Wisata

Merti Umbul, Upaya Merawat dan Menjaga Sumber Mata Air di Lereng Merapi

Sabtu, 27 Juli 2024 - 18:08 | 51.74k
Kirab Tumpeng yang digotong warga menyeberangi Kali Boyong menuju Umbul Boyong. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)
Kirab Tumpeng yang digotong warga menyeberangi Kali Boyong menuju Umbul Boyong. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bagi warga Dusun Boyong, upacara adat Merti Umbul yang diselenggarakan setahun sekali, bukan hanya sebagai perwujudan rasa syukur. Melainkan juga sebagai simbol perjuangan mempertahankan kehidupan. Karena setiap menggelar Merti Umbul, warga Dusun Boyong seperti membuka kembali halaman halaman buku yang berkisah tentang perjuangan hidup yang penuh dengan kesedihan. Perjuangan membangun kembali tempat tinggal mereka yang rusak. Kesedihan karena ditinggalkan para sanak.

Sejarah kemudian mencatat, pada tahun 2010 Dusun Boyong tempat tinggal mereka yang berada di lereng Gunung Merapi menjadi salah satu Dusun yang luluh lantak dihantam erupsi Merapi. Dalam catatan yang bersumber dari data Pusdalops BNPB, per tanggal 27 November 2010 bencana erupsi Gunung Merapi telah mengakibatkan 277 orang meninggal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Puluhan ribu orang mengungsi dan ribuan ternak mati. Kali Boyong tempat sumber mata air warga Dusun Boyong tertimbun muntahan erupsi Gunung Merapi.

Advertisement

Semua desa di Kabupaten Sleman pada saat itu harus dikosongkan termasuk Dusun Boyong yang berada di Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman.

Hari ini, Sabtu, 27/4/2024, warga Dusun Boyong menggelar upacara adat Merti Umbul. Salah satu tujuan Merti Umbul bagi warga Dusun Boyong adalah nguri uri menjaga sumber mata air yang berada di antara tempuran Kali Boyong dan Tuk Candi.

Sejak pagi ratusan warga dari Dusun Boyong, Dusun Wonorejo dan Dusun Tanen sudah berkumpul di lapangan Dusun Boyong. Mereka semua berpakaian adat, para lelaki memakai sorjan dan lurik serta memakai penutup kepala blangkon. Sedangkan yang perempuan memakai kebaya lurik, berkain, dan berpenutup kepala selendang.

Ada beberapa tumpeng besar yang diangkut dengan cara digotong. Ada juga tumpeng berukuran kecil yang dibawa menggunakan pikulan. Semuanya dikirab warga menuju Umbul Boyong.

Merti-Umbul-a.jpgKenduri makan bersama di Umbul Boyong. (Foto: Eko Susanto/ TIMES Indonesia)

Supardi, 64 tahun, tokoh masyarakat Dusun Boyong di lokasi acara bercerita, upacara adat Merti Umbul bermula saat sumber mata air untuk warga Dusun Boyong tertimbun oleh lahar erupsi. Semua jaringan pipa air rusak. Supardi bersama tokoh tokoh masyarakat Dusun Boyong kemudian berupaya mencari solusi agar kebutuhan air bersih untuk warga tercukupi usai letusan dahsyat Merapi pada tahun 2010.

Waktu itu, lanjut cerita Supardi, ia bersama tokoh masyarakat Dusun, mengajukan anggaran ke pemerintah daerah untuk biaya survei mencari beberapa sumber mata air namun semuanya gagal.  Beberapa sumber mata air di Kali Kuning juga saat itu tidak bisa digunakan, juga sumber mata air yang ada di UD 4, rusak semua.

Saat itu ada sumber mata air di Umbul Candi namun debit airnya sangat kecil dan tidak mencukupi bagi warga dusun. Lantas, Supardi dan kawan kawan tokoh masyarakat Dusun Boyong berinisiatif mengambil sumber mata air yang berasal dari Kali Boyong. Lokasi tepatnya berada di tempuran antara Kali Boyong dan Tuk Candi. Dengan jerih payah, cikal sumber mata air itu mengalirkan air dan jadi Umbul Boyong.

“Alhamdulillah,” ujar Supardi. “Walau banyak rintangan sumber mata air dari Umbul Boyong itu mengalir sampai sekarang.”

Saat ini, masih kata Supardi, sumber mata air Umbul Boyong itu kami limpahkan pada generasi muda yang ada di Dusun. Kami yang sudah sepuh ini hanya tinggal mengarahkan saja agar air bisa dibagi rata keseluruh warga Dusun Boyong.

“Sampai sekarang air terus mengalir dan mencukupi warga Dusun Boyong.”ujarnya.  

“Bahkan, kami bisa mensuplai kebutuhan air warga lain. Terutama warga Dusun Wonorejo dan sebagian warga Dusun Tanen.”

Hingga hari ini, warga masyarakat tiga dusun yang memakai air dari Umbul Boyong mencapai 400 KK, ujar Supardi.

 

Kirab Merti Umbul dan Kenduri

Kirab Merti Umbul dimulai pada jam 9 pagi. Ratusan warga sambil membawa tumpeng dan ubarampe berjalan beriringan menuju Umbul Boyong yang berjarak sekitar 2 kilometer. Bagian depan barisan merupakan pasukan bergada yang berjalan sambil membawa alat musik drum band.

Merti-Umbul-b.jpgTokoh masyarakat Dusun Boyong melakukan penanaman bibit beringin di sekitar Umbul Boyong. (Foto: EKo Susanto/TIMES Indonesia)

Lelaki dan perempuan juga anak anak berbaur, berjalan dengan riang gembira. Semuanya mengenakan pakaian adat. Termasuk anak anak. Sesampainya di Umbul Boyong, para tokoh masyarakat dan warga melakukan kenduri. Lalu beberapa orang yang dianggap sebagai tokoh masyarakat dusun melakukan penanaman beberapa bibit pohon beringin di sekitar Umbul Boyong.

Prosesi upacara adat Merti Umbul ditutup dengan doa oleh Rois dari Dusun Boyong. Lantas tumpeng beserta lauk dan sayur serta ubarampe lainnya dimakan bersama seluruh warga.  

Sambil makan bersama, warga Dusun dihibur tembang Uyon-uyon yang dimainkan oleh kelompok karawitan warga dusun.

“Inilah hasil jerih usaha kami untuk kebutuhan warga. Oleh karenanya sumber mata air Umbul Boyong ini harus dirawat dan dijaga. Tidak hanya oleh warga Dusun Boyong, melainkan oleh semua masyarakat yang ada di sekitarnya,” ujar Supardi.

Sehingga, Merti Umbul, kata Supardi, selain bertujuan merawat, juga adalah simbol jerih payah para sesepuh. Sampai saat ini kebutuhan air warga tidak mengalami kekurangan, bahkan sangat berlimpah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES