Mengenal Bahasa Rezim Mulai Soekarno Hingga Jokowi Melalui Buku Karya Prof Dadang S. Anshori

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Guru Besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Analisis Wacana Bahasa Indonesia Prof Dadang S. Anshori mengatakan, di era post-truth ini membicarakan bahasa mendapatkan tantangan baru.
Itu karena fungsi bahasa menjadi tidak selalu sesuai dengan pakem-pakem bahasa, justru banyak berada di luar "keyakinan" yang selama ini di- gadang-gadang.
Advertisement
"Kita menghadapi kenyataan hidup yang dimulai dari dunia virtual-maya yang menjadikan kebenaran viral sebagai kiblat baru dalam membangun kebenaran virtual," katanya dikutip TIMES Indonesia dari sambutannya dalam bukunya berjudul: Bahasa Rezim, Minggu (19/3/2023).
Kadang-kadang, kata dia, kebenaran virtual tersebut berimbas pada kebenaran hidup kita di alam realitas-nyata. Alhasil, berbagai isu dan konflik bebas di media sosial berimplikasi pada relasi sosial yang sejatinya harus dibedakan.
Perhatikan, kata dia, demikian kuatnya penggunaan bahasa cebong-kampret di dunia maya yang terbawa nyata dalam kehidupan sehari-hari, hingga konflik masyarakat menjadi tak terelakkan.
Memperbudak Bahasa
Sejatinya, lanjut dia, bahasa sebagai alat komunikasi dikooptasi oleh berbagai kepentingan manusia yang berlangsung dari zaman ke zaman.
Mereka yang berkuasa memperbudak bahasa untuk menyampaikan hasrat kekuasaannya. Bahasa menjadi instrumen paling efektif untuk memengaruhi masyarakat dalam berbagai bentuk citra diri dan jargon-jargon janji semu.
Dalam politik kekuasaan, jargon janji semu bukan sebuah maksim bahasa yang mengikat penuturnya karena para politisi itu sedang memainkan panggung politik agar mereka mendapatkan kepercayaan.
"Kebohongan yang dikemas dalam bahasa politik menjadi keabsahan mereka dalam meyakinkan publik bahwa mereka menghendaki kekuasaan," ujarnya.
Ia menjelaskan, buku berjudul: Bahasa Rezim ini merekam bagaimana bahasa dihadapkan pada kekuasaan dan digunakan penguasa untuk merebut dan melanggengkan kekuasaannya.
Merekam perjalanan bangsa ini sejak Orde Lama hingga kini. Selain itu, buku ini juga memberikan gambaran tabiat masing-masing rezim kekuasaan dengan menjadikan bahasa sebagai instrumen subordinat penting dalam kekuasaannya.
"Apabila bahasa menjadi jendela untuk melihat kekuasaan pada satu rezim, maka kosakata bahasa menjadi kunci untuk membuka jendela tersebut," jelasnya.
Betapa tidak, lanjut dia, setiap rezim dalam kekuasaan digambarkan dengan beberapa kosakata kunci. Sebut saja, penggunaan kosakata "revolusi" untuk rezim Orde Lama Soekarno, kosakata "pembangunan" untuk rezim Orde Baru Soeharto, kosakata "reformasi" untuk rezim B.J. Habibie, kosakata "pluralisme" untuk rezim Abdurrahman Wahid, kosakata "diam emas" untuk rezim Megawati, kosakata "pencitraan" untuk rezim Susilo Bambang Yudhoyono, dan kosakata "infrastruktur" untuk rezim Joko Widodo.
"Itu tentu saja satu kosakata dalam banyak kosakata yang diproduksi pada masing-masing rezim," katanya.
Ia pun berharap, karyanya ini dapat membuka cakrawala hubungan bahasa vis-à-vis kekuasaan. Ia menjelaskan, sebagian buku ini merupakan hasil penelitian penulis dalam banyak kesempatan.
"Bagaimanapun kajian ini sejak lama sudah menjadi perhatian banyak pihak, namun lebih dominan diberi atensi dalam dunia politik. Tentu saja buku ini diharapkan dapat melengkapi khazanah keilmuan bahasa yang sudah ada di bangku kuliah, mengingat beberapa bagian buku ini merupakan hasil penelitian penulis yang dialihbahasakan sehingga dapat dinikmati pembaca," ujarnya.
Sekilas Prof Dadang S. Anshori
Prof Dadang S. Anshori, adalah Guru Besar pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Dilahirkan di Garut, 3 April 1972. Setelah me- namatkan pendidikan dasar dan menengah serta pesantren di kota kelahirannya, ia melanjutkan pendidikan Diploma 3, Jurusan Pendidikan Ba- hasa dan Sastra Indonesia IKIP Bandung (A.Md.). lulus pada 1995 dan strata sarjana (S.Pd.) pada 1998.
Minatnya pada bidang bahasa media dan komunikasi diwujudkan dengan mengikuti pendidikan Program Magister Ilmu Komunikasi (M.Si.) di Universitas Padjadjaran, lulus pada 2005. Program Pendidikan Doktor (Dr.) di Sekolah Pasca- sarjana (SPs) Universitas Pendidikan Indonesia diselesaikan pada 2011.
Pada 1999 Prof Dadang S. Anshori menjadi dosen tetap di Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia dan sejak 2011 mengajar di Sekolah Pascasarjana UPI hingga sekarang. Pada 1 Oktober 2019 lalu ia diangkat menjadi Guru Besar (Profesor) dalam bidang Ilmu Pendidikan Analisis Wacana Bahasa Indonesia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |