TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Sejumlah Perguruan Tinggi Swasta tahun ini mengeluhkan penurunan jumlah mahasiswa. Hal ini disebabkan bukan karena penurunan kualitas layanan akademik pada perguruan tinggi tersebut.
Namun karena adanya fenomena Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) yang dilaksanakan oleh banyak Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Padahal, Nizam, selaku Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek telah tegas mengatakan bahwa PTN tidak diperkenankan membuka jalur Mandiri lebih dari Bulan Juli. Tetapi realitanya, banyak Perguruan Tinggi Negeri yang membuka pendaftaran sampai bulan Agustus untuk jalur Mandiri.
Fenomena ini, tentu saja memiliki dampak luar biasa bagi penyelenggara perguruan tinggi swasta. Ketidakjelasan PTN dalam menentukan waktu berakhirnya pendaftaran dan kuota penerimaan mahasiswa baru, berimplikasi pada semakin sepinya para mahasiswa masuk PTS.
Padahal jumlah PTS di Indonesia jauh lebih besar dari PTN. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2022 setidaknya terdapat 4.004 perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 0,73% dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 3.975 perguruan tinggi.
Bila dilihat lebih rinci, sebanyak 3.107 perguruan tinggi berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Sementara, 897 kampus lainnya di bawah Kementerian Agama.
Berdasarkan statusnya, perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia sebanyak 184 unit pada tahun 2022. Sedangkan, 3.820 kampus merupakan perguruan tinggi swasta (PTS). Angka ini menunjukkan bahwa jumlah PTN tak genap 10% dari jumlah PTS. Lalu kenapa yang swasta seakan tak diperhatikan?
Proporsional dan Rasional
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Frasa inilah yang lazim dipakai sebagai basis penyelenggaraan Pendidikan Nasional.
Namun faktanya, jika Pendidikan hanya dimandatkan pada negara, maka tak ada kata lain selain ketidakmampuan negara menyediakan akses pendidikan yang layak dan merata bagi warganya.
Dari sinilah kemudian muncul Lembaga Pendidikan swasta, yang pengelolaan dan penyelenggaraanya murni terlahir dari, oleh dan untuk masyarakat. Tugas negara “hanya melegitimasi” Lembaga swasta tersebut dalam melaksanakan penyelenggaraan proses Pendidikan.
Eksistensi Lembaga Pendidikan swasta, dengan demikian, menjadi supporting system dalam Pendidikan Nasional yang keberadaannya dilindungi oleh undang-undang.
Untuk itu, sudah sewajarnya negara hadir memberikan sebuah regulasi yang proporsional antara Lembaga Pendidikan milik negara, dengan Lembaga Pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
Bahkan Lembaga Pendidikan swasta-lah yang turut berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa sebelum Indonesia lahir. Seperti Pondok Pesantren, Taman Siswa, Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif dan lain sebagainya.
Maka, regulasi dan tata kelola Perguruan Tinggi harus sudah mulai ditata sejak proses input (penerimaan peserta didik dan mahasiswa baru), yang akomodatif terhadap kepentingan Lembaga Pendidikan swasta.
Pemerintah tidak boleh semena-mena menganak emaskan Perguruan Tinggi Negeri dengan mengabaikan proses rekrutmen mahasiswa baru sebagai tulang punggung kampus swasta.
Pun demikian dengan PTN yang dalam proses penyelenggaraannya sudah dibiayai oleh negara, tidak sepatutnya menjadikan momen PMB sebagai media kolonialisme gaya baru untuk mencaplok “teritori” yang seharusnya menjadi akses eksplorasi perguruan tinggi swasta.
Dalam menerjamahkan mandat UUD “mencerdaskan kehidupan bangsa”, kebijakan pendidikan Indonesia, jangan hanya fokus ke institusi pendidikan negeri saja. Melainkan juga harus apresiatif terhadap entitas lembaga pendidikan swasta.
Kebijakan pendidikan di Indonesia saat ini cenderung masih berorientasi pada pengembangan PTN. Padahal, sebagaimana yang disebut di awal tulisan ini, perguruan tinggi yang ada di Indonesia paling banyak adalah milik swasta, selebihnya, tak kurang dari 10 persen merupakan perguruan tinggi yang milik negara atau pemerintah.
Untuk itu, dalam kebijakan pendidikan harus terbangun filosofi bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah kewajiban negara, bukan masyarakat. Maka sebenarnya masyarakat melalui perguruan tinggi swasta konteksnya adalah membantu negara. Negara pun tidak perlu lagi melahirkan lebih banyak lagi perguruan tinggi negeri. Serta tidak juga memancing perguruan tinggi swasta untuk berubah menjadi kampus negeri.
Maka solusi yang harus diterapkan tidak dengan menjadikan PTS menjadi PTN, harusnya pemerintah harus menopang pembiayaanya PTS dalam membangun Pendidikan. Bukan malah mengebiri kampus swasta dengan memberikan kewenangan yang seolah tanpa batas PTN dalam melakukan rekrutmen mahasiswa baru.
Di lapangan banyak kampus swasta yang masih beroperasi namun dalam posisi hidup segan mati pun tak mau. Akan tetapi, di sisi lain pemerintah seolah-olah lebih mementingkan membangun dan mengafirmasi banyak lembaga pendidikan negeri.
Dengan demikian, jika mau sedikit berfikir proporsional dan berkeadilan, memberikan afirmasi pada perguruan tinggi swasta baik pada aspek regulasi, sarana pra sarana, dana riset, pembangunan pusat studi dan laboratorium, maka sama halnya pemerintah telah melakukan pemerataan akses warga negara untuk memperoleh layanan perguruan tinggi yang merata di semua daerah di Indonesia.
Hal ini sekaligus mengurangi disparitas atas ketimpangan akses Pendidikan tinggi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah pemerintah dan PTN sudah berfikir kearah sana?
***
*) Oleh: Winarto Eka Wahyudi, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Universitas Islam Lamongan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
Editor | : Ardiyanto |
Dari Pengusaha Rambah Praktisi Hukum, Peter Sosilo Raih Gelar Doktor
Perempuan di Kota Malang Laporkan Mantan Suami Gegara Tega Kasihkan Anaknya ke Orang Kaya
Tasyakuran 732 Tumpeng Serentak Peringati Hari Jadi Kabupaten Mojokerto
Wapres Gibran Ajak Generasi Muda Berkontribusi dalam Pembangunan Nasional
Pemerintah Beri Tanggapan Keras Terhadap Aksi Premanisme Berbasis Ormas
Kemenag Perketat Perlindungan Jemaah Haji Khusus, Asuransi dan Rumah Sakit Tak Boleh Sekadar Formalitas
Wafat Saat Tiba di Tanah Suci, Jemaah Haji Asal Sidoarjo Dimakamkan di Baqi
Dani Chika Siap Taklukkan 60 Kilometer BTR Ultra 2025: Langkah Serius Menuju Trail Jepang
Grand Final PLN Mobile Proliga 2025 Akan Digelar di GOR Amongrogo Yogyakarta
Menabung Sejak 1986, Pemulung Asal Semarang Ini Akhirnya Berangkat Haji Bersama Istri