OJK Larang Kripto, DPR RI Khawatir Bank Kena Rush dan Berimbas pada Ekonomi
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto mempertanyakan alasan dan dasar dari pelarangan aset kripto oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Larangan mencakup aksi seperti menggunakan, memasarkan, dan memfasilitasi kegiatan jual beli aset kripto.
Larangan itu berdasar pada UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diperbarui dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Di mana mengacu ketentuan tersebut, bank umum dilarang untuk melakukan penjualan atau transaksi di luar kegiatan perbankan, seperti penjualan saham ataupun komoditi.
Advertisement
"Saya kira alasan OJK tidak boleh memperdagangkan kripto itu harus didasari oleh UU yang jelas, sedangkan UU yang langsung melarang kripto itu tidak ada. Kenapa itu dia melarang kripto," tegas Wihadi kepada wartawan, Selasa 8 Maret 2022.
Menurutnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur perdagangan kripto yang artinya ada kepastian dalam berinvestasi. Di sisi lain, masyarakat saat ini juga sudah melakukan atau memperdagangkan kripto.
"Masyarakat sekarang ini sudah memperdagangkan kripto melalui Bappeti. Ini kan jadi bertentangan," ucap Wihadi yang juga anggota Fraksi Gerindra.
Daripada mempermasalahkan perdagangan kripto, alangkah baiknya OJK sebagai lembaga pengawas keuangan mengawasi bank-bank di Indonesia. Khususnya bank yang saat ini seenaknya memperjualkan asuransi serta menawarkan investasi.
Di mana investasi itu justru banyak memunculkan masalah dengan adanya unitlink yang tidak dibayarkan oleh pihak asuransi dan itu dipasarkan melalui bank.
Wihadi curiga ada niat tertentu dari OJK yang begitu keras terhadap kripto dengan mengeluarkan kebijakan pelarangan. Ia menyebut OJK menerapkan standar ganda dengan masih membebaskan bank bebas berjualan produk-produk asuransi yang jelas membodohi dan membohongi masyarakat.
"Dalam hal ini OJK namanya sudah melakukan suatu tindakan yang dualisme atau dikatakan double standar. Karena mereka menyatakan berdasarkan UU itu tidak lazim, nah yang mengatakan tidak lazimnya itu kan siapa dan sudut pandang mana jelaskan dulu," kata Wihadi.
"Itu berarti double standar, dimana disatu sisi OJK memperbolehkan bank-bank memperjualbelikan produk-produk asuransi bermasalah," sambung Anggota Banggar DPR itu.
Di sisi lain, kripto tidak pernah ada masyarakat mengadukan kalau mereka dirugikan oleh kripto. Dengan adanya aturan ini, ia khawatir akan membuat masyarakat resah karena nilai investasi di kripto saat ini sudah mencapai triliunan dalam satu bulannya.
"Bank- bank yang sudah melakukan sebelum OJK mengeluarkan aturan ini akan terjadi rush dan ini tentu akan berimbas terhadap perekonomian kita saat ini," pungkas Anggota Komisi XI DPR RI, Wihadi Wiyanto. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |