Peristiwa Daerah

Ratusan Jurnalis se Malang Raya Demo Tolak RUU Penyiaran, Ada Teatrikal Hingga Kirim Surat ke DPR RI

Jumat, 17 Mei 2024 - 16:24 | 36.52k
Suasana aksi demo penolakan RUU Penyiaran oleh ratusan Jurnalis di Malang Raya. (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Suasana aksi demo penolakan RUU Penyiaran oleh ratusan Jurnalis di Malang Raya. (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Ratusan jurnalis wilayah Malang Raya yang tergabung dalam PWI, AJI, IJTI dan PFI menggelar aksi demo menolak Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran). Aksi tersebut dilakukan di kawasan Balai Kota Malang dan gedung DPRD Kota Malang, Jumat (17/5/2024).

Serangkaian aksi tolak RUU Penyiaran dilakukan oleh ratusan jurnalis se Malang Raya. Pertama, melakukan orasi tepat di depan Balai Kota Malang, kemudian aksi jalan mundur menuju gedung DPRD Kota Malang serta teatrikal dengan tema pembungkaman pers.

Advertisement

RUU-Penyiaran.jpg

"Aksi jalan mundur ini merupakan simbol kemunduran demokrasi," ujar Ketua AJI Malang, Benni Indo, Jumat (17/5/2024).

Sejumlah atribut dibawa ratusan jurnalis. Mulai dari poster bernada protes, seperti 'Tolak RUU Penyiaran = Pembungkaman Pers', 'Kebebasan Pers Amanah Konstitusi', 'Tolak Ancaman Kebebasan Berekspresi' hingga topeng berbentuk televisi sebagai simbol penyiaran.

Aksi dilanjutkan dengan memanggil anggota DPRD Kota Malang untuk dimintai langsung mengirimkan surat penolakan kepada DPR RI. Akan tetapi, ternyata seluruh anggota DPRD Kota Malang tak ada di dalam gedung.

RUU-Penyiaran-2.jpg

Akhirnya, surat penolakan pun diserahkan secara langsung kepada sekretaris dewan (sekwan) untuk dikirimkan ke DPR RI.

Benni menjelaskan, aksi tolak RUU Penyiaran kali ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan dari insan pers. Sebab, Revisi UU Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman pers.

"Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justri mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi," jelasnya.

Disisi lain, Ketua PWI Malang Raya, Cahyono menuturkan bahwa pers sebagai salah satu pilar demokrasi tidak boleh dibatasi. Pembatasan pers sama dengan pengekangan demokrasi.

Dengan begitu, lanjut Cahyono, seharusnya pemerintah membuat undang-undang untuk mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.

"Aksi damai ini menjadi sikap kita bahwa kita tegas menolak RUU Penyiaran. Gabungan lintas organisasi menjadi satu kekuatan, kami meminta jaminan kebebasan pers. Kebebasan pers adalah kontrol demi hal yang lebih baik," tuturnya.

Sementara, Ketua IJTI Malang Raya, Moch Tiawan menyebutkan, terdapat pasal lain dalam draf RUU Penyiaran yang menjadi kontroversial, yakni Pasal 50B ayat 2 huruf K, yang memiliki banyak tafsir. Pasal yang ambigu ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis. "Nantinya kita akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se Malang Raya. Agar rekomendasi diteruskan ke DPR RI," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES