Tausiyah Ramadan Eks Napiter Asal Probolinggo: Puasa Itu Harus Dipaksakan

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kamal, seorang mantan narapidana terorisme asal Probolinggo, Jatim, membagikan tausiyah Ramadan yang cukup menggelitik nurani.
Dalam pesannya, ia menekankan pentingnya menahan diri, mengendalikan hawa nafsu, dan memaksakan puasa, terutama bagi generasi muda.
Advertisement
Menurut Kamal, puasa bukan sekadar ibadah, tetapi juga latihan kedisiplinan dan keteguhan hati. Ia menilai bahwa anak muda perlu dibiasakan sejak dini untuk berpuasa, meskipun awalnya terasa berat.
“Kalau tidak dipaksakan, kebiasaan itu tidak akan terbentuk. Harus ada upaya keras agar mereka terbiasa menahan diri,” ujar Kamal, yang kini bekerja sebagai tukang cat dan poles mobil.
Meski bekerja di bawah terik matahari, Kamal tetap menjalankan ibadah puasanya tanpa kompromi. Ia mengakui bahwa rasa haus dan lelah sering menghampiri. Tetapi baginya, puasa adalah bentuk latihan untuk melawan keinginan sesaat demi sesuatu yang lebih besar.
“Puasa itu memang berat, tapi begitulah hidup. Kita harus bisa menahan diri, seperti kita harus bisa menahan diri dari korupsi dan perbuatan curang lainnya,” tegas ayah tiga putra tersebut.
Ia cukup prihatin dengan banyaknya anak muda yang enggan berpuasa dan bahkan makan minum di tempat umum tanpa rasa malu. Menurutnya, ini bukan sekadar soal ibadah, tetapi juga soal karakter.
“Kalau seseorang terbiasa menahan diri sejak dini, dia akan lebih kuat menghadapi godaan dalam hidup, termasuk godaan untuk berlaku curang dan mengambil yang bukan haknya,” ujar pria dengan 9 bersaudara itu.
Ia kemudian menghubungkan sikap disiplin dalam puasa dengan masalah korupsi yang masih merajalela di negeri ini. “Korupsi itu terjadi karena orang tidak bisa menahan diri. Mereka tergoda harta, jabatan, dan kemewahan dunia. Kalau mereka punya mental puasa—bisa menahan diri, sabar, dan jujur—negara ini pasti lebih baik,” katanya.
Kamal berharap pemerintah bisa lebih tegas dalam memberantas korupsi dan lebih peduli terhadap kesejahteraan rakyat. “Kita butuh pemimpin yang bersih dan jujur, bukan yang hanya memperkaya diri sendiri. Banyak rakyat yang bahkan untuk makan sehari-hari pun sulit. Ini harus jadi perhatian utama,” tutupnya.
Baginya, puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga simbol perjuangan melawan segala bentuk ketamakan, baik di tingkat pribadi maupun di tingkat negara. Seperti halnya puasa yang harus dipaksakan demi membentuk karakter, demikian pula perjuangan melawan korupsi harus dipaksakan, demi membentuk negeri yang lebih adil dan sejahtera. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Rizal Dani |