
TIMESINDONESIA, MALANG – Menurut para sarjana sains sosial dan kemanusiaan, konsep pembangunan merupakan bagian dari proses perubahan sosial yang sifatnya lebih menyeluruh. Pembangunan itu pula dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu pembangunan yang direncanakan dan pembangunan yang tidak direncanakan.
Pembangunan adalah proses untuk melakukan perubahan atau suatu usaha dan rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah yang menuju modernitas dalam pembinaan bangsa (nation building).
Advertisement
Pembangunan (development) merupakan proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti ekonomi, politik, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi serta kelembagaan dan budaya. Dalam artian lain, pembangunan merupakan sebuah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Namun, jika dilihat dari segi kebudayaan, pembangunan tidak lain adalah usaha sadar untuk menciptakan kondisi hidup manusia yang lebih baik. Menciptakan lingkungan hidup yang lebih serasi. Menciptakan kemudahan atau fasilitas agar hidup lebih nikmat. Pembangunan sebagai suatu intervensi manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan alam fisik, maupun lingkungan sosial budaya.
Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, baik itu ekonomi, sosial, budaya, maupun politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group). Karena itu, terpenting dari pembangunan yaitu adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan, dan diversifikasi.
Kehidupan manusia yang sudah tertata pada sebuah sistem sosial akan dengan sendirinya membentuk stratifikasi sosial. Terbentuknya stratifikasi sosial ini tidak bisa dihindari sehingga diperlukan sebuah jembatan dalam pola hubungan antar individu dalam sebuah kehidupan masyarakat agar tidak menimbulkan konflik. Dalam konteks inilah kegiatan pemberdayaan sangat dibutuhkan.
Selain sebagai jembatan agar tidak terjadi disparitas anta- individu dalam mengakses pemenuhan kebutuhan hidupnya, kegiatan pemberdayaan ini juga dapat berfungsi sebagai media yang dapat memberi pengetahuan dan alat bagi setiap individu atau kelompok masyarakat dalam meningkatkan kapasitas sosialnya.
Konsep pemberdayaan muncul sebagai akibat reaksi terhadap alam pikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang telah berkembang (AMW Pranarka & Vidhyandika;1996). Adapun konsep pemberdayaan di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1970-an, yang hampir bersamaan dengan munculnya beberapa aliran seperti eksistensialisme, fenomenologi, dan personalisme yang kemudian disusul oleh neo-marxisme, Freudianisme, dan strukturalisme serta sosiologi kritik yang diusung oleh sekolah Frankurt.
Pada mulanya, konsep pemberdayaan adalah ‘perlawanan’ (depowerment) dari sistem kekuasaan yang mutlak absolute (intelektual, religius, politik, ekonomi dan militer) diganti dengan sistem baru berlandaskan idiil manusia dan kemanusiaan (humanisme) sebagai penolakan pada segala bentuk kekuasaan (power) yang hanya bermuara pada dehumanisasi.
Ini agak sama dengan eksistensialisme, fenomenologi, dan personalisme.
Pemberdayaan selalu paralel dengan kekuatan (power), maka diperlukan sebuah power untuk berdaya. Oleh karena kegiatan pemberdayaan lebih banyak berpihak kepada orang/komunitas yang tidak mempunyai power (powerless) seperti orang miskin, tertindas, terabaikan haknya, dan sebagainya.
Pemberdayaan adalah suatu aktivitas reflektif, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan dan penentuan diri sendiri (self-determination).
Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan kehidupannya. Jadi, kegiatan pemberdayaan merupakan sebuah sistem yang telah berinteraksi satu dengan yang lainnya dan telah terintegrasi pula dengan lingkungan sosial dimana individu atau kelompok masyarakat bertempat tinggal. Dengan kata lain, kegiatan pemberdayaan telah menjadi satu kesatuan dalam kehiudpan bermasyarakat.
Kekuatan (power) dalam masyarakat adalah jumlah. Maka kita bisa sebut power masyarakat adalah kekuatan anggota masyarakat. Kekuatan ini dapat tercapai bila ditunjang oleh adanya struktur sosial yang tidak berpengaruh negatif terhadap kekuasaan. Artinya, pemberdayaan dapat dilakukan melalui ilmu dan kemandirian sehingga dapat berperan maksimal untuk suatu kegiatan pendampingan seperti pengentasan kemiskinan maupun ketiadaan akses terhadap sistem sumber baik sumber ekonomi, sosial, maupun politik (Schumacker dalam Thomas, 1992).
Secara konseptual, kegiatan pemberdayaan tidak hanya mengarah kepada individu (perorangan), tetapi juga kepada keluarga, kelompok, komunitas maupun masyarakat secara bersama (kolektif) untuk membangun tata kehidupan sosial yang berkeadilan. Oleh karena itu, secara prinsipil tujuan pemberdayaan adalah untuk mencapai ketahanan sosial, partisipasi, dan percaya diri bagi orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Sedangkan, sebagian dari kegiatan pemberdayaan yang akan dikembangkan nanti meliputi; merumuskan relasi kemitraan, mengartikan tantangan-tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada, mendefinisikan arah yang ditetapkan, mengeksplorasi sistem-sistem sumber, menganalisis kapabilitas sumber-sumber yang ada, menyusun kerangka problem solving, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan perluasan kesempatan (probabilitas), mengakui penemuan-penemuan dan mengintegrasikan kemajuan yang sudah dicapai.
Menurut Emil Salim, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Atau dengan istilah lain, kemiskinan itu merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga mengalami keresahan, kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Kegiatan seperti yang telah dilakukan oleh komunitas seperti Kampung Cempluk yang berada di Desa Kalisongo Kabupaten Malang ini, merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dijadikan sebuah best practices yang mengombinasikan kegiatan berkesenian yang di dalamnya ada kegiatan pemberdayaan sosial dan ekonomi yang berperan dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan ini berlangsung cukup lama dan sampai saat ini seolah telah menjelma menjadi budaya baru bagi masyarakat Kampung Cempluk dalam mengekspresikan aktivitas pemberdayaan kampung dengan cara-cara yang terencana dan berbasis kehidupan sosial masyarakat setempat.
Festival Kampung Cempluk, yang seolah telah menjadi hari raya kebudayaan bagi masyarakat setempat. Tidak hanya itu, festival ini juga telah menjadi penanda bagi masyarakat lainnya terutama yang terkoneksi dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, kegiatan berkesenian, maupun para pegiat-pegiat masyarakat dan bahkan pemerintah yang hingga saat ini mampu bertahan dan menciptakan nilai (value) dan lingkungan sosial bagi tumbuh suburnya pemberdayaan masyarakat yang berbasis kesenian dan budaya masyarakat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |