KAI Daop 2 Bandung Tegaskan Perlintasan Sebidang Bukan Arena Balapan

TIMESINDONESIA, BANDUNG – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi atau Daop 2 Bandung kembali mengingatkan seluruh pengguna jalan agar lebih disiplin dan waspada saat melintasi perlintasan sebidang, terutama dengan tidak menjadikan area tersebut sebagai lokasi "adu cepat" dengan kereta api.
Ajakan ini bukan tanpa sebab. Perlintasan sebidang masih menjadi titik rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang sebagian besar disebabkan oleh kelalaian dan pelanggaran pengguna jalan.
Advertisement
Manager Humas KAI Daop 2 Bandung, Kuswardojo, menjelaskan bahwa perlintasan sebidang adalah titik pertemuan antara jalur kereta api dan jalan raya yang sangat membutuhkan kedisiplinan tinggi dari pengguna jalan.
“Jika terdapat tanda-tanda kereta api akan melintas, baik berupa sirine, lampu merah berkedip, palang pintu yang menutup, atau suara lonceng, maka pengguna jalan wajib berhenti. Bukan justru menambah kecepatan dan mencoba menerobos,” tegasnya, Rabu (9/4/2025).
Kuswardojo menambahkan bahwa kebiasaan buruk pengendara yang nekat menerobos perlintasan saat kereta akan melintas masih sering terjadi, baik di perlintasan terjaga maupun tidak terjaga. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran kolektif dan penegakan hukum yang lebih tegas.
Secara hukum, tindakan tersebut telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 114 menyebutkan bahwa: “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan raya, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lainnya guna mendahulukan kereta api.”
UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 124 mengatur bahwa: “Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.” serta PP No. 56 Tahun 2009 pasal 110 menegaskan bahwa “Pengemudi kendaraan wajib berhenti saat sinyal atau palang pintu menunjukkan kereta api akan melintas.”
Peristiwa tragis yang terjadi pada Selasa, 8 April 2025, menjadi bukti nyata betapa berbahayanya pelanggaran di perlintasan. Seorang Asisten Masinis KA Commuter Line Jenggala di wilayah Daop 8 Surabaya tewas akibat KA yang ditumpanginya ditemper oleh truk pengangkut kayu yang memaksa melintasi perlintasan sebidang tanpa palang pintu.
“Nyawa yang melayang itu menjadi harga mahal dari tindakan tidak disiplin di jalan. Keselamatan adalah prioritas. Satu detik nekat bisa berujung maut, sementara satu menit sabar bisa menyelamatkan banyak nyawa,” ujar Kuswardojo.
Berdasarkan data resmi PT KAI Daop 2 Bandung, hingga 9 April 2025, tercatat:
Jumlah total perlintasan sebidang: 363 titik
Perlintasan terjaga dan berpalang pintu: 134 titik
Perlintasan tidak terjaga: 190 titik
Perlintasan liar (tidak terdaftar dan tidak terjaga): 39 titik
Selama Tahun 2025 saja, sudah terjadi 6 insiden kendaraan menemper KA di perlintasan sebidang, serta 16 kejadian orang tertemper KA di sepanjang jalur kereta api.
Meski berbagai aturan telah dibuat, pelanggaran tetap saja terjadi. Pasal 296 UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan pada perlintasan kereta api dan tidak berhenti saat sinyal berbunyi, palang mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 114 dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp750.000.”
Sementara itu, Pasal 91 UU No. 23 Tahun 2007 menegaskan bahwa perlintasan kereta api dan jalan raya seharusnya tidak sebidang, dan yang sudah ada akan diupayakan berubah menjadi tidak sebidang secara bertahap, sesuai kemampuan pemerintah pusat maupun daerah. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |