Kolam Renang Zaman Belanda, Potensi Wisata Kampoeng Londho di Banyuurip

TIMESINDONESIA, TUBAN – Desa Banyuurip, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, menggelar Opening Kampoeng Londho dengan memfungsikan kolam renang bekas peninggalan zaman Belanda dan Jepang di area operasional migas perusahaan Pertamina, Kamis (02/01/2020).
Kolam renang dengan panjang sekitar 100 meter dan lebar 50 meter terbagi tiga petak yang diperuntukkan pengunjung anak - anak, remaja dan orang dewasa.
Advertisement
"Keberadaan bangunan kolam sudah lama sebelum era Jepang. Kira - kira tahun 30an, era Belanda, Zaman pekerja - pekerja Londho mengelola perusahan migas di sini. Akan tetapi pergantian pengelolaan migas dan berganti perusahan, aset - aset di sini terbengkalai," ujar tokoh masyarakat Banyuurip, Nandir saat menghadiri Opening Kampoeng Londho di muka halaman rumahnya.
Ia menambahkan, aset tersebut terbengkalai sudah puluhan tahun lamanyas ehingga, aset perusahaan dan sejarahnya ikut tak terawat lagi. Tercatat beberapa perusahan pernah mengelola migas di Banyuurip, mulai perusahan eropa BPM (Shell), Permigan, Migas dan sampai dekade era Pertamina.
"Pergantian pengelolaan dan kewenangan itu, akhirnya aset- aset pendukung kolam, perumahan tidak lagi difungsikan dan terbengkalai, lapuk dimakan usia, faktor lainnya, operator perusahaan berpusat di Cepu," paparnya.
Pemerintah Desa Banyuurip ingin mengelola aset peninggalan Belanda itu untuk dijadikan destinasi wisata Kampoeng Londho. "Kami mendukung, lokasi kolam renang di sekitarnya ada bangunan perumahan Belanda dan Jepang. Dulunya, menjadi tempat dinas pimpinan utama perusahan Sheell," sambungnya.
Kampoeng Londho memang dikenal warga sekitar adalah rumah hunian pegawai perusahan migas dan staf saat penjajahan Belanda dan Jepang dan terakhir dikuasai Indonesia.
Bangunan itu berada di 4 lokasi berbeda di bukit Gunung Gong, Gunung Cemara, Gunung Pipis dan Gunung Tugel. "Bangunan perumahan peninggalan Belanda dan Jepang berada empat yang tak jauh dari lokasi sini. Kalau, peresmian kolam renang ini di area Gunung Cemara. Peninggalan lain, di Gunung Gong, Gunung Tugel dan Gunung Pipis," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Desa Banyuurip, Sugiyanto menjelaskan awal dibukanya kolam renang bekas peninggalan Belanda dengan nama Kampoeng londho, setelah proses dari pemdes memohon izin ke pihak perusahan Pertamina untuk mengelola aset bangunan yang sudah terbengkalai.
"Baru kolam renang yang diperbolehkan. Sedangkan, obyek bangunan lain masih membutuhkan proses panjang. Selain itu, kolam renang ini perlu penambahan sarana dan prasarana. Karena itu, pengunjung Kampoeng Londho terbatas warga Banyuurip dan sekitar kecamatan Senori," tuturnya.
Ia berujar masih banyak kendala yang harus dipenuhi guna mengangkat destinasi Kampoeng Londho menjadi ikon wisata desanya, juga merupakan pekerjaan rumah bagi masyarakat desa dan pemerintahan desa.
"Wahana ini, belum memehuni strandar seperti belum adanya kamar mandi, toilet. akan tetapi akan kami tingkatkan lagi safety pengunjung dan penambahan lokasi parkir dengan begitu wisata ini menjadi ikon destinasi sejarah Kampoeng Londho di desa sini," tutupnya.
Selain tiga kolam renang, juga terdapat bangunan menara setinggi 12 meter. Menara pantau hilal itu milik Kemenag Tuban yang dapat dijadikan tempat menikmati pemandangan perbukitan dataran tinggi Banyuurip. "Dengan terintegrasinya obyek potensi wisata desa, ke depannya akan benar - benar terwujud Kampoeng Londho di perbukitan Banyuurip ini," tekadnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Sumber | : TIMES Tuban |