Pendidikan

FIA UB Bahas Dampak RUU Konsultan Pajak Bagi Lulusan Perpajakan

Senin, 27 Agustus 2018 - 17:44 | 154.15k
Kaprodi Perpajakan FIA UB Dr Saparilla Worokinasih menjelaskan hasil diskusi terbatas RUU Konsultan Pajak. (FOTO: Imadudin M/TIMES Indonesia)
Kaprodi Perpajakan FIA UB Dr Saparilla Worokinasih menjelaskan hasil diskusi terbatas RUU Konsultan Pajak. (FOTO: Imadudin M/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar diskusi terbatas terkait RUU Konsultan Pajak.

Kaprodi Perpajakan FIA UB Dr Saparilla Worokinasih mengatakan diskusi ini memiliki tujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai masa depan Profesi Pajak di Indonesia.

Advertisement

Dr-Saparilla-Worokinasih.jpgKaprodi Perpajakan FIA UB Dr Saparilla Worokinasih. (FOTO: Imaddudin M/TIMES Indonesia)

Ia menjelaskan profesi pajak sendiri sangat erat dipengaruhi oleh peraturan yang terkait baik dari profesi pajak yang berada di sektor swasta maupun di sektor publik. Sejauh ini peraturan terkait profesi pajak khususnya yang ada di sektor swasta memiliki peraturan terbaru yang diatur lewat adanya RUU Konsultan Pajak.

"Saat ini urgensi dari adanya pembahasan RUU Konsultan Pajak adalah karena pentingnya profesi pajak bagi keberlanjutan penerimaan pajak di Indonesia yang kini adalah tulang punggung penerimaan negara," katanya, Senin (27/8/2018) di Gedung FIA UB, Kota Malang, Jawa Timur.

Namun, adanya RUU ini perlu adanya tanggapan publik terutama di bidang akademis. Sebab, ini akan membuat masa depan pendidikan pajak akan suram. Adanya RUU Konsultan Pajak kurang memposisikan lulusan prodi pajak yang telah menempuh pendidikan pajak selama 3-4 tahun dengan kurikulum yang terstandarisasi dibawah Kemenristek Dikti.

Pada diskusi ini FIA UB menghadirkan tiga narasumber yakni Managing Partner DDTC Darussalam, Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Hidayat Amir, dan Kepala Bagian 1 Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Setjen Kememkeu Imam Sofyan.

Managing Partner DDTC mengatakan ada enam aspek yang perlu didiskusikan kembali banyak aspek sebelum peraturan RUU Konsultan Pajak disahkan. Mulai dari aspek pertama yaitu, keharmonisan antara RUU Konsultan Pajak dengan UU KUP.

Kedua yaitu perspektif historis pengaturan kuasa wajib pajak yang juga menempatkan lulusan perguruan tinggu di bidang perpajakan sebagai pihak yang dapat menjadi kuasa wajib pajak. Ketiga landasan teoritis pengaturan konsultan pajak. Aspek keempat yaitu hubungan antara profesi konsultan pajak dengan profesi lainnya yang selama ini memberikan jasa yang beririsan dengan jasa perpajakan, sehingga multi dimensional yang sulit untuk dibatasi.

"Kemudian aspek-aspek lainnya seperti komparasi peraturan di negara lain maupun situasi perpajakan di masa mendatang," kata Darussalam.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF, Hidayat Amir mengatakan RUU Konsultan Pajak adalah bagian dari serangkaian reformasi pajak yang dilakukan di Indonesia dan tentunya bertujuan untuk mengatur kualifikasi Konsultan Pajak di Indonesia.

"Konsultan pajak merupakan profesi penting untuk membantu WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakan," katanya.u

Hasil dikusi FIA UB ini menyetujui bahwa RUU Konsultan Pajak perlu dilakukan uji publik dengan berbagai pihak sebelum dapat disahkan menjadi Undang-Undang sebagai dasar hukum yang mengatur kegiatan konsultan pajak di Indonesia. Adapun muatan dalam RUU Konsultan Pajak tersebut diharapkan tidak menimbulkan monopoli pihak tertentu yang kedepannya akan berdampak luas terhadap perkembangan keilmuan dan praktek di bidang perpajakan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES