Wisata

Malam di Atas Awan, Camping Telaga Cebong Dieng Menuju Sunrise Sikunir

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:19 | 7.36k
Telaga Cebong di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. (Foto: Kurniawan Saputra/TIMES Indonesia)
Telaga Cebong di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. (Foto: Kurniawan Saputra/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, WONOSOBO – Langit mulai gelap ketika kami tiba di Telaga Cebong, setelah seharian penuh menjelajah situs sejarah dan geologi Dieng. Jam menunjukkan pukul 17.00 WIB. Hujan menyambut kami saat langkah kaki pertama menapak tanah lembap di tepi telaga, seolah menyampaikan ucapan selamat datang dari alam.

Telaga ini terletak di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, dan berada di ketinggian sekitar 2.300 mdpl. Ini menjadikannya salah satu desa tertinggi di Pulau Jawa—tempat yang tidak hanya memesona, tetapi juga menyimpan banyak cerita.

Advertisement

Menembus Dingin Menuju Telaga di Atas Awan

Perjalanan dari Tugu Selamat Datang Dieng ke Telaga Cebong cukup bersahabat. Hanya sekitar 7 kilometer atau 20 menit berkendara dengan jalur beraspal mulus. Kami melewati Telaga Warna, Taman Syailendra, dan Batu Pandang Ratapan Angin sebelum sampai di pos retribusi Desa Sembungan. Rumah-rumah penduduk yang tertata rapi dan hawa yang semakin menusuk jadi penanda bahwa kami semakin dekat.

Dari kejauhan, Telaga Cebong tampak tenang—sebuah genangan alami yang dikelilingi bukit dan pepohonan. Area camping di tepinya cukup luas dan sudah ditata untuk wisatawan.

Camping dalam Hujan dan Kabut

Sore itu, hujan deras mengguyur saat kami mulai mendirikan tenda. Kabut turun bersamaan dengan angin dingin khas dataran tinggi. Namun perlengkapan dari Eiger Adventure benar-benar menunjang: tenda anti-air, kursi lipat, meja lapangan—semua siap menghadapi cuaca ekstrem.

Telaga-2.jpg

Menjelang pukul 19.00 WIB, hujan mulai reda. Kami pun mengeluarkan termos air panas, menyalakan kompor lapangan, dan mulai menyeduh kopi serta menyantap makanan hangat. Suasana menjadi sangat syahdu—campuran antara lelah, puas, dan damai. Hanya suara air menetes dan gemerisik daun menemani malam kami. Pukul 21.00, kami memutuskan untuk tidur, mempersiapkan diri menyambut pagi di kaki Sikunir.

Ramainya Pagi dan Sapaan Pejalan Kaki

Jam 05.00 pagi, kejutan menanti. Area Telaga Cebong yang semalam sunyi kini penuh dengan wisatawan—semua bersiap mendaki Bukit Sikunir, salah satu spot terbaik menyaksikan sunrise Dieng.

Beberapa pejalan tertarik dengan perlengkapan kami. Ada yang meminta foto di depan tenda, duduk di kursi lipat, bahkan bertanya soal merek gear yang kami pakai. Suasana menjadi ramai dan hangat. Dalam dinginnya udara pagi, kami justru merasa semakin dekat dengan banyak orang, yang semuanya memiliki satu tujuan: menikmati keindahan alam Dieng.

Langkah Menuju Tambi dan Lintasan Race

Usai sarapan dan membersihkan perlengkapan, kami bersiap meninggalkan Telaga Cebong. Tujuan berikutnya adalah Tambi Tea Resort, lokasi utama pelaksanaan Dieng Caldera Race 2025. Beberapa dari kami bertugas mendokumentasikan kegiatan, sementara saya sendiri akan turun sebagai peserta lomba—berpacu menaklukkan rute menantang di tengah udara tipis pegunungan.

Bermalam di Telaga Cebong bukan hanya sekadar camping biasa. Ini adalah pengalaman berada di puncak Jawa—bersama hujan, kabut, dan para pencari fajar. Di sinilah, perjalanan menjadi lebih dari dokumentasi. Ia menjelma menjadi pertemuan antar pejalan, ruang kontemplasi, dan kenangan yang akan selalu tinggal dalam ingatan. (Bersambung)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES