Guru Besar UB Sebut Indonesia Bisa Kacau jika Suara Akademisi Tak Didengar

TIMESINDONESIA, MALANG – Guru Besar Bidang Ilmu Hukum dan Sumberdaya Alam Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Rachmad Safa`at, SH., M.Si menyebut Indonesia berpotensi mengalami kekacauan apabila suara-suara akademisi tidak didengar oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini dia sampaikan seusai acara penyataan sikap oleh sivitas akademika UB, Selasa (6/2/2024).
Pria yang juga sebagai Ketua Komisi B Dewan Profesor UN itu menyebut setelah menyatakan sikap ini, pihaknya akan melihat respon dari pemerintah. Apabila masukan dan tuntutan dari akademisi ini tidak diindahkan, maka sivitas akademika akan melakukan tindakan lanjutan.
Advertisement
"Kita akan melakukan evaluasi, melihat respon pemerintah. Apabila pemerintah bersikap sinis atas masukan kita, maka kita akan bertindak. Bisa secara akademis, bisa datang ke Jakarta untuk berdialog dan bertindak bisa dengan internet dengan menulis," ucapnya.
Prof Rachmad menilai, selama ini suara-suara kritikan dari kampus sering tak didengar oleh pemerintah. Dia juga merasa bahwa kampus sering dipinggirkan dan tidak dilibatkan oleh pemerintah ketika hendak mengambil kebijakan. Padahal, kampus mempunyai SDM unggul yang dapat membantu kinerja pemerintah dalam mengambil kebijakan yang lebih baik.
"Di luar negeri, setiap ada pengambilan keputusan negara itu tanya ke kampus besar. Lah kita dipinggirkan. Perguruan Tinggi dipinggirkan, seakan-akan suara mereka tidak punya makna. Kami mengingatkan pada negara, ambil keputusan itu ajak ngomong para guru besar. Supaya keputusannya lebih baik dan bermanfaat," tegasnya.
Sehingga dengan banyaknya pernyataan sikap hingga kritikan dari para sivitas akademika, yang didalamnya ada elemen guru besar, harusnya Presiden Jokowi melakukan evaluasi dan memperbaiki apa-apa yang dikritik oleh para profesional. Kalau tidak, maka ada potensi kekacauan yang bisa terjadi.
"Kalau situasi ini dibiarkan akan lebih kacau. Makanya suara profesor ini harus didengarkan. Saya yakin kacau setelah pemilu. Apalagi yang jadi prabowo, malah lebih kacau. Karena persyaratan wakilnya tidak memenuhi syarat. Apalagi prabowo sendiri mencekam beberapa persoalan. Misalkan tentang penghilangan aktivis," pungkas Prof Rachmad. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |