TIMESINDONESIA, BANTEN – Setelah beberapa sekolah resmi ditutup karena minimnya dana operasional, banyak anak-anak di kampung Cicadas, Pandeglang, Banten, tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Kondisi ini memaksa mereka harus kembali turun ke kebun, sawah dan ladang, untuk membantu orang tuanya.
Pilihan lain, mereka harus menembus hutan dan perkebunan warga untuk sampai ke sekolah terdekat. Menitih jalan setapak yang tajam, dikarenakan batu-batu kecil di sepanjang jalan utama. Jika, menggunakan kendaraan bermotor dengan risiko kriminal yang tinggi pula.
"Awalnya, berdasarkan keprihatinan kepada anak-anak, karena jarak dari rumah ke SMP atau MTs yang jauh, sekitar 5-7 KM. Kami tergerak untuk mendirikan sekolah," ucap Agus, Dewan Pendiri Pesatren Baitul Azhar.
Bersama Ustad Edi Suherman dan enam orang lainnya, ia bulat menyusun rencana untuk mendirikan sekolah. Bangunan yang diperoleh dari kerja keras bersama itu pun diberi nama Pondok Pesantren Baitul Azhar.
Berdiri di tanah ghibah orang tuanya, Agus mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Pria bernama lengkap Agus Nurahman ini menjelaskan, hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah. Jadi, wajar jika kondisi bangunan ala kadarnya.
"Kami gunakan pula honor dari mengajar untuk kebutuhan pesantren, karena Ustad Edi adalah guru Aliyah Negeri dan saya sendiri guru SMP Cimanggu," tutur pria 35 tahun ini.
Bendera perjuangan pun tegak dikibarkan, mereka mengisi kekosongan setiap ruangan dengan bangku dan meja yang didapat dari hasil rehab. Perabotan itu merupakan barang-barang yang sudah tak terpakai di beberapa sekolah sekitar Cicadas.
"Sebenarnya, kami pun ingin mempunyai sarana dan prasarana yang baru, seperti kebanyakan sekolah," panjat Agus.
Perjuangan mereka belum tuntas ketika pondok pesantren ini telah berdiri. Justru, ujian yang sebenarnya siap menanti di depan. Awalnya, kondisi pesantren yang seadanya, membuat kepercayaan masyarakat sukar mereka dapat.
"Alhamdulillah seiring berjalannya waktu, anggapan miring masyarakat terhadap kami mulai luntur. Mereka pelan-pelan percaya dengan kami," tukasnya.
Dan akhirnya, 22 anak pun berhasil mereka jadikan sebagai santri pertamanya. Selanjutnya disusul beberapa santri, hingga kini berjumlah 46 orang.
Dengan jumlah itu, mereka memiliki 12 pengajar. Beberapa diantaranya hanyalan relawan yang merelakan waktu dan tenaganya untuk berjuang bersama. Tidak jarang, ketika keuangan tengah tak stabil, para pengajar ini hanya mendapat ucapan terima kasih dari Agus dan dewan pendiri lainnya.
Namun, ditengah keterbatasan itu, secercah mimpi sedikit menguatkan hatinya. Karena, pesantren Baitul Azhar telah memprogramkan pembelajaran bahasa Arab dan Inggris kepada santrinya sejak awal berdiri, 2015 silam.
Agus berkata, "Alhamdulillah, dua tahun sekali kami kedatangan ustad dari Serang untuk mengajar. Tugas mereka adalah memperkuat bahasa Arab dan Inggris, karena jika mengandalkan pengajar internal masih kurang optimal."
Mengingat, lulusan SMP pun sangat jarang ditemukan di kampung Cicadas. Tapi, kabar baiknya, para santri tetap semangat belajar. Sebagai bahan evaluasi, mereka selalu menyetorkan hafalan kosa kata bahasa asingnya sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
"Sekarang, kami sedang menuju izin operasional, semoga dengan itu perkembangan pendidikan di sini lebih baik lagi.. Aamiin," imbuhnya. (*)
Pewarta | : PPPA Daarul Qur'an |
Editor | : AJP-5 Editor Team |
Juara Piala Prancis, Modal Berharga PSGĀ Jelang Final Liga Champions
Dina Dwi Septiani Dirikan Miss Glow Indonesia untuk Pemberdayaan Perempuan
Kritik, Serempetan, dan Hantu Orde Lama
''Nyayur Mayur'' Ramaikan CFD Jalan Ijen, Sayur Kualitas Harga Merakyat
Perisai Langit Sambut Hangat Ribuan Bobotoh Persib Tumpah di Lanud Wiriadinata
UKM F Riset UTM Gelar Seminar Nasional "Unlock Your Potential" untuk Genjot Strategi Karir Mahasiswa
Bidik Tiga Emas, Atlet Renang Gresik Matangkan Persiapan Porprov Jatim 2025
Menikmati Minggu Pagi di Alun-Alun Pemalang, Bersama Sebaris Kue Bandros
Keroncong Plesiran: Sajian Musik Orkestra dalam Nuansa Alam Kulon Progo
HISKI Komisariat Malang Siapkan Program Penguatan Pembelajaran Sastra