Kopi TIMES

Berpikir Kreatif-Matematis

Minggu, 05 Agustus 2018 - 20:55 | 155.96k
(Grafis: TIMES Indonesia)
(Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Beberapa hari yang lalu, saya mendapat “kiriman” buku dari salah satu Dosen Universitas Negeri Surabaya (UNESA), ialah Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd.

Buku yang dihadiahkan kepada saya tersebut, berjudul “Pembelajaran Matematika Berbasis Pegajuan dan Pemecahan Masalah (Fokus pada Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif)”. Buku ini merupakan buku yang baru saja terbit, Juni 2018, diterbitkan oleh Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

Buku ini merupakan salah satu “buah ilmu” dari Disertasi beliau sewaktu menyelesaikan studi doktoralnya di UNESA. Terbukti, setelah penulis melakukan pencarian di mesin pencari “google”, penulis menemukan Ringkasan Disertasi beliau, yang berjudul “Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika”.

Dalam pengantar bukunya, Tatag menegaskan bahwa pembelajaran –termasuk pembelajaran Matematika– di kelas bersifat dinamis. Pembelajaran mengikuti kebutuhan perkembangan zaman. Kebutuhan masa kini dan masa datang adalah seseorang yang mampu berpikir kritis dan kreatif.

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir terdiri dari beberapa jenis, salah satunya berpikir kreatif.  

Krulik dan Rudnick (1995) membuat perjenjangan penalaran yang merupakan bagian dari berpikir. Mulai dari tingkat terendah, yakni pengingatan (recall). Untuk tingkat berikutnya adalah tingkat berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif (creative).

Adapun untuk menilai kemampuan berpikir kreatif, menurut Silver (1997), sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty).

Ada beberapa alasan, mengapa dalam pembelajaran matematika juga perlu diorientasikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Sebagaimana alasan yang diuraikan Davis (1984), yaitu: (1) matematika begitu kompleks dan luas sehingga tidak cukup diajarkan dengan hafalan, (2) peserta didik dapat menemukan solusi -solusi yang asli (original) saat memecahkan masalah, (3) pendidik dapat mengetahui kontribusi asli dan menakjubkan dari peserta didik), (4) pembelajaran matematika dengan hafalan dan masalah rutin membuat peserta didik tidak termotivasi dan kemampuannya menjadi rendah, (5) Originalitas (keaslian) merupakan sesuatu yang perlu diajarkan, seperti membuat pembuktian dari menemukan teorema-teorema, (6) Kehidupan nyata sehari-hari memerlukan matematika, masalah sehari-hari bukan hal rutin yang memerlukan kreativitas dalam menyelesaikannya.

Model pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan berpikir kreatif sebenarnya telah banyak dipromosikan ahli, peneliti, maupun pendidik matematika. Siswono menawarkan model pembelajaran berbasis pengajuan dan pemecahan masalah matematika (JUCAMA).

Model pembelajaran JUCAMA ini merupakan suatu model pembelajaran matematika yang berorientasi pada pemecahan dan pengajuan masalah matematika sebagai fokus pembelajarannya dan menekankan belajar aktif secara mental dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Model ini merupakan hasil penelitian yang dimulai sejak tahun 2008 sampai sekarang.

TINGKATAN BERPIKIR KREATIF

Kaitan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar matematika, maka menarik sekali, untuk menelusuri lebih jauh temuan penjenjangan tingkat kemampuan berpikir kreatif dalam matematika. Menurut Siswono (2008), semua orang diasumsikan kreatif, tetapi derajat kreativitasnya berbeda.

Keadaan ini menunjukkan adanya tingkat kemampuan berpikir kreatif seseorang yang berbeda, termasuk dalam belajar matematika. Hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika yang valid dan reliabel.

Terdapat lima tingkat dalam penjenjangan tingkat kemampuan berpikir kreatif (TKBK), yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup kreatif), tingkat 1 (kurang kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif).

Sangat Kreatif (TKBK 4)

Siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian dan membuat masalah yang berbeda-beda (”baru”) dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Dapat juga siswa hanya mampu mendapat satu jawaban yang ”baru” (tidak biasa dibuat siswa pada tingkat berpikir umumnya) tetapi dapat menyelesaikan dengan berbagai cara (fleksibel).

Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena harus mempunyai cara untuk penyelesaiannya.  Siswa cenderung mengatakan bahwa mencari cara yang lain lebih sulit daripada mencari jawaban yang lain.

Kreatif (TKBK 3)

Siswa mampu membuat suatu jawaban yang ”baru” dengan fasih, tetapi tidak dapat menyusun cara berbeda  (fleksibel) untuk mendapatkannya atau siswa dapat menyusun cara yang berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam, meskipun jawaban tersebut tidak ”baru”.

Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda (”baru”) dengan lancar (fasih) meskipun cara penyelesaian masalah itu tunggal atau dapat membuat masalah yang beragam dengan cara penyelesaian yang berbeda-beda, meskipun masalah tersebut tidak ”baru”.

Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena harus mempunyai cara untuk penyelesaiannya.  Siswa cenderung mengatakan bahwa mencari cara yang lain lebih sulit daripada mencari jawaban yang lain.

Cukup Kreatif (TKBK 2)

Siswa mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang berbeda dari kebiasaan umum (”baru”) meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih, atau siswa mampu menyusun berbagai cara penyelesaian yang berbeda meskipun tidak fasih dalam menjawab maupun membuat masalah dan jawaban yang dihasilkan tidak ”baru”.

Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal, karena belum biasa dan perlu memperkirakan bilangannya, rumus maupun penyelesaiannya.  Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang d

Kurang Kreatif (TKBK 1)

Siswa mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih), tetapi tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), dan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara berbeda-beda (fleksibel).

Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal tidak sulit (tetapi tidak berarti mudah) daripada menjawab soal, karena tergantung pada kerumitan soalnya. Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”. Soal yang dibuat cenderung bersifat matematis dan tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. 

Tidak Kreatif (TKBK 0)

Siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Kesalahan penyelesaian suatu masalah disebabkan karena konsep yang terkait dengan masalah tersebut (dalam hal ini rumus luas atau keliling) tidak dipahami atau diingat dengan benar.

Siswa cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih mudah daripada menjawab soal, karena penyelesaiannya sudah diketahui. Cara yang lain dipahami siswa sebagai bentuk rumus lain yang ditulis “berbeda”.

Alhasil, Penjenjangan kemampuan berpikir kreatif di atas, dapat menjadi salah satu rubrik kontrol penilaian dalam melakukan pelaksanaan pembelajaran matematika yang berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Tentu, dengan memiliki kemampuan berpikir kreatif, maka akan mempermudah siswa untuk menyerap dan menyimpan informasi yang didapat melalui proses pembelajaran.

Selain itu, berpikir kreatif juga dapat mendorong siswa untuk dapat memahami masalah dengan cepat dan dapat memunculkan gagasan-gagasan baru-kreatif yang bersifat solutif. Berpikir kreatif sangatlah penting dalam belajar matematika. Mari ber-kreatif. Mari ber-matematika. Terima kasih Pak Suwono atas kiriman bukunya.

Abdul Halim Fathani. Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Malang. Penggagas Forum Literasi Matematika (forLIMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES