Wacana Perubahan Daya Listrik Membebani Warga Miskin, BHS Tak Tinggal Diam

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemerintah bersama DPR RI berencana mengalihkan pengguna listrik daya 450 VA ke 900 VA dalam waktu dekat. Hal ini membuat Bambang Haryo Soekartono atau BHS prihatin.
Karena pemerintah juga bakal menghapus listrik daya 450 VA dengan alasan terjadi peningkatan ekonomi pada keluarga pengguna voltase tersebut.
Advertisement
Padahal kenyataan di lapangan tidak demikian. Banyak warga masih harus menanggung beban hidup dalam kondisi pas-pasan. Bahkan mereka kerap telat membayar tagihan listrik bulanan.
Pengguna listrik 450 VA rata-rata merupakan keluarga miskin. Mereka tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Total mencapai 9,55 juta pelanggan. Sedangkan jumlah keluarga yang tidak masuk dalam DTKS sebesar 14,75 juta pelanggan.
Salah satunya warga di Jalan Kertopaten, Surabaya. Mereka kebanyakan tinggal di rumah petak sempit ukuran 2x4 meter persegi. Jalan menuju rumah hanya sebatas gang kecil. Mata pencaharian mereka beragam. Namun kebanyakan adalah buruh dan tukang becak. Maka wajar apabil warga mengeluh jika kebijakan pemerintah itu benar-benar terealisasi.
BHS siap mendampingi warga menyuarakan aspirasi mereka menolak wacana perubahan daya listrik, Kamis (15/9/2022). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Keluhan itu mereka sampaikan kepada Bambang Haryo Soekartono atau BHSsaat mendatangi warga setempat, Kamis (15/9/2022) sore.
Salah seorang warga, Ibu Sutinah mengaku kaget dan akan menolak jika pemerintah melalui PLN bakal mengubah voltase listrik di kediaman kecil mereka.
"Nggak mau, ini aja sudah bayar telat-telat nggak bisa bayar, jadi kena denda terus," ujarnya.
Menanggapi keluhan warga, BHS bersama Tim BHS Peduli kemudian berkeliling melihat meteran listrik setiap rumah dan berbincang bersama mereka.
"Saya ingin melihat langsung di masyarakat karena ada wacana yang diinisiasi oleh Ketua Badan Anggaran DPR RI yang menginginkan listrik 450 VA di masyarakat untuk diubah dinaikkan menjadi 900 VA. Juga yang 900 VA menjadi 1300 VA," kata Anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.
BHS mensinyalir, upaya menaikkan voltase itu guna menutup kelebihan produksi listrik negara yang surplus sekitar 50 persen secara nasional.
"Jadi nggak ada yang beli. Karena nggak ada yang beli, maka diharapkan dia mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan listrik di masyarakat untuk konsumsinya lebih besar sehingga menutup kerugian daripada PLN," terangnya.
Menurut BHS, hal tersebut tidak boleh dilakukan. Kesalahan kebijakan pemerintah dalam membuat program 35.000 MW akhirnya menimbulkan kelebihan produksi listrik. Rakyat lagi-lagi menjadi korban. "Ini nggak boleh," tegasnya.
BHS juga menanyakan kepada masyarakat apakah mereka setuju jika harus mengganti daya. Mereka lantas menggeleng. Karena tagihan dari 450 VA saja rata-rata banyak yang di atas Rp100.000.
"Bayangkan, padahal mereka pekerjaannya ada yang tukang becak, sehingga mereka butuh satu listrik yang hemat," ujar politikus Partai Gerindra yang namanya masuk sebagai tokoh populer versi lembaga survei tersebut.
Sementara warga justru berharap jika perlu menggunakan listrik tidak lebih dari 300 VA. "Kalau ada 300 VA mereka akan pakai itu," ucapnya
Ia menyarankan PLN bersama-sama pemerintah seharusnya memberikan pelayanan terbaik sesuai kemampuan rakyat.
"Jadi kalau permintaan dari pelanggan ini 450 VA ya jangan diubah. Jadi tidak ada perubahan itu karena sekarang ini masyarakat lagi susah di luar kebutuhan pada naik semua. Sedangkan listrik diubah jadi lebih besar pasti pembayarannya juga akan lebih besar," kata dia.
"Jangan dorong masyarakat untuk pemborosan listrik. Karena energi listrik sudah terbatas. Karena batubara kita tinggal 20 tahun lagi," tegas BHS menambahkan.
Oleh karena itu, BHS akan mengupayakan usulan warga melalui dorongan kepada lingkaran DPR RI di Senayan. Tak terkecuali kepada Presiden RI Jokowi.
"Dorongan ini tentu juga kritikan atau masukan kepada pemerintah tentunya. Termasuk langsung surat kepada Presiden agar tidak melakukan inisiasi tadi," ungkapnya.
Menanggapi kunjungan BHS, Ketua RW VIII Kelurahan Simolawang Kecamatan Simokerto, Romdhoni mewakili warga meminta tolong agar aspirasi mereka dapat didengar oleh pemerintah pusat. Agar jangan rakyat selalu menjadi korban. Gagasan DPR RI tersebut dinilai tidak masuk akal dan amburadul.
"Intinya warga sudah tercekik, masyarakat sudah tercekik tapi pemerintah selalu rakyat yang dijadikan sasaran. Alasannya apa? Ada BLT BBM. Ini berbanding terbalik, kalau dinominalkan itu berapa? Kalau dirata-ratakan per hari tidak sesuai," ujarnya.
Atas kunjungan BHS menyerap aspirasi warganya, ia mengungkapkan rasa terima kasih.
"Harusnya yang lebih sering itu anggota dewan ataupun pemerintah kota. Biar tahu hiruk pikuk kehidupan warganya. Saya ucapkan terimakasih kepada Pak BHS karena sudah mau datang untuk mendengar keluhan warga kami," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |