TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Sebagai kabupaten yang dikenal dengan keindahan panorama destinasi wisata alamnya, Banyuwangi saat ini menghadapi ancaman serius terhadap lahan pertanian produktif yang mengalami penyusutan setiap tahunnya.
Menyusutnya lahan pertanian di kabupaten yang terletak di paling ujung timur Pulau Jawa disebabkan adanya laju pembangunan di lahan produktif.
Berdasarkan data terakhir hasil pemetaan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Banyuwangi pada tahun 2021, terdapat 66.063 hektar lahan produktif di Bumi Blambangan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dispertan Banyuwangi, Ilham Juanda, SP mengatakan, mayoritas ada tiga jenis tanaman yang ditanam di lahan produktif di Bumi Blambangan, yaitu padi, jeruk dan buah naga.
“Tanaman itu yang paling banyak,” katanya, Kamis, (25/5/2023).
Ilham menyebut, setidaknya ada enam kecamatan di Bumi Blambangan yang mengalami penyusutan lahan produktif paling banyak.
“Kecamatan Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar, Genteng dan Singojuruh yang paling banyak menyusut diantara yang lainnya,” ujarnya.
Pertumbuhan jumlah penduduk secara signifikan, menjadi salah satu faktor banyaknya permintaan permohonan konversi pembangunan yang cukup tinggi seperti, terjadinya alih fungsi lahan menjadi tempat tinggal, perumahan dan tempat usaha atau dagang.
“Penyusutan jumlah luas lahan sawah dihitung dari adanya permohonan alih fungsi lahan secara tertulis kepada Dispertan untuk menjadi rumah tinggal, perumahan dan sebagainya,” ucapnya.
Sedangkan berapa luas lahan yang mengalami penyusutan atau alih fungsi lahan setiap tahunnya, Dispertan mengaku masih melakukan pengumpulan dimasing-masing bidangnya.
“Data masih dikompulir,” cetus Ilham.
Meski demikian, tidak menuntut kemungkinan bahwa jumlah penyusutan lahan diluar semakin membengkak. Pasalnya, banyak alih fungsi lahan produktif menjadi non produktif (rumah tinggal) yang tidak dilaporkan kepada instansi pemerintah terkait.
“Di lapangan terjadi juga penyusutan, namun tidak dilaporkan oleh pihak yang melakukan alih fungsi. Biasanya alih fungsi lahan sawah dibangun menjadi rumah tinggal untuk keluarga atau anak-anak keluarga petani di desa-desa,” urainya.
Sayangnya, terkait lahan pengganti dan solusi penyusutan lahan, sesuai Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yaitu lahan pengganti sawah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang dimohon untuk konversi untuk kepentingan umum, masih menjadi pembahasan Eksekutif bersama Legislatif setempat.
“Rancangan Peraturan Daerah (Perda) lahan sawah LP2B masih dalam proses pembahasan bersama legislatif,” imbuhnya. (*)
Pewarta | : Fazar Dimas Priyatna |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
3 Keunikan Asapan Sedap Abadi yang Belakangan Viral di Jagat Maya
Antisipasi Waisak dan Libur Panjang, Polres Wonosobo Kerahkan 175 Personel di Jalur Wisata Dieng
Inisiatif dan Prakarsa Prabowo atas Konflik India-Pakistan
Kick Off Perdana Piala Soeratin Cup 2025 Askab PSSI Banyuwangi Resmi Dimulai
DPMPTSP Bontang Matangkan Regulasi dan Peta Potensi Penanam an Modal di Tahun 2025
Lewat Serasehan di Klenteng, PKB Rancang Masa Depan Jombang yang Lebih Inklusif
Patroli Gabungan Polresta Cilacap, Amankan Puluhan Preman dan Pekat
Cegah Premanisme di Malang, Polisi Bentuk Satgas Khusus
Hilman Latief Ingatkan Jemaah untuk Patuhi Aturan agar Kegiatan Haji Lancar
Finalisasi Coretax untuk Meningkatkan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak