Ada Kemungkinan Presiden Korea Selatan Dibebaskan Ini Alasannya

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pengadilan Korea Selatan Jumat (7/3/2025) siang tadi membatalkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk-yeol yang dimakzulkan, karenanya ada kemungkinan ia dibebaskan.
Pengadilan memutuskan bahwa penahanan terhadap Presiden Korea Selatan itu tidak dapat dibenarkan.
Advertisement
Putusan ini membuka jalan bagi pembebasan Yoon dari tahanan atas tuduhan pemberontakan melalui kegagalannya dalam mengumumkan darurat militer.
Namun pembebasannya dari tahanan tergantung jaksa, apakah penuntut ini menggunakan hak bandingnya
Yoon Suk-yeol telah ditangkap pada bulan Januari lalu atas tuduhan pemberontakan terkait dengan penerapan darurat militer yang dilakukannya pada bulan Desember.
Jika jaksa tidak melakukan banding dalam waktu tujuh hari, maka Yoon Suk-yeol harus dibebaskan.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul memutuskan mendukung permintaan Yoon agar surat perintah penangkapannya itu dicabut, yang diajukan pada bulan Februari lalu.
Tim hukum presiden berpendapat, bahwa dakwaan pada tanggal 26 Januari muncul sehari setelah masa penahanannya berakhir dan karenanya harus dianggap tidak sah.
Pengacara presiden berpendapat bahwa 33 jam yang dihabiskan selama pengadilan meninjau surat perintah penangkapan dan penahanan harus dimasukkan dalam keseluruhan periode penahanan.
Para pengacaranya berpendapat, bahwa dengan memperhitungkan waktu ini, penahanan yang sah seharusnya berakhir pada tengah malam tanggal 25 Januari.
Tetapi jaksa kemudian membalas dengan menyatakan bahwa waktu yang dihabiskan dalam sidang pembatalan surat perintah penangkapan, yang diajukan oleh pengacara Yoon itu tidak boleh dianggap sebagai bagian dari masa penahanan, sehingga menegaskan keabsahan dakwaan.
Kali ini Pengadilan berpihak pada presiden, dengan menyatakan bahwa dalam kasus seperti itu, masa penahanan harus dihitung dalam hitungan jam, bukan hari.
Pengadilan juga menambahkan bahwa sudah sepantasnya hukum ditafsirkan secara ketat demi kepentingan terdakwa, sesuai dengan asas konstitusional tentang kebebasan pribadi dan penyelidikan tanpa penahanan.
Pengadilan menyimpulkan, bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan Yoon berakhir.
Yoon, yang dituduh melakukan pemberontakan karena gagal memberlakukan darurat militer yang hanya berlangsung selama enam jam pada tanggal 3 Desember tahun lalu, ditahan di kediamannya oleh Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) pada tanggal 15 Januari.
Yoon kemudian secara resmi ditangkap polisi pada tanggal 19 Januari. Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Kantor Kejaksaan Pusat, yang mendakwanya pada tanggal 26 Januari.
Secara terpisah, Yoon sedang menjalani persidangan pemakzulan di Mahkamah Konstitusi atas pernyataan darurat militernya, dengan putusan diharapkan bulan ini.
Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa menyambut baik keputusan pengadilan tersebut.
"Meskipun putusan itu terlambat, namun itu wajar. Pengadilan telah menetapkan bahwa pelaksanaan surat perintah penangkapan dan penahanan oleh CIO adalah tindakan yang melanggar hukum dan tidak adil," kata pemimpin DPR PPP, Kweon Seong-dong.
"Kepala CIO dan pejabat terkait harus dimintai pertanggungjawaban," katanya, seraya menambahkan keyakinannya bahwa keputusan pengadilan untuk membebaskannya akan tercermin dalam persidangan pemakzulan yang sedang berlangsung.
Kantor kepresidenan mengatakan pihaknya menantikan presiden segera kembali bertugas.
Di sisi lain, oposisi utama Partai Demokratik Korea (DPK) mendesak jaksa segera mengajukan banding.
Juru bicara DPK, Rep. Han Min-soo, menyebut tidak masuk akal jika apa yang disebutnya sebagai "tersangka utama pengkhianatan" dibebaskan.
"Putusan pengadilan yang membatalkan surat perintah penangkapan ini sama sekali tidak terkait dengan persidangan pemakzulan di Mahkamah Konstitusi dan tidak akan memengaruhi proses pemakzulan," kata Han kepada wartawan di Majelis Nasional. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |