Hukum dan Kriminal

Dirut dan Komisaris PT GPS menjadi Tersangka PETI, Wujud Komitmen Polda Sulteng Berantas Penambang Ilegal

Selasa, 04 Juni 2024 - 13:53 | 24.52k
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol. Djoko Wienartono bersama Dirkrimsus Polda Sulteng Kombes Pol. Bagus Setiawan saat menggelar siaran pers di Mapolda Sulteng, Selasa, (4/6/2024). (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol. Djoko Wienartono bersama Dirkrimsus Polda Sulteng Kombes Pol. Bagus Setiawan saat menggelar siaran pers di Mapolda Sulteng, Selasa, (4/6/2024). (Foto: Syarifah Latowa/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PALUPolda Sulawesi Tengah menindak tegas praktik pertambangan tanpa izin (PETI) di Sulawesi Tengah. Hal itu dibuktikan dengan menetapkan Direktur Utama dan Komisaris Utama PT. GPS sebagai tersangka dalam kasus dugaan PETI di daerah Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Dugaan pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT. GPS terungkap setelah tim Ditreskrimsus Polda Sulteng bersama PT. Bukit Makmur Istindo Nikeltama (PT. Bumanik) mencurigai bahwa PT. GPS tidak memiliki izin resmi untuk operasionalnya.

Advertisement

“Penindakan terhadap PT. GPS dilakukan tim Ditreskrimsus Polda Sulteng dalam dua tahap, yakni pada tanggal 7 Februari 2024 dan 25 Maret 2024 di Desa Towara, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah,” ungkap Kabidhumas Polda Sulteng, Kombes Pol. Djoko Wienartono, dalam konferensi pers di Polda Sulteng, Selasa (4/6/2024).

Dalam operasi, yang dilakukan pada tanggal 7 Februari penyidik berhasil menyita 17 alat berat Excavator, 99 tumpukan material ore nikel, dokumen pertambangan dan surat keterangan tanah (SKT).

Sedangkan penindakan pada tanggal 25 Maret 2024 penyidik menyita barang bukti berupa 6 unit alat berat Excavator, 2 unit dump truck roda 10 dan 12 dome atau tumpukan ore nikel yang diduga digunakan dalam kegiatan ilegal tersebut.

Djoko Wienartono kembali menegaskan, setelah pemeriksaan terhadap puluhan saksi, ahli, dan bukti-bukti lainnya, penyidik menetapkan AT (31) sebagai Direktur Utama PT. GPS dan S (46) sebagai Komisaris Utama PT. GPS sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Ditengarai bahwa perbuatan kedua tersangka telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 5 miliar. 

"Mereka dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, dengan hukuman pidana penjara mulai dari 5 hingga 15 tahun serta denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar," bebernya. 

Tak hanya itu, kedua tersangka juga dijerat dengan Pasal 89 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang dapat memberikan hukuman pidana penjara 3 hingga 15 tahun serta denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Di tempat yang sama Dirkrimsus Polda Sulteng, Kombes Pol. Agus Setiawan menambahkan, keputusan Polda Sulteng dalam menetapkan Dirut dan Komisaris PT. GPS sebagai tersangka PETI menjadi tersangka menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap praktik ilegal dalam dunia pertambangan Indonesia semakin diperketat.

"Penetapan Dirut dan Komisaris PT. GPS menjadi tersangka dalam kasus ini merupakan bukti komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas praktik ilegal yang merugikan lingkungan dan negara," tegasnya.

Untuk mengantisipasi masuknya penambangan ilegal di wilayah Sulawesi Tengah, Agus mengatakan, Polda Sulteng telah bekerjasama dengan stakeholder dalam hal pengawasan penambangan.

"Terkait pengawasan penambangan, setiap saat kami selalu berkoordinasi dengan semua stakeholder. Kami juga turun sama-sama ke lapangan," ujarnya. (*)

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES