Setelah Bunuh 22 Ribu Lebih Warga Palestina, Israel Kini Menargetkan Pemimpin Hamas

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, Kamis (4/1/2024) mengumumkan rencana untuk tahap berikutnya dari perang di Gaza yakni dengan pendekatan tempur baru di utara dan fokus berkelanjutan untuk menargetkan para pemimpin Hamas di wilayah selatan wilayah kantong tersebut.
Garis besar yang dikeluarkan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant mengenai fase perang berikutnya itu muncul ketika krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk.
Advertisement
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) saat ini memperluas operasi di Gaza tengah dan selatan. Mereka mengeluarkan serangkaian instruksi evakuasi baru kepada warga Palestina, yang banyak di antaranya sudah menjadi pengungsi.
Dikutip dari pengakuan beberapa warga sipil di Gaza kepad CNN, mereka sudah terlalu lelah untuk melarikan diri lagi dan malah mereka berharap bisa kembali ke rumah untuk mati secara bermartabat.
Saat ini ratusan ribu warga sipil tinggal di tenda-tenda yang tersebar di sepanjang kota-kota di wilayah selatan, dengan sedikit akses terhadap sanitasi dasar, makanan, bahan bakar atau air minum. Banyak dari mereka yang tidur di jalanan dengan pakaian yang tidak memadai agar tetap hangat selama musim dingin.
Yoav Gallant selain menyampaikan pendekatan tempur baru di utara juga fokus berkelanjutan untuk menargetkan para pemimpin Hamas di wilayah selatan wilayah kantong tersebut.
Pada fase ketiga, menurut Yoav Gallant, tentara Pasukan Pertahanan Israel di Gaza utara akan mengadopsi pendekatan tempur baru diantaranya pola penggerebekan, penghancuran terowongan teror, aktivitas udara dan darat, serta operasi khusus.
"Di Gaza selatan, militer Israel akan terus mengejar para pemimpin Hamas di wilayah tersebut selama diperlukan. Pasukan Israel yang ditempatkan di selatan juga akan fokus pada kemungkinkan kembalinya para sandera yang masih disandera," tambah Yoav Gallant.
Perencanaan pascaperang, dalam dokumen tiga halaman itu, Yoav Gallant juga memberikan rincian. Fase keempat dan fase terakhir perang, diberi judul "Hari Setelahnya".
Fase pasca-perang yang diumumkan oleh Yoav Gallant menggambarkan bahwa Jalur Gaza tidak lagi dikendalikan oleh Hamas, yang tidak lagi menimbulkan ancaman keamanan bagi warga Israel. "Setelah tujuan perang tercapai maka tidak akan ada kehadiran warga sipil Israel di Jalur Gaza," katanya.
Namun Israel akan mempertahankan kebebasan bertindak secara operasional di Jalur Gaza dan akan terus melakukan pemeriksaan barang-barang yang memasuki Jalur Gaza.
Menteri Pertahanan Israel itu juga meluncurkan konsep satuan tugas multinasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam kemitraan dengan mitra Eropa dan regional yang bertugas melakukan rehabilitasi Jalur Gaza.
Pada fase ini, Israel juga akan melanjutkan dialog dengan Mesir, negara yang dinilai oleh Yoav Gallant sebagai "aktor utama".
Namun Yoav Gallant tidak memberikan banyak rincian mengenai masa depan pemerintahan daerah kantong tersebut, dan hanya mengatakan bahwa entitas yang mengendalikan wilayah tersebut akan memanfaatkan kemampuan elemen-elemen yang tidak bermusuhan yang sudah ada di Gaza.
Soal menuju Negara Palestina, para pejabat AS sebelumnya mengatakan bahwa mereka pada akhirnya menggambarkan Gaza dan Tepi Barat akan diperintah oleh pemerintah bersatu yang dipimpin oleh Otoritas Palestina yang direvitalisasi.
Saat ini, Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat, setelah kehilangan kendali atas Jalur Gaza ke tangan Hamas sejak tahun 2007.
Delegasi Arab yang terdiri dari pejabat Arab Saudi, Qatar, Yordania, Turki dan Otoritas Palestina menekankan dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken pada Desember bahwa mereka memerlukan jaminan bahwa ada jalan menuju negara Palestina jika mereka ingin bergabung sertaberperan dalam rekonstruksi Gaza
Pilih Mati Bermartabat
Sementara itu sampai saat ini, militer Israel mengintensifkan serangannya di Gaza tengah dan selatan, termasuk wilayah Khan Younis. Kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas kemudian mengatakan sedikitnya 22 orang meninggal dunia akibat serangan udara Israel pada hari Kamis.
Israel juga menginstruksikan evakuasi baru untuk beberapa bagian wilayah kantong tersebut pada hari Kamis. Warga Palestina mengaku kelelahan karena berulang kali mengungsi ke daerah baru dan hidup tanpa akses terhadap makanan, listrik, atau air.
Amnesty International sebelumnya telah memperingatkan bahwa seruan militer Israel untuk melakukan evakuasi bisa berarti “pengungsian paksa penduduk sipil,” dan melanggar hukum internasional.
Menurut Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), sejak perang 7 Oktober lalu itu menyebabkan sedikitnya 1,93 juta orang di Gaza mengungsi. UNRWA menyebutkan, ribuan keluarga telah pindah beberapa kali karena serangan Israel berpindah ke wilayah baru.
Beberapa warga sipil yang melarikan diri ke Deir al-Balah mengatakan, terlalu lelah untuk melarikan diri lagi, dan mereka memilih kembali ke rumah untuk mati dengan bermartabat.
Ramzi Al Jammal, warga sipil dari kamp pengungsi Al-Bureij, mengungsi ke Rumah Sakit Martir Al-Aqsa. Ia telah terpisah dari anggota keluarga besarnya, termasuk putra dan cucunya. Tidak ada tenda, tidak ada makanan, tidak ada air, orang-orang berkerumun di gudang penyimpanan, ini situasi yang sangat sulit.
"Saya lebih memilih mati di rumah saya,” kata Al Jammal. “Saya menyesal meninggalkan rumah saya, saya berharap kita bersama sehingga kita mati bersama atau hidup bersama," ujar dia.
Ratusan ribu pengungsi Palestina itu tinggal di tenda-tenda yang tersebar di sepanjang kota-kota di wilayah selatan, dengan sedikit akses terhadap sanitasi dasar, makanan, bahan bakar atau air minum. Banyak yang tidur di jalanan dengan pakaian yang tidak memadai agar tetap hangat selama musim dingin.
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan, bahwa setidaknya 22.438 orang telah meninggal dunia sejak dimulainya perang dengan Israel. Dari jumlah korban meninggal itu sekitar 9.100 adalah anak-anak dan 6.500 perempuan.
Menurut kementerian itu setidaknya ada 125 korban jiwa selama 24 jam terakhir. Kementerian Kesehatan Gaza tidak membedakan antara korban sipil dan korban kombatan.
Para pejabat hanya melaporkan bahwa mayoritas orang yang terbunuh karena serangan Israel adalah perempuan dan anak-anak. Kementerian juga menambahkan 57.614 orang terluka dalam pertempuran itu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |