Kebanggaan Menggendong Ringin atau menjadi Abdi Negara dalam Masyarakat Indonesia

TIMESINDONESIA, WONOGIRI – Dalam ruang lingkup budaya Jawa, terdapat sebuah ungkapan yang mengandung makna yang mendalam: "mengendong ringin". Ungkapan ini tidak sekadar menyiratkan aksi fisik menggendong pohon beringin, melainkan mengandung makna simbolis yang merujuk pada keinginan untuk menjadi abdi negara.
Ada sering kita mendapati orang tua-tua dulu bertanya kepada sodara nya "nduk bojomu kuwi sing kerjo neng kecamatan kae opo wes gendong ringin" kalimat halus itu sering dimaknai dalam bahasa Indonesia "suami mu yg kerja di kecamatan itu apa sudah di angkat jadi pegawai negeri" sebetulnya tujuan pertanyaan itu jelas nya begitu tapi sering di pleset kan menjadi "gendong ringin" karena biasanya yang membedakan orang yg bekerja di instansi pemerintah berseragam itu di dada nya terdapat tidaknya pin pegawai negeri, yang honorer polos tanpa pin. Jadi memang menjadi pegawai negeri adalah salah satu keinginan sebagian besar kultur masyarakat di Indonesia
Advertisement
Sebuah cita-cita yang masih menyala terang di hati sebagian besar masyarakat Indonesia.
Di balik kerumitan seleksi dan panjangnya proses menjadi abdi negara, terdapat harapan yang menggelora. Dalam pertemuan sehari-hari, seringkali pertanyaan mengenai status aparatur sipil negara menjadi pembuka obrolan. Seolah menjadi tonggak penting dalam perjalanan hidup, menjadi abdi negara merupakan kebanggaan yang amat diidamkan.
Namun, keinginan ini tidak semata-mata dipicu oleh faktor ekonomi semata. Meski memang negara menawarkan jaminan kesejahteraan bagi para abdi negara, namun yang lebih mendalam adalah tanggung jawab moral dan spiritual yang melekat. Ini adalah panggilan untuk memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara.
Di tengah arus modernisasi dan pesatnya perkembangan teknologi, masih terdengar gemuruh keinginan untuk menjadi abdi negara. Meskipun profesi-profesi seperti youtuber, wirausaha, atau influencer semakin diminati, namun cita-cita menjadi abdi negara tetap menyala terang.
Tahun 2024 menjadi saksi atas kesempatan besar yang diberikan negara bagi mereka yang bermimpi untuk menjadi ASN P3K. Dengan kurang lebih 2,3 juta lowongan, peluang ini menjadi magnet yang tak terbantahkan. Bagi penulis sendiri, ini adalah titik balik dari perjalanan panjang sebagai honorer di sekolah swasta sejak tahun 2013.
Perjalanan menuju pengangkatan sebagai abdi negara melalui ASN P3K tidaklah mudah. Tetapi, setiap rintangan dan tantangan menjadi bukti kesungguhan dan keteguhan hati. Kabar gembira yang merayakan pengangkatan ini menjadi puncak kebahagiaan bagi banyak orang, menyiratkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan, kesehatan, dan teknis di instansi pemerintah.
Dengan demikian, kebanggaan dan kebahagiaan dalam mengendong ringin tidaklah hanya menjadi impian semata, melainkan suatu keniscayaan yang mampu mengubah takdir. Meski tidak semua menginginkannya, namun cita-cita menjadi abdi negara tetap menggelora di hati sebagian besar masyarakat Indonesia, membawa harapan yang tak pernah padam untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara.
***
*) Oleh : Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., M.Pd., M.H., G.r., Dosen STAIMAS dan Wakil Ketua Asosiasi Guru PAI Indonesia Wonogiri
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |