
TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Momen tahun baru tentu tidak sebatas peristiwa ganti kalender. Refleksi mendalam dan perencanaan langkah kedepan menjadi tradisi yang perlu terus dilakukan. Kesempatan meninjau pencapaian tahun lalu, kemudian merancang strategi dan langkah baru guna mencapai target berikutnya. Bagi dunia pendidikan, hal itu adalah wujud belajar dari pengalaman. Semacam evaluasi atas pencapaian dan tantangan yang dihadapi, sehingga didapati pondasi yang kuat dalam menata langkah berikutnya.
Refleksi kepemimpinan pendidikan sepatutnya mampu mengidentifikasi ranah-ranah keberhasilan, dan mencermati area-area ketidaksempurnaan yang perlu diperbaiki. Semangat baru dan asupan energi yang dipicu momentum tahun baru menjadi modal awal memulai langkah progresif itu. Pendekatan inovatif dan adaptif bisa menjadi pijakan dalam merancang perubahan yang diinginkan. Baik pada aspek pengembangan kurikulum, penerapan teknologi pembelajaran, lingkungan yang inklusif, serta pengembangan jejaring dalam kolaborasi.
Advertisement
Perubahan postur kepemimpinan pendidikan menjadi sangat relevan guna menjawab tantangan disruptif seiring revolusi industri 4.0 yang merebak. Terlebih saat mulai nyata dirasakan bahwa sistem pendidikan kita belakangan ini sudah banyak berubah. Teknologi digital mengakrabkan kita dengan inovasi-inovasi pendidikan model platform. Digitalisasi sekolah menjadi paket yang menyertai implementasi kurikulum merdeka. Kondisi demikian, mau tidak mau menuntut model kepemimpinan pendidikan juga harus berubah.
Model kepemimpinan sentalistis atau hierarkis apakah masih relevan di era merdeka belajar? Tidak lebih cocokkah model kepemimpinan yang lincah dan memberi ruang bagi para pendidik yang kian identik sebagai guru penggerak? Jika semua elemen di sekolah adalah pemimpin pembelajaran, pemimpin pengembangan diri, dan bahkan pemimpin pengembangan komunitas praktisi, bukankah sosok pemimpin yang dinamis yang dibutuhkan? Sebagaimana Mendikbudristek pun menyampaikan bahwa guru penggerak itu mengambil tindakan–tindakan tanpa disuruh, tanpa diperintah untuk melakukan yang terbaik.
Serupa apakah postur baru kepemimpinan pendidikan yang dirasa mampu menjawab tantangan kekinian? Sosok yang tentunya bukan tipe pemimpin yang single fighter, melainkan yang bisa membangun tim yang kompak dan terbuka untuk terjalinnya kolaborasi. Hal itu menjadi penting karena kecerdasan kolektif sangat dibutuhkan guna terwujudnya harapan-harapan baru yang lebih baik. Plus sosok pemimpin yang memiliki kemampuan menebar harapan di tengah masa depan yang tidak pasti. Pemimpin yang memiliki keterpaduan antara kualitas individu dan kulitas relasional. Baik sebagai pemikir yang kritis, problem solver, memiliki kemampuan menejemen informasi, serta kemampuan komunikasi yang efektif.
Berikut disampaikan lebih spesifik beberapa model kepemimpinan pendidikan menurut Johansen (2017) yang bisa menjadi inspirasi bersama guna reposturisasi kepemimpinan pendidikan. Pertama, pemimpin yang memiliki visi yang tajam dan memberi insight untuk memecahkan masalah. Ciri penanda utama pemimpin serupa ini adalah pemimpin yang saat menghadapi masalah tidak buru-buru bertanya “mengapa”. Kondisi itu baginya hanya akan menjebak ke masa lalu dan cenderung mencari kambing hitam. Ia lebih memilih untuk berfokus pada tanya “bagaimana” mengatasinya, yang lebih mengarah pada masa depan.
Kedua, pemimpin yang menggunakan manajemen organisasi: jejaring-simpul-jala ikan. Menejemen ini identik dengan manajemen yang mudah berubah bentuk. Ada kalanya bentuk hierarki digunakan, serupa saat jala ikan ditarik ke atas maka ada pucuk teratas untuk sementara waktu. Namun saat jala itu dilemparkan maka tidak ada pusatnya karena berkembang dari pinggiran dan tidak hierarkis lagi. Pada manajemen jenis ini maka pinggiran lebih banyak berperan. Pinggiran adalah representasi pemimpin-pemimpin potensial yang terkoneksi.
Ketiga, kepemimpinan yang efektif dengan energi positif dan resiliensi. Jika kepemimpinan dimaknai sebagai proses artikulasi visi, maka seorang pemimpin berproses untuk memperjelas arah tujuan bersama dan menggerakkan anggotanya. Komunikasi efektif berupa kemampuan persuasif menjadi keterampilan yang bisa diandalkan. Dampaknya akan terwujud energi positif berupa keteraturan tatanan namun tidak kaku, transparansi sebagai praktik yang terpola, serta memiliki perspektif terbuka. Pada kondisi demikian maka tempat kerja menjadi lebih menarik dan inklusif.
Keempat, pemimpin yang melakukan evaluasi kinerja dan pengambilan keputusan yang tepat. Penekanan utama dalam kebaruan kepemimpinan model ini adalah bedakan dengan tepat antara kepastian dan kejelasan. Misalkan untuk menertibkan jam kerja, mana lebih tepat antara penggunaan CCTV dengan Penerapan Sistem Pengawasan Panoptikon. CCTV akan memberikan kepastian, sedang sistem pengawasan akan memberi kejelasan. Perlu juga dipertimbangkan dampak emisonal yang timbul dari penggunaan keduanya.
Keempat, model baru kepemimpinan pendidikan tersebut dilatarbelakangi adanya empat tantangan disrupsi-inovatif Revolusi Industri 4.0, yang dikenal dengan istilah VUCA. Sebuah kondisi yang menggambarkan situasi yang terjadi sangat cepat (Votatility), tidak pasti (Uncertainty), kompleks (Complexity) dan Ambigu (Ambiguity) sebagai dampak transformasi digital. Kondisi yang tentunya juga perlu disikapi dengan kepemimpinan pendidikan yang adaptif.
Ternyata tahun baru tidak hanya tentang pergantian kalender. Tahun baru menawarkan kesempatan untuk bersama-sama melakukan refleksi. Tahun baru juga potensial menjadi pemicu dan pemacu tumbuhnya semangat baru, lahirnya visi baru, dan terbukanya kesempatan baru. Termasuk adanya peluang untuk terjadinya posturisasi baru dalam kepemimpinan pendidikan kita.
***
*) Oleh : Mohammad Hairul, Kepala SMP Negeri 1 Curahdami, Kabupaten Bondowoso dan Fasilitator Nasional Integrasi Literasi-Numerasi dalam Pembelajaran.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |