Peristiwa Nasional

Ketua Bawaslu RI Beri Masukan untuk Desain Regulasi Pemilu di Masa Depan

Kamis, 08 Agustus 2024 - 12:39 | 4.65k
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja memberikan masukan di FGD yang digelar Sekretariat Kabinet Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (7/8/2024) (FOTO: Bawaslu RI for TIMES Indonesia)
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja memberikan masukan di FGD yang digelar Sekretariat Kabinet Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (7/8/2024) (FOTO: Bawaslu RI for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu RI), Rahmat Bagja memberikan masukan untuk kebijakan desain regulasi pemilu di masa mendatang. 

Dalam FGD yang digelar Sekretariat Kabinet Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (7/8/2024), Bagja menyebut beberapa hal terkait isu ketidakpastian hukum aturan teknis, isu politik uang, kampanye, hingga masalah sumber daya manusia pengawas pemilu.

Advertisement

Soal aturan hukum, Bagja menyoroti ketika tahapan pemilu atau pemilihan telah berjalan hendaknya tidak ada putusan dari lembaga peradilan lain yang mengubah Undang Undang Pemilu. Isu ini juga turut dilontarkan oleh KPU dan DKPP.

"Ke depan harus ada aturan, tidak ada lagi putusan pengadilan yang membuat perubahan dalam UU Pemilu ditengah jalan, pada saat pelaksanaan tahapan (pemilu/pemilihan). Karena pasti akan ada masalah (yang muncul) di penyelenggara," ujarnya.

Bagja memberi contoh seperti pada putusan Mahkamah Konstitusi 90/PUU-XXI/2023 terkait usia capres-cawapres. Pada Pemilu 2019 juga sempat ada putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 terkait larangan pengurus parpol mencalonkan diri sebagai anggota DPD. 

Teranyar, pada Pemilihan 2024 Sekarang di pemilihan ada putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 terkait penghitungan batas usia calon kepala daerah. "Ini membuat kebingungan di kami (penyelenggara pemilu)," ucap Bagja.

Aturan hukum lain yang disorot Bagja yakni dalam penegakan hukum pidana pemilu ada aturan putusan pengadilan pidana pemilu harus selesai lima hari sebelum masa penetapan hasil. 

Apabila putusan pengadilan memengaruhi perolehan kursi, hakim harus membatasi lima hari sebelum penetapan. Aturan ini menurutnya membuat beberapa kasus pidana terlepas lantaran waktu yang dimiliki sentra gakkumdu sangat terbatas.

Terkait pengaturan terpisah antara waktu penanganan pelanggaran pidana pemilu dalam pemilu dan pemilihan. Bagja menjelaskan penegakan hukum pidana pemilu di Indonesia mengambil hukum pidana cepat dan pidana ringan tetapi kasusnya kasus pidana berat di mana 14 hari sudah harus selesai di Bawaslu.

Menurutnya, kalau di pemilu, Bawaslu menangani 7+7 atau 14 hari, tapi kalau di Pilkadan 3+2 hari atau hanya lima hari harus dilempar (limpahkan) ke penyidik. Ini menjadi persoalan di Bawaslu.

"Susah untuk mencari pembuktian pada saat mencari alat bukti karena terbatas 3+2 hari, pasti banyak kasus yang lewat khususnya politik uang apalagi ada perbedaan perspektif dalam PKPU dengan perspektif pengawas pemilu," terangnya.

Alumnus Uttrecht University itu juga menyebut pemisahan pengaturan pemilu dan pemilihan membuat perbedaan penyelesaian sengketa proses antara pemilu dan pemilihan. 

"Kalau pemilu melihat ada hari kerja dan hari kalender. Itu yang kemudian di pemilihan hari kalender. Mekanismenya pun berbeda, kalau di pemilu ada mediasi, kalau di pemilihan langsung musyawarah sebutannya, tidak ada mediasi. Seharusnya musyawarah itu ada mediasinya, ada mufakatnya namun belum diatur dalam UU," jelasnya.

Isu berikutnya masalah kampanye. Bagja mengungkapkan pda tahapan Pemilu 2024 Bawaslu dibatasi untuk mengakses data ketika pendaftaran parpol di silon. Pengawas pemilu tidak bisa mengakses berkas syarat calon peserta pemilu, mulai dari ijazah serta surat keterangannya.

Lalu terkait politik uang, dia menilai PKPU kampanye dahulu lebih rigid daripada PKPU kampanye sekarang. Bagja memberi contoh soal batasan tentang bazar yang dahulu dibatasi satu juta, sekarang tidak ada batasannya. "Misalnya ada bazar hadiahnya tiket umroh, lalu ada hadiah mobil bak terbuka," ungkap dia.

Terkait sumber daya manusia, Bagja menuturkan jumlah sdm di Bawaslu saat ini sangat terbatas. Menurut dia, idealnya formasi sdm di Bawaslu kabupaten/kota yakni 15-20 orang, namun saat ini rata-rata hanya terisi 10 orang. "Begitu kerja pasti akan kewalahan," kata dia.

Sebagai informasi, selain Ketua Bawaslu RI, FGD ini dihadiri oleh Staf Khusus Presiden Juri Ardiantoro, Ketua KPU Mochammad Afifuddin, Ketua DKPP Heddy Lugito. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES