Dari Malang Jejak Pembunuhan Letkol (Mar) Purwanto Terungkap (1)

TIMESINDONESIA, MALANG – Dari Malang Jejak Pembunuhan Letkol (Mar) Purwanto Terungkap (1)
Awalnya Dikira Kecelakaan Lalu Lintas, Mobil Masuk Jurang Songgoriti
***
Advertisement
Waktu itu tanggal 14 Agustus 1988, pagi-pagi, usai salat subuh, Kapolres Malang, Letkol (Pol) Drs MS Djayaatmadja menelpon saya. Kalau sekarang Letkol itu AKBP.
Jabatan seorang Kapolres waktu itu Letnan Kolonel, sama seperti pangkat-pangkat para perwira angkatan bersenjata lainnya. Waktu itu polisi memang masih berada di bawah komando Panglima Angkatan Bersenjata.
Sebagai seorang jurnalis, saya kaget bercampur penasaran, karena pagi-pagi kok seorang Kapolres menelpon saat saya masih di rumah.
“Mau berita bagus gak, Wid?,” tanya Djayaatmadja dari balik telepon.
Tentu saja serta merta saya menjawab ya sangat mau. "Mau sekali, pak," jawab saya.
"Kalau begitu sekarang kamu ke rumahku. Saya tunggu cepat ya," kata Kapolres Malang itu.
Usai mengemas peralatan seperti kamera, saya meluncur dengan sepeda motor Honda C70 menuju rumah Kapolres Malang di Jl Gresik, kota Malang.
Bayangan saya, Djayaatmadja mengadakan pertemuan pers bersama wartawan di rumahnya soal "berita bagus" itu.
Eh, ternyata tidak. Di depan rumahnya, pagi itu tampak biasa-biasa saja, tidak ada acara istimewa. “Sepeda motormu kamu tinggal di sini saja. Kamu ikut mobilku saja,” ujar Djayaatmadja yang ternyata memang menunggu saya.
Sayapun kemudian masuk jip Toyota kanvasnya, setelah memarkir motor. Tanpa berkata apa-apa kami bertiga bersama sopir Kapolres meluncur. “Kita ke Batu, Wid,” ujar Djayaatmadja.
Batu waktu itu masih dalam status kecamatan, bagian wilayah Kabupaten Malang. Selama dalam perjalanan, beberapa kali saya menanyakan berita bagus apa, tetapi Djayaatmadja selalu menjawab "kamu lihat sendiri saja".
Terlihat kala itu Djayaatmadja hati-hati sekali menyikapi soal itu. Tentu saja saya semakin penasaran. Namun sekali lagi, Djayaatmadja tidak menjelaskannya.
Saya baru mulai deg-degan ketika tiba di pertigaan pom bensin Songgoriti. Karena di situ telah banyak petugas berpakaian dinas lengkap, baik TNI maupun Polri.
Bahkan yang semakin membuat saya semakin penasaran, jalan raya Batu-Pujon waktu itu diblokir pasukan Brimob bersenjatakan lengkap.
Saya tidak sempat bertanya lebih lanjut, dan mobil Kapolres terus meluncur ke arah Songgoriti. Saya turun. Kapolres Malang kemudian tidak memberi petunjuk apa-apa. Saya dibiarkan berkemah bersama petugas lain melewati jalan setapak.
Ternyata waktu itu sudah banyak petugas kepolisian di TKP. Satuan reserse tampak paling sibuk. TKP sudah diamankan sedemikian rupa.
Sementara petugas lain termasuk TNI dari Kodim 0818 diback-up PM (Polisi Militer) mengamankan lokasi.
Dari situlah kemudian saya menyadari bahwa para petugas itu ternyata sedang menangani peristiwa "kecelakaan". Dimana mobil jip Taft masuk jurang Songgoriti dengan beberapa korban meninggal di lokasi kejadian.
Saya sebut beberapa, karena waktu itu saya belum tahu jumlah korbannya. Namun yang jelas di antaranya katanya ada seorang perwira TNI Angkatan Laut berpangkat Letnan Kolonel yang masih mengenakan baju seragamnya. Namanya kemudian saya dapatkan dari polisi, adalah Letkol (Mar) Poerwanto.
Karena saya datangnya pagi, saya tidak sempat melihat para korban. Sebab malam harinya sekitar pukul 22.00, para korban itu sudah dievakuasi oleh Tim SAR Brimob 5111 Malang ke kamar mayat RSSA Malang.
Namun di lokasi kejadian, saya melihat sebagian benda-benda terkait peristiwa tersebut dan masih berserakan di tanah yang penuh dengan pepohonan.
Saya sempat menemukan pangkat "melati dua" yang kemudian saya serahkan kepada petugas reserse. Dari situ saya semakin yakin memang pangkatnya Letnan Kolonel.
Para petugas kepolisian Polres Malang juga menemukan benda-benda berharga lainnya, termasuk perhiasan emas yang dikenakan para korban termasuk yang dikenakan Poerwanto. Semua benda-benda itu kemudian diamankan oleh polisi sebagai barang bukti.
“Ini bukan kecelakaan,” kata Serka (Pol) Marlin Wibowo di lokasi kejadian beberapa saat sebelum ia bersama Kapolres dan Kapolwil Malang waktu itu dipanggil Kapolda Jatim.
Marlin Wibowo adalah salah satu anggota reserse senior di Polres Malang. Ia juga-lah orang yang dipercaya kadang-kadang boleh berkomentar kepada wartawan, meski dengan terbatas.
Awalnya kejadian itu memang ditangani petugas Lalu Lintas. Mereka yang datang lebih dulu di lokasi kejadian karena mendapatkan laporan pertama dari masyarakat.
"Waktu itu posisi saya ada di Sengkaling dalam perjalanan dengan istri dan anak saya mau menonton film Si Doel Anak Sekolahan," kenang Marlin.
Mendengar hebohnya cuitan di HT ada kecelakaan mobil masuk jurang, Marlin langsung berbalik. Ia mengurungkan niatnya menonton film, dan memilih meluncur ke Songgoriti.
Begitu tiba di lokasi kejadian, Marlin melihat sudah banyak petugas Lalu Lintas. Salah satu korban pertama yang dilihat Marlin adalah Purwanto yang waktu itu berada sekitar 50 m dari jip.
Pertama yang dilihatnya adalah korban yang letaknya tidak jauh dari mobil. Sebagian tubuhnya terbakar, namun pembakarannya tidak wajar.
"Kedua, mobil Taft kok sampai terbakar saat jatuh di jurang, dan yang membakar seluruh bodynya. Taft itu bahan bakarnya kan solar," kata Marlin.
Karena itu sejak malam hari ia langsung menyetop petugas lalu lintas untuk menyentuh TKP lebih lanjut. Karena menurutnya itu bukan murni kecelakaan.
Bukan murni kecelakaan semakin membuat saya semakin terkejut karena bukti-bukti yang ditemukan Marlin Wibowo dan jajaran reserse Polres Malang di lokasi bahwa itu bukan murni kecelakaan.
Sebab waktu itu para korbannya, yang ternyata ada lima orang semuanya terlempar dari mobil Daihatsu Taft GT warna hijau army dengan luka di kepala, serta ada yang lidahnya menjulur keluar.
Korban pertama yang langsung dikenal di TKP adalah Letkol Purwanto. Ia masih mengenakan baju seragam, namun hanya separo baju PDHnya yang melekat pada tubuhnya, sedangkan di bagian kanan tidak. Ia terbujur 50 meter dari jip. Celananya juga tinggal separo karena terbakar.
Empat korban lainnya terdiri dari dua wanita dewasa yang kemudian teridentifikasi sebagai istri Purwanto yang bernama Sunarsih dan keponakannya Sumaryatun. Sumaryatun inilah yang lidahnya menjulur keluar seperti dicekik. Dua korban lainnya adalah anak-anak remaja, Haryo Bismoko (16) dan Haryo Budi Prasetyo (20).
Disitulah saya akhirnya menjadi semakin yakin tentang "berita bagus" tadi.
“Masak mobil itu belum sampai dasar jurang bisa terbakar dan meledak ketika jatuh ke jurang,” tambah Marlin lagi.
Komentar Marlin itu berkaitan dengan sejumlah saksi yang mengaku menyaksikan mobil itu terjerumus ke dalam jurang kemudian terjadi ledakan dengan menimbulkan bola api.
Ada pula saksi yang menyebutkan mobil itu meledak dan terbakar sejak mulai terjerumus ke dalam jurang.
Semua informasi itu dikumpulkan para petugas kepolisian Resort Malang, baik dari reserse maupun intelijen. Maka dugaan bahwa itu murni kecelakaan akhirnya dikesampingkan.
Kapolres Malang pun kemudian memerintahkan Satuan Lalu Lintas untuk "mundur". Satlantas lah yang memang semula menanganinya. Wajar karena semula dikira kecelakaan lalu lintas.
Polres Malang, malam itu yakin bahwa itu bukan murni kecelakaan setelah melakukan olah TKP sejak tanggal 13 Agustus 1988 malam, malam hari sebelum saya tiba di TKP.
Ternyata sejak malam hari cuit-cuit di handy talkie-nya jajaran Polres Malang sudah heboh.
Sarana komunikasi waktu itu tidak secanggih jaman sekarang yang dengan cepat menyebar. Jadi jika ada peristiwa besar atau seperti kasus ini, hanya lembaga-lembaga seperti kepolisian yang sibuk.
Begitu juga dengan para wartawan. Tidak semuanya mempunyai telepon di rumahnya. Karena itu kalau sehari-hari tidak "ngendon" di kantor polisi, maka jangan harap akan memperoleh informasi atau berita.
Sayapun terkadang harus tidur di teras satuan reserse untuk nyegat berita. Juga tidak jarang tidur di teras kamar mayat RSSA Malang, juga untuk nyegat berita.
Kembali ke peristiwa "terjunnya" mobil Taft diesel di jurang Songgoriti tadi. Polres Malang yang waktu itu juga diback-up Polda Jatim akhirnya mengintensifkan penyelidikannya bahwa itu "pembunuhan".
Petugas identifikasi Polres Malang kala itu, Jamhuri, mengakui betapa sulitnya mengevakuasi para korban. “Mereka seperti paham lokasi yang tepat dengan karakteristik tertentu, termasuk kedalaman jurang itu,” katanya.
Hasil proses akhirnyapun cukup lama dan sulit. Meski dimulai pagi, namun baru tuntas setelah adzan Magrib. Sebab mobil jip itu terjepit di celah-celah jurang dengan posisi terbalik, bagian roda di atas.
Seluruh rodanya juga habis karena ludes dilalap api. Untungnya saat itu, meski musim kering, tanaman di sekitarnya tidak sampai terbakar habis.
Kala itu mobil dereknya juga sederhana. Mobil itu milik seorang petani di Pujon yang biasanya memang digunakan untuk mengangkat mobil-mobil yang masuk jurang di kawasan Pujon dan sekitarnya.
Bukan hanya mengangkat mobilnya yang repot. Evakuasi para korban juga merepotkan banyak pihak. Mayat-mayat itu tidak bisa diangkut langsung menuju jalan raya. Sehingga tim SAR Brimob yang mengevakuasi harus berjalan kaki memutar cukup jauh. (bersambung)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |