Lansia dan Orang Berisiko Tinggi Diberikan Kemudahan dalam Melaksanakan Ibadah Haji
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pengurus Lembaga Dakwah PBNU, Abdul Muiz Ali, menyampaikan lansia dan orang yang berisiko tinggi, mereka diperbolehkan untuk melakukan ibadah dengan mengambil ketentuan yang memudahkan bagi mereka. Jemaah haji Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas merupakan kategori kelompok lansia.
"Semangat memberikan kemudahan dalam segala hal, termasuk dalam memberikan tuntunan ibadah bagi lansia dan yang bersiko tinggi, bagian dari cerminan dari semangat moderasi dalam pengamalan ajaran Islam," kata pria yang juga Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Rabu (24/5/2023).
Advertisement
Pada umumnya, dalam kelompok ini, ketahanan tubuh dan kesehatan secara alami mulai berkurang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, kelompok lansia adalah mereka yang berumur 60 tahun atau lebih. WHO bahkan memperkirakan bahwa pada tahun 2030, satu dari enam orang di dunia akan berusia 60 tahun atau lebih.
Penggunaan istilah "lansia" untuk menggambarkan mereka yang berusia 60 tahun ke atas memiliki kaitan dengan penjelasan hadis Nabi yang menyatakan bahwa umur umatnya berkisar antara 60 hingga 70 tahun, dengan sedikit orang yang melampaui batas tersebut.
Abdul Muiz Ali menjelaskan bahwa keterbatasan fisik dalam melaksanakan ibadah bisa terjadi pada lansia maupun orang yang berisiko tinggi. Meskipun seseorang masih muda, jika memiliki risiko tinggi terhadap aktivitas berat, perlu memberikan perhatian dan pelayanan yang sama seperti pada lansia.
Dalam melaksanakan ibadah haji, gerakan fisik seperti shalat, tawaf, dan wukuf di Arafah pada umumnya harus dilakukan dengan cara yang sempurna. Namun, bagi lansia dan orang yang berisiko tinggi, mereka diperbolehkan untuk melakukan ibadah dengan mengambil ketentuan yang memudahkan bagi mereka.
Semangat memberikan kemudahan dalam segala hal, termasuk dalam memberikan tuntunan ibadah bagi lansia dan orang berisiko tinggi, merupakan cerminan dari semangat moderasi dalam pengamalan ajaran Islam.
Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah yang mengajarkan untuk memudahkan urusan dan tidak mempersulit, serta membuat orang-orang merasa tenang dan tidak terburu-buru.
Abdul Muiz Ali juga menekankan bahwa shalat di Masjidil Haram memiliki keutamaan yang besar, karena pahalanya dilipatgandakan hingga seratus ribu kali lipat dibandingkan dengan shalat di tempat lain.
Namun, bagi mereka yang sulit melaksanakannya karena faktor lansia atau risiko tinggi, mereka dapat melaksanakan shalat di hotel. Dalam hal ini, dia menjelaskan mereka tetap akan mendapatkan keutamaan pahala shalat sebagaimana di Masjidil Haram, karena seluruh tanah haram di Makkah dianggap sebagai Masjidil Haram.
"Bagi jemaah haji atau umrah yang termasuk kelompok lansia atau berisiko tinggi, jika mereka tidak mampu melaksanakan shalat secara langsung di Masjidil Haram, disarankan untuk melaksanakannya di hotel," kata Abdul Muiz Ali.
Pahala yang diperoleh dalam shalat di hotel tetap sama dengan melaksanakannya langsung di Masjidil Haram. Hal ini merupakan upaya untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan ibadah bagi mereka yang membutuhkannya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |