Soal Jalan Gubeng Ambles, Ahli Geoteknologi: Tunggu Keseimbangan Tanah Baru Lakukan Perbaikan

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ahli Geoteknologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) mengungkapkan Jalan Gubeng Surabaya yang ambles beberapa saat lalu akibat adanya pekerjaan galian dalam, untuk basement di proyek RS Siloam Surabaya, bukan sinkhole. Perbaikan kelongsoran ini membutuhkan waktu lama karena harus menunggu keseimbangan tanah.
"Bukan sinkhole, ini adalah problem lokal, buat galian dalam satu sisinya longsor, akibatnya Jalan Gubeng ikut longsor ke arah galian," terang ahli Geoteknologi dari ITS, Wahyu P Kuswanda, Rabu (19/12/2018).
Advertisement
Amblesnya Jalan Raya Gubeng akibat adanya pekerjaan galian dalam untuk basement di seberang jalan Gubeng, yang salah satu sisinya mengalami kelongsoran dan itu mengakibatkan jalan Gubeng dan sebagian halaman (bank) BNI bergerak longsor ke arah galian.
"Yang diwaspadai adalah gedung BNI. Perlu dipantau apakah masih ada pergerakan tanah di depan gedung BNI ke arah galian, yaitu dengan memasang instrumen geoteknik," jelasnya.
Instrumen geoteknik sendiri merupakan peralatan untuk memantau perubahan sifat tanah seperti sebuah sistem peringatan dini. "Instrumen geoteknik merupakan early warning system," tegas Wahyu.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan bahwa penyebab ambles karena dinding penahan tanah dari proyek yang tidak kuat menopang, sehingga terjadi longsor.
"Tiga galian tampak diperkuat dengan dinding penahan. Satu sisi yang longsor, tidak tahu apakah ada dinding penahan tapi sudah tertutup longsoran tanah atau memang belum dibuat dinding penahan, saya tidak masuk sehingga tidak tahu," tambah ahli tanah dari Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) tersebut.
“Dinding penahan tanah tidak kuat, jadi kita mestinya mempunyai metode pelaksanaan sedemikian rupa, sehingga apapun kondisinya galian yang kita buat itu aman," katanya.
Wahyu melihat dinding pembatas yang menahan tersebut, seharusnya sudah dipertimbangkan sedemikian rupa, sehingga risikonya bisa diminimalisir.
"Seorang engineer seharusnya bisa mengembangkan semuanya itu, bahkan mempertimbangkan adanya perubahan parameter tanah, tanah itu setelah hujan berubah, dan itu yang di dalam desain biasanya diperhitungkan risiko yang paling buruk," ujarnya.
Selain itu, pertimbangan kendaraan yang lewat di Jalan Raya Gubeng juga harus diperhitungkan.
"Termasuk adanya jalan dilewati kendaraan membuat getaran-getaran, itu mestinya tentu sudah dihitung bahwa itu tidak akan mengakibatkan dinding galian itu longsor," sambungnya.
Sedangkan kondisi hujan menurut analisanya juga akan mempengaruhi sifat tanah. Di mana air hujan yang masuk ke tanah mengubah sifat tanah dari yang semua stabil bisa berubah jadi labil. “Tunggu tanah telah mencapai keseimbangan yang baru selanjutnya perbaikan bisa dilakukan,” sarannya.
Namun, jangka waktu keseimbangan tanah tidak bisa ditentukan. Hal paling utama, tanah harus dihindarkan dari air agar tidak berubah lagi sifatnya. Kemungkinan ambles susulan bisa terjadi jika sifat tanah berubah, salah satunya akibat air hujan.
“Tanah bisa ditutup terpal dan dicegah aliran air masuk ke tanah yang longsor,” pungkas Ahli Geoteknologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : TIMES Surabaya |