saya syukuri saja pak,'' kata Hasan.

Hasan sambil bercerita terus mengemudikan cidomonya. Dia dua kali menghentikan cidomonya untuk memberi kesempatan kami berfoto di spot-spot pantai yang bagus. Salah satunya di Hotel Ombak Sunset.

Terlihat, Hotel Ombak belum beroperasi. Lemari dan kursi-kursi diletakan berserakan  di pelataran hotel dekat pantai. Uniknya, para pemiliknya tidak takut barangnya dicuri orang.

Di Gili Trawangan dikenal aman dari pencurian. Mereka, para pelaku pencurian takut hukum adat warga Gili Trawangan yang disebut awik-awik. Pencuri yang tertangkap bisa diarak keliling kampung dan ditulisi di dadanya "Saya Pencuri". 

''Untuk diketahui, penghuni pulau ini sebagian besar suku Bajo asal Makassar,'' kata Hasan. 

Kami juga melihat ada hotel dengan bungalow-bungalow yang gentengnya runtuh semua. Yang tersisa hanya rangka atap dari baja ringan. Atap bungalow tersebut ditutup terpal-terpal.

Tak terasa, kami sudah melaju keliling pulau dan tiba di tempat awal.Kami menunggu teman-teman lainnya yang bersepeda menuntaskan perjalanannya dan duduk-duduk di kursi dekat pantai sambil menikmati laut biru dengan pasir putih bersihnya. 

“Bila wisatawan mau duduk di kursi-kursi dekat pantai ini, mereka harus beli minuman atau apa saja lah. Karena kursi ini milik restoran di belakangnya, kata Pak Ali.

Tak jauh dari restoran, ada Masjid Gili Trawangan. Lamat-lamat terdengar suara Adzan sholat Dhuhur.  Kami sholat dulu dan balik lantai duduk di tepi pantai.  Tak lama, ada rombongan majlis taklim terdiri lebih dari 15 orang, berjalan kaki menuju ke masjid. 

“Mereka di sini syiar agama Islam dan beberapa hari di sini untuk meramaikan masjid. Mereka bawa makanan dan dimasak sendiri,” kata Pak Ali.

Sekitar pukul 13.30, semua teman tiba. Kami kemudian makan siang. Usai makan siang, sekitar pukul 14.00, kami memutuskan balik ke Lombok. Dua speed boat Sasaku menjemput kami di tepi pantai dekat restoran. Dengan demikian, kami tidak perlu jalan kaki menuju ke dermaga lagi.

Speed boat tiba, Makruf, owner Pena Semesta naik dan meninggalkan Gili Trawangan menuju Lombok. Selamat jalan Gili Trawangan, dan wisata Lombok pasca gempa segera pulih total untuk bisa menarik ribuan kali wisatawan lagi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES